URnews

Masih Jadi Misteri, Penelitian Ungkap Kehidupan Vampir

Kintan Lestari, Kamis, 22 Oktober 2020 15.44 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Masih Jadi Misteri, Penelitian Ungkap Kehidupan Vampir
Image: Salah satu adegan di film Breaking Dawn. (IMDb)

Jakarta - Vampir adalah salah satu makhluk misterius yang sampai saat ini masih jadi bahasan menarik. Gimana nggak menarik, vampir sering digambarkan berparas rupawan.

Tengok saja film atau serial vampir yang ada, misalnya 'Twilight' atau 'The Vampire Diaries', semuanya punya paras rupawan kan.

Sering kita membaca berita, ada seseorang yang disebut-sebut vampir. Baik itu karena orang tersebut meminum darah atau berumur sangat panjang. Tapi apakah vampir benar-benar ada? 

Para peneliti pun mencari tahu kebenarannya, salah satunya John Edgar Browning dari Georgia Institute of Technology di AS. Dan hasil penelitiannya menunjukkan ternyata vampir benar-benar ada.

Browning menemukan para vampir itu adalah manusia biasa dan mereka tinggal di New Orleans dan Buffalo.

Melansir The Conversation, komunitas itu hidup dalam budaya seperti vampir. Mereka membutuhkan darah, baik darah manusia atau hewan, atau energi psikis dari pendonor agar merasa sehat.

Dipaparkan Browning, sifat itu muncul setelah anak-anak di komunitas tersebut pubertas. Menurut para vampir itu, hal itu berasal dari kurangnya energi halus yang dihasilkan tubuh mereka, yang mana diterima begitu saja oleh orang lain. 

Dalam penelitiannya, Browning bertemu dengan sekitar 35 vampir sungguhan di Buffalo. Sementara jumlah total di New Orleans dengan mudah dua kali lipatnya. Usia mereka berkisar antara 18 sampai 50 tahun dan mewakili kedua jenis kelamin secara setara. 

Mereka mempraktikkan sanguinarian (darah) dan pemberian makan psikis - mengambil energi dengan menggunakan, misalnya, pikiran atau tangan. Dan setelah meminum darah, mereka akan merasa lebih bersemangat.

Mereka melakukan ritual menumpahkan darah dengan aman dan hanya dengan donor yang bersedia dan berpartisipasi secara teratur dalam pemeriksaan medis yang hampir menunjukkan komplikasi dari praktik pemberian makan mereka.

Dari penelitian Browning, faktanya komunitas vampir secara umum hanya mengambil sedikit dari ornamen budaya arus utama yang melekat pada makhluk malam tersebut. 

Penelitian lain tentang vampir dilakukan Nicholas F. Bellantoni, pensiunan arkeolog negara bagian Connecticut.

Penelitiannya bermula dari penemuan peti mati bertuliskan JB 55 yang ditemukan tahun 1990. Di dalam peti, posisi tulang belulang manusia ditemukan dalam posisi bersilang. 

"Tulang pahanya ... dicabut dari posisi anatominya dan disilangkan di dada," kata Ballantoni seperti dikutip Science Alert.

"Peti itu telah dibobol, dan ... tengkoraknya dipenggal dan dipindahkan. Saya benar-benar bingung. Saya tidak tahu apa yang saya lihat, " jelasnya.

Peti mati tersebut rupanya milik petani bernama John Barber yang hidup di awal tahun 1800-an.

Dengan teknologi terkini, Nicholas yang menangani kasus ini menemukan peti mati vampir itu berkaitan dengan penyakit tuberkulosis (TBC) atau yang dulu disebut 'consumption'.

Saat itu orang yang meninggal karena TBC diyakini meninggalkan kuburan mereka, menginfeksi kerabat dan menguras darah dan kehidupan. Consumption menyebabkan batuk berdarah dan membuat korban pucat dan kurus dengan darah di sudut mulut mereka.

Teror tersebut datang setelah kematian orang yang dicurigai vampir. Dan diyakini vampir itu harus dibunuh lagi supaya tidak bangun.

Metode terbaik untuk membunuh vampir yang dicurigai adalah dengan memeriksa mayat yang digali untuk melihat apakah ada darah cair yang tersisa di jantung. Kalau ada maka almarhum dipercaya seorang vampir.

Jantung mayat kemudian diangkat dan dibakar. Setelah dibakar anggota keluarga terkadang menghirup asap untuk mencegah penyakit lebih lanjut di keluarga mereka.

Insiden serupa telah lama muncul di Eropa, di mana ada banyak laporan tentang mayat yang digali, dibakar, diatur ulang, dipenggal atau ditancapkan tiang pancang.

Namun setelah diteliti, rupanya penemuan ini merujuk pada korban epidemi TBC di tahun 1800.

"Jadi JB ternyata mengidap TBC ... [terbukti] karena ada lesi di tulang rusuknya. Kami percaya bahwa dia diatur ulang di kuburan karena dia diyakini sebagai undead," ujar Bellantino. 

"Karena mereka tidak memahami penularan penyakit, ada anggota keluarga yang menderita TBC duduk di meja makan dengan seluruh keluarga batuk, dan Anda memiliki korban TBC tidur di satu kamar dengan lima atau enam saudara laki-laki dan perempuan batuk," katanya.

"Itu epidemi," ucap Bellantoni lagi.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait