URstyle

Mengenal Jenis Pika Eating Disorder, Apa Itu?

Shelly Lisdya, Sabtu, 3 April 2021 09.48 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Jenis Pika Eating Disorder, Apa Itu?
Image: Ilustrasi eating disorder/Freepik by wayhomestudio

Jakarta - Urbanreaders, kalian pernah menemui orang dengan gangguan pola makan yang aneh nggak? Seperti mengonsumsi bahan-bahan yang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit nilai gizi.

Seperti misalmya, mengonsumsi kertas, tanah dan yang lainnya. Kondisi ini disebut dengan Pica atau Pika. 

Melansir dari laman Healthline, pika merupakan bentuk gangguan pola makan, ini berlangsung secara terus-menerus. Selain itu, gangguan makan ini juga biasa terjadi pada anak-anak hingga usia dewasa.

"Kondisi pola makan ini tidak memandang usia. Wajar bila terjadi pada anak-anak, tetapi harus diwaspadai, anak atau bayi biasanya akan memakan apa yang ada di depannya, seperti mainan atau kertas. Karena mereka mengira ini makanan," ujar Psikolog, Intan Erlita dalam URlife 'Eating Disorder is not a Joke', Jumat (2/4/2021).

Intan sapaan akrabnya, kemudian mencontohkan salah satu pasiennya, bahwa pasien tersebut kerap sekali makan tanah yang dibasahi air hujan.

"Jadi, dia sering makan itu, kemudian datang ke psikolog. Ini sangat bahaya pada kondisi kesehatan nantinya," imbuhnya.

1617376515-Ilustrasi-anak-mengonsumsi-makanan.jpgSumber: Ilustrasi anak mengonsumsi makanan. (Freepik/pvproductions)

Bahaya apabila pasien pika tidak mengobati gangguannya, antara lain keracunan akibat konsumsi bahan beracun (seperti keracunan timbal), gejala infeksi, terutama parasit (seperti cacingan), keluhan saluran pencernaan (konstipasi, obstruksi usus, perforasi, ulserasi, dan sebagainya) hingga keluhan pada gigi (seperti abrasi gigi).

Hanya saja, hingga kini belum dapat diketahui penyebab pasti dari gangguan pika ini. Namun ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan alasan seseorang melakukan pika, antara lain anemia, seseorang didiagnosa gangguan mental, faktor lingkungan, stress hingga hangguan ekonomi sosial.

"Lingkungan dan trauma akibat stres karena tekanan apa pun termasuk pekerjaan, itu bisa mempengaruhi. Untuk itu, lingkungan yang sadar akan memperhatikan si pasien," tandasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait