URnews

Mengulik Sejarah Baju Gamis dan Baju Koko

Kintan Lestari, Kamis, 14 Januari 2021 14.17 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengulik Sejarah Baju Gamis dan Baju Koko
Image: Ilustrasi gamis. (Freepik/zurijeta)

Jakarta - Trailer film animasi anak 'Nussa' belum lama ini menuai kritikan dari pegiat media sosial dan penulis Denny Siregar.

Denny Siregar lewat Twitternya menyebut baju Nussa tidak umum dipakai anak-anak muslim di Indonesia. Ia juga mengingatkan Angga Sasoko penampilan karakter Nussa bisa jadi alat propaganda.

Di trailer film, tampak Nussa mengenakan baju panjang atau yang biasa disebut gamis berwarna hijau, celana panjang coklat, dan peci putih.

Apakah gamis merupakan alat propaganda? Lalu apakah baju koko yang biasa dipakai anak Indonesia tidak? Daripada bingung, yuk kita tengok sejarah dua pakaian ini!

Gamis (biasa disebut juga abaya, hawb, thobe, atau qamīṣ) merupakan pakaian tradisional yang menutupi seluruh tubuh, kecuali bagian wajah, tangan, dan kaki yang umum dikenakan masyarakat di semenanjung Arab.

Gamis umumnya berwarna putih lantaran warna putih punya sensasi menyejukkan bila dipakai di tempat yang panas seperti iklim gurun. Jenis gamis bermacam-macam.

Ada yang bagian lehernya terbuka supaya tidak gerah seperti gamis di yang dikenakan pria Maroko. Ada juga yang ukurannya pas di badan seperti yang dikenakan para pria di Arab Saudi. Gamis juga sering dipadupadankan dengan bisht (jubah luar).

Karena merupakan pakaian tradisional, maka gamis merupakan pakaian sehari-hari di negara-negara semenanjung Arab. Kalau di Indonesia, kebanyakan orang memakainya saat ada acara keagamaan yang penting.

Gamis sendiri sebenarnya pakaian untuk pria dan wanita. Namun di Indonesia, penyebutan gamis lebih merujuk ke pakaian perempuan. Terlebih seiring perkembangan zaman, jenis dan warna gamis pun lebih beragam.

1610608357-baju-koko.jpgSumber: Ilustrasi dua anak mengenakan baju koko tengah membaca Al-Quran. (Freepik/odua)

Sementara itu baju koko berasal dari Tionghoa. Baju koko merupakan pakaian tradisional sehari-hari  masyarakat Tionghoa, yang disebut tui khim. 

Melansir dari Chinese Indonesian Heritage Center, baju tui khim adalah kemeja gaya Tionghoa tanpa kerah yang dipadukan dengan celana komprang. Lantaran merupakan pakaian sehari-hari, seluruh lapisan masyarakat baik itu kaya maupun miskin memakai Tui-Khim.

Pembeda status sosial seseorang terletak di kancing bajunya. Orang yang status ekonominya lebih tinggi kancing bajunya biasa terbuat dari logam mulia.

Dalam 'Novel Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khilafah', sang penulis Remy Sylado menuliskan baju koko mirip dengan Shi-Jui yakni pakaian yang mirip piama. 

Shi-Jui itu biasa dipakai engkoh-engkoh (sebutan bagi lelaki Tiongkok yang lebih tua). Maka dari itu baju ini lama-lama disebut baju engkoh-engkoh, yang lama kelamaan berubah pengucapannya jadi koko. 

Di masa penjajahan Belanda, baju koko ini mulai ditinggalkan masyarakat Tionghoa lantaran banyak yang mengenakan pakaian ala orang Eropa. Dan baju ini jadi digunakan masyarakat Indonesia sehari-harinya.

Sama seperti gamis, saat ini baju koko umum dikenakan masyarakat Indonesia saat ada acara keagamaan.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait