URnews

Pakar UGM Sebut Gelombang Ketiga COVID-19 Dipengaruhi Kondisi Masyarakat

Nivita Saldyni, Minggu, 24 Oktober 2021 15.18 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pakar UGM Sebut Gelombang Ketiga COVID-19 Dipengaruhi Kondisi Masyarakat
Image: Ilustrasi prokes saat pandemi. Sumber: Antara

Yogyakarta - Pakar epidemiologi UGM, Riris Andono Ahmad menyebutkan munculnya gelombang ketiga atau gelombang-gelombang COVID-19 berikutnya sangat tergantung pada kondisi di masyarakat. 

“Kemungkinan adanya gelombang COVID-19 berikutnya adalah sebuah keniscayaan. Tinggal pertanyaanya itu kapan terjadi dan seberapa tinggi ini sangat tergantung dengan situasi yang berkembang di masyarakat,” katanya seperti dikutip dari rilis Humas UGM, Minggu (24/10/2021).

Banyak ahli telah memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami gelombang ketiga COVID-19 pada Desember 2021-Januari 2022. Ia pun menilai, hal itu akan dipicu oleh mobilitas interaksi sosial dan kepatuhan masyarakat dalam mengimplementasikan protokol kesehatan (prokes) 3M.

Riris menyebut, virus COVID-19 masih akan terus ada dan tak sedikit orang yang tidak memiliki kekebalan. Sementara itu pada orang yang telah mendapatkan vaksin COVID-19, kekebalan yang didapat pun akan menurun seiring berjalannya waktu.

“Jadi tidak hanya satu kali gelombang tiga lalu stop, tapi akan terjadi lagi selama virus masih ada dan bersirkulasi secara global,” jelas Direktur Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini.

Sementara itu terkait vaksinasi, ada beberapa negara dengan cakupan vaksinasi relatif tinggi, seperti Israel, Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa yang kini tengah kembali berjuang dengan COVID-19 akibat varian Delta. Nah, varian Delta dengan tingkat penularan lebih tinggi ini membutuhkan cakupan imunitas yang lebih tinggi dalam populasi.

1625738966-virus-corona-varian-delta.jpgSumber: Foto virus corona varian delta. (Jason Roberts/VIDRL-Doherty Institute via Instagram @rizaputranto)

Misalnya, kata Riris, sebelum adanya varian Delta untuk mendapatkan kekebalan kelompok sekitar 70 persen populasi harus sudah divaksin. Namun, sejak adanya varian Delta, cakupan vaksinasi ditingkatkan menjadi 80 persen. Riris menjelaskan kondisi ini dengan anggapan bahwa vaksin yang diberikan memiliki efektvitas 100 persen.

Sehingga artinya vaksinasi di Indonesia untuk bisa mencapai 80 persen mensyaratkan sekitar 230 juta penduduk yang harus divaksin. Hal ini harusnya dilakukan dalam waktu kurang dari enam bulan agar bisa terwujud kekebalan kelompok.

“Ini kan sulit, misalnya sanggup pun kekebalan kelompok hanya bertahan beberapa saat dan akan terus berkurang,” jelasnya.

Untuk itu, Riris berpesan agar masyarakat tetap waspada dan tidak lengah dalam penerapan prokes. Bahkan meskipun saat ini kondisi membaik, namun pandemi belum usai. Sebab risiko penularan masih ada, terlebih saat adanya pelonggaran aktivitas di masyarakat. Untuk itu ia pun berharap pemerintah diminta untuk memperkuat 3T yakni testing, tracing, dan treatment.

“Saat penularan tinggi dilakukan intervensi besar-besaran dengan PPKM. Begitu terkendali aktivitas dilonggarakan karena tidak mungkin terus PPKM karena akan melumpuhkan perekonomian. Namun, pelonggaran ini berisiko penularan akan meningkat lagi,” pungkasnya.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait