URnews

Pernikahan Dini Meningkat saat Pandemi, Ini Kata Pakar Hukum Unpad

Nunung Nasikhah, Rabu, 2 September 2020 12.56 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pernikahan Dini Meningkat saat Pandemi, Ini Kata Pakar Hukum Unpad
Image: Ilustrasi pernikahan dini. (indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au)

Sumedang - Tren pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini di Indonesia terus saja meningkat. Bahkan, di tengah masa pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai ini, lonjakan angka pernikahan dini di Indonesia masih saja terjadi. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyebut bahwa angka perkawinan anak pada usia dini pada masa pandemi COVID-19 tercatat mengalami kenaikan hingga 24 ribu.

Angka itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag). Dari situ terlihat jika pihak yang mengajukan dispensasi perkawinan saat pandemi ini mengalami lonjakan cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2019.

Praktik pernikahan dini ini tetap saja marak terjadi meskipun pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun melalui Undang-undang Nomor 19 tahun 2019.

Selain itu, juga sudah ada aturan yang menetapkan penyimpangan batas usia minimal dalam pernikahan hanya bisa dimohonkan dispensasi ke pengadilan.

Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr. Susilowati Suparto, M.H., mengatakan, regulasi tersebut belum bisa menekan praktik pernikahan dini di Indonesia. Dispensasi ke pengadilan semakin meningkat.

Ia menambahkan, peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi COVID-19 ini ditengarai akibat adanya masalah ekonomi.

“Para pekerja yang juga orang tua tersebut seringkali mengambil alternatif jalan pintas dengan menikahkan anaknya pada usia dini karena dianggap dapat meringankan beban keluarga,” ungkap Susilowati, seperti dikutip dari website resmi Unpad (2/9/2020).

Pemicu lonjakan pernikahan dini juga ditengarai karena adanya kebijakan penutupan sekolah dan pemberlakuan belajar di rumah.

Susilowati menuturkan, aktivitas belajar di rumah mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar. Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah.

“Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan Kehamilan di Luar Nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini,” tandasnya.

Dosen FH Unpad lainnya, Dr. Sonny Dewi Judiasih, M.H.CN., mengungkapkan jika praktik perkawinan di bawah umum rentan terjadi pada perempuan di pedesaan yang berasal dari keluarga miskin serta tingkat pendidikan yang rendah.

Faktor yang memengaruhi praktik pernikahan dini ini di antaranya adanya faktor geografis, terjadinya insiden hamil di luar nikah, pengaruh kuat dari adat istiadat dan agama, hingga minimnya akses terhadap informasi kesehatan reproduksi.

Sonny mengatakan, seharusnya pengadilan tidak mempermudah izin dispensasi kawin. Fakta di lapangan, hampir 90 persen permohonan dispensasi perkawinan dikabulkan oleh hakim.

Hal ini menjadikan Indonesia kerap bertahan di jajaran negara dengan angka pernikahan dini tertinggi di dunia.

Hakim, kata Sonny, seharusnya mempertimbangkan alasan yang menjadi dasar permohonan dispensasi. Pertimbangan mengadili permohonan dispensasi kawin, menurut Sonny, harus mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019.

“Apakah alasan tersebut merupakan alasan yang mendesak atau dapat ditunda, serta mempertimbangkan perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis dalam bentuk nilai-nilai hukum, kearifan lokal, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait