URnews

Pakar Hukum UB Sebut UU Cipta Kerja Sangat Merugikan Lingkungan Hidup

Shelly Lisdya, Kamis, 8 Oktober 2020 08.49 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pakar Hukum UB Sebut UU Cipta Kerja Sangat Merugikan Lingkungan Hidup
Image: Ilustrasi Omnibus Law. Sumber: Girindra/Urbanasia

Malang - UU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi sorotan karena terdapat pasal-pasal yang dinilai sangat krusial.

Seperti misalnya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menghapuskan izin lingkungan hidup. Hal ini otomatis akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

"Sebenarnya Omnibus Law merangkum berbagai UU agar memudahkan regulasi. Tetapi yang ada malah merugikan lingkungan dan buruh," ujar Pakar Hukum Universitas Brawijaya (UB), Rachmad Syafaat kepada Urbanasia, Kamis (8/10/2020).

Lebih lanjut, ia mengatakan jika tanpa adanya Amdal, otomatis para pengusaha atau industri bakal semena-mena masuk dan merubah lingkungan hidup menjadi lahan baru.

"Omnibus Law yang disahkan DPR ini cenderung memfasilitasi investor. Mereka yang bawa uang banyak masuk ke Indonesia nantinya nggak usah izin, tinggal bikin lahan baru karena sudah tidak ada Amdal. Nah ini yang bahaya. Kepentingan investor terlindungi daripada kepentingan buruh," tegasnya.

Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, para pengusaha atau investor pun tidak perlu lagi memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).

Otomatis dengan adanya UU ini pengusaha tidak perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Dan seenaknya dalam mencemari lingkungan, seperti pembuangan limbah dan polusi.

Bahkan, dalam UU ini pun juga tertulis jika para pengusaha atau investor hanya perlu melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dari proyek si pengusaha saat penyusunan Amdal.

Seperti misalnya, Rachmad mencontohkan kerusakan lingkungan hidup sekitar PT Freeport Indonesia. Diketahui, limbah tambang alias tailing yang tidak dikelola dengan baik inilah yang menyebabkan lingkungan sekitar rusak.

Sejak tahun 1995 silam, dari data Badan Pemeriksa Keuangan, Freeport menghasilkan limbah sebanyak 230 ton setiap harinya. Melimpahnya tailing Freeport ini yang kemudian menyebabkan pencemaran air serta kerusakan hutan dan kebun sagu. Bahkan masyarakat setempat pun menjadi terisolasi.

"Saya harap, ke depan jangan diberi wadah, masyarakat di sekitar tambang malah miskin dan dianggap pemberontak, dianggap penghalang pembangunan nasional. UU ini sangat menyengsarakan rakyat," tandasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait