URstyle

Peneliti IPB: Kandungan Antrakuinon dalam Teh Indonesia Menghambat Sel Kanker

Shelly Lisdya, Sabtu, 10 April 2021 12.26 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Peneliti IPB: Kandungan Antrakuinon dalam Teh Indonesia Menghambat Sel Kanker
Image: Ilustrasi kebun teh. (Pixabay)

Jakarta - Sejak tahun 2014, Komisi Regulasi Uni Eropa telah memberlakukan kebijakan ambang batas kontaminasi kandungan Antrakuinon (AQ) 0,02 ppm pada teh. Kebijakan tersebut berdampak pada penurunan ekspor teh Indonesia ke pasar Eropa yang cukup drastis.

Senior Executive Vice President Operation 1 (SEVP Operation 1) PT Riset Perkebunan Nusantara, Tjahjono Herawan mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) teh mencapai Rp 1,2 triliun setara dengan 0,3 persen dari total PDB nonmigas.

“Ada 360 ribu pekerja yang terlibat dalam produksi teh. Cukup banyak keluarga petani yang bergantung pada teh. Tanaman teh juga menjamin keberlanjutan lingkungan, mengurangi erosi, longsor, banjir, terdapat peran konservasi. Hal ini sangat penting dan sangat selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Tidak hanya itu Indonesia juga merupakan  produsen ke tujuh dunia di bawah Cina dan India yang memproduksi teh,” ujarnya

Berkaitan dengan keberlanjutan masalah regulasi AQ di Eropa, Tjahjono mengatakan, bahwa pihaknya melakukan penelitian kerjasama dengan peneliti dari perguruan tinggi. Riset ini untuk mencari solusi apakah betul AQ mengakibatkan kanker pada level tertentu, bagaimana fungsi dan pengaruhnya di dalam tubuh, selevel mana akan membuat kanker.

Tjahjono berharap hasil penelitian ini dapat diimplementasikan dan juga utamanya sebagai bukti ilmiah untuk negosiasi terkait level Antrakuinon yang akan sangat bermanfaat bagi industri teh di Indonesia.

Sementara itu Peneliti IPB University, Suminar Setiati Achmadi menyampaikan, bahwa sampel teh Indonesia lebih dari 50 persennya terdeteksi mengandung 9,10 AQ di atas MRL. 

Kadarnya pun tergantung pada teknologi pengeringan yang digunakan. AQ meningkat secara signifikan pada proses pelayuan dan pengeringan akibat proses pembakaran yang kurang sempurna.

Dalam kajiannya, kontra indikasi Human Quotient (HQ) 0,033 mengonsumsi seduhan teh Indonesia tidak menimbulkan efek karsinogenik, meski dengan konsentrasi konsumsi yang lebih tinggi dan jangka panjang.

Selain itu, Antrakuinon menampilkan potensi antiproliferasi atau penghambat perbanyakan sel kanker secara in vitro. AQ alami diproduksi oleh tanaman, mikroorganisme dan organisme laut.

“Aktivitasnya antibakteri, antivirus, anti kanker, antitumor, algisida, antijamur, penghambatan enzim, imunostimulan, agregasi antiplatelet, sitotoksik dan antiplasmodium,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Biofarmaka Tropika Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, Irmanida Batubara dalam penelitiannya yang berjudul Potensi Antrakuinon dalam menghambat proliferasi sel kanker in vitro mengungkapkan, bahwa rata-rata petumbuhan empat sel kanker (human colorectal carcinoma HCT 116, human colon adenocarcinoma WiDr, human breast cancer MCF-7, dan human cervical cancer HeLa) dalam Antrakuinon di berbagai konsentrasi menyebabkan sel kanker tidak tumbuh lebih baik dan sel kanker terhambat pertumbuhannya.

“Penghambatan pertumbuhan sel HeLa telah diketahui yaitu melalui mekanisme apoptosis. Pada jurnal lain juga terdapat fakta bahwa Antrakuinon yang diinduksi pada tikus terutama di hati, ginjal dan kandung kemih ternyata hanya bersifat karsinogenik pada hati. Zat yang diduga memiliki potensi karsinogenik bagi manusia, klasifikasi dalam kategori ini sebagian besar didasarkan pada bukti hewan,” ujarnya.

Dengan adanya bukti riset teh dengan kandungan AQ dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, Peneliti Utama PT Riset Perkebunan Nusantara, Rohayati Suprihatini berharap hasil ini dapat menghapus aturan di pasar Uni Eropa.

“Akan tetapi memerlukan waktu panjang karena Indonesia tetap butuh teknologi untuk memproduksi teh dengan kadar AQ di bawah MRL 0.02 ppm. Dari hasil riset ini, telah tersedia beberapa alternatif teknologi untuk memproduksi teh dengan kadar AQ di bawah  MRL.  Teknologi ini perlu segera diimplementasikan di pabrik pabrik teh di Indonesia, apabila Indonesia tidak ingin kehilangan pasar teh di masa depan,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait