URnews

Pengalihan Isu

Firman Kurniawan S, Senin, 3 Oktober 2022 15.41 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pengalihan Isu
Image: Ilustrasi. (Freepik)

SILIH bergantinya isu yang berlalu lalang di lini masa berbagai platform informasi, adalah keniscayaan. DOMO, dalam laporan tahunannya dengan judul Data Never Sleeps 9.0 yang terbit tahun 2021, menyebut peredaran ribuan hingga jutaan informasi tiap menitnya. Ini termediasi lewat berbagai platform.

Facebook dilalui tak kurang dari 240 ribu photo, Instagram memuat 65 ribu photo, Twitter dengan 575 ribu kicauan, Tik Tok digunakan untuk mendistribusikan 167 juta video, dan 5,7 juta pencarian terjadi di Google, serta tak kurang dari 208 ruang percakapan diadakan di Club House.

Dengan tekanan kembali, semua hitungan itu, terjadi tiap menit dalam hidup manusia. Itupun masih ada dari sumber platform lain, yang tak disajikan di sini. Sehingga tak berlebihan jika disebut, hari ini manusia hidup dalam luapan informasi.

Dengan meluapnya informasi, yang terjadi kemudian cepatnya peralihan perhatian dari satu isu ke isu lain. Ini terjadi hampir tiada jeda. Perhatian beralih mengikuti daya tarik informasi, tanpa perlu aktivitas sistematis mengupayakan pengalihan isu.

Konsep pengalihan isu jadi mengemuka di jagat digital, lantaran beberapa isu besar menyita perhatian masyarakat. Penembakan polisi oleh polisi yang terjadi di awal Juli 2022, diselingi rentetan wacana dunia dalam krisis pangan dan energi. Ini kemudian disusul oleh hebohnya pemblokiran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang menolak mendaftar, oleh Kemenkominfo.

Mobilisasi perhatian lebih besar terjadi, akibat gonjang ganjing kenaikan harga BBM, yang sempat maju-mundur. Kemudian yang cukup membuat terhenyak, adalah rentetan kebocoran data institusi pemerintah maupun beberapa pejabat, oleh sosok yang menyebut dirinya sebagai Bjorka. Dalam ulasan penuh spekulatif, yang terjadi disebut sebagai upaya pengalihan isu: satu isu untuk mengalihkan isu lainnya. Tujuannya, tentu  saja untuk menghindarkan perhatian masyarakat yang terlampau dalam.  

Sulit menduga yang sebenarnya terjadi. Walaupun terminologi pengalihan isu itu, dalam pandangan teori, bisa benar adanya. Pihak yang punya kepentingan, mencegah larutnya perhatian masyarakat pada sebuah isu. Dilakukanlah langkah-langkah pengalihan, agar perhatian pindah ke isu lain. Masuk akal. Terminologi ini sekaligus merupakan penjelasan, rentang perhatian manusia itu terbatas.

Terbatasnya rentang perhatian ini, jadi pasangan yang relevan dengan keterbatasan ruang pemberitaan. Karenanya popularitas terminologi pengalihan isu, terjadi di masa media konvensional.

Pemuatan informasi kala itu, dibatasi jumlah halaman cetak koran atau majalah, atau jam siaran media elektronik. Sehingga adanya suatu isu, dapat dialihkan bahkan dihilangkan dari perhatian masyarakat dengan diganti oleh isu lain, yang juga menyita perhatian.

Hari ini, ketika platform yang digunakan untuk memberitakan malih jadi digital, keterbatasan ruang dan waktu bukan halangan. Berapa pun banyaknya isu yang dikemukakan oleh media konvensional maupun media sosial, tak jadi soal. Maka yang tetap jadi perhitungan, adalah rentang perhatian manusia. Ini di era digital, makin pendek dan terbatas.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait