URedu

PPDB Jalur Zonasi Kota Malang Buruk, Ini 4 Tuntutan MCW ke Disdikbud

Nunung Nasikhah, Rabu, 3 Juni 2020 12.57 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
PPDB Jalur Zonasi Kota Malang Buruk, Ini 4 Tuntutan MCW ke Disdikbud
Image: Siswa SDN Mergosono 1 Kota Malang dalam implementasi merdeka belajar (IG @dikbudkotamalang)

Malang – Pendaftaran penerimaan peserta didik Baru (PPDB) jalur zonasi di Kota Malang telah dibuka sejak kemarin (2/6/2020).

Hanya saja, dalam pelaksanaannya, PPDB jalur zonasi tersebut memiliki banyak masalah. Mulai dari jaringan yang error, hingga ketiadaan kebijakan yang mengcover peserta didik baru yang berkasnya bermasalah.

Sayangnya, masalah yang menghadang dalam pelaksanaan PPDB jalur zonasi tersebut justru membuat kekhawatiran tersendiri sebab dilaksanakan dalam masa darurat pandemi coronavirus disease (COVID-19).

“Setiap warga terdampak harus berjibaku dengan virus lantaran mengurus permasalahan tersebut ke sekolah dan Dinas Pendidikan. Tidak jarang orangtua calon peserta didik harus bolak-balik dikarenakan perintah dari pemberi layanan,” tulis Unit Pendidikan Publik Malang Corruption Watch (MCW), Ahmad Ady melalui siaran pers yang diterima tim Urbanasia pada Rabu (3/6/2020).

Selain itu, menurut MCW, terjadi praktik diskriminatif terhadap sebagian warga negara yang hendak menyekolahkan anaknya namun terbengkalai oleh syarat adminstratif, utamanya pada jalur pindah.

“Sebagai contoh, dari hasil obrolan kita dengan seorang warga di kelurahan Sawojajar yang anaknya baru pindah dan hendak mendaftarkan anaknya namun ditolak karena waktu pindah KK (kartu keluarga) belum mencapai 1 tahun,” kata Ady.

“Sementara itu, pemerintah sendiri tidak memiliki mekanisme lain yang lebih akomodatif dan adil untuk mengakomodir persoalan ini. Hanya menyarankan untuk mengikuti jalur offline itupun jika kuotanya masih ada yang, sebetulnya (itu) membuka celah munculnya praktik jual beli kursi,” lanjut Ady.

Di sisi lain, PPDB jalur zonasi Kota Malang juga mengakibatkan kerugian ekonomi yang dialami para pihak orang tua/wali dan keluarga calon peserta didik yang seharusnya dapat diminimalisir oleh panitia PPDB.

“Misalnya, seperti pengeluaran biaya transportasi, makan, dan lainnya selama menunggu proses antrian verifikasi di Dinas Pendidikan, maupun diperintah mengurus KK, atau kembali mengurus di masing-masing sekolah, begitupun sebaliknya,” ujar Ady.

Menimba masalah-masalah itu, MCW kemudian mendesak 4 hal kepada pemerintah Kota Malang terutama Dinas Pendidikan dan Kebudayan (Disdikbud).

Pertama, melakukan evaluasi secara medasar terhadap konsep dan pelaksanaan PPDB sehingga dapat berlangsung secara efektif dan terukur pada pelaksanaan hari kedua dan untuk tahun-tahun berikutnya.

“Dinas pendidikan harus melakukan sosialisasi secara massif terhadap warga kota Malang terkait sejumlah informasi berkaitan dengan pelaksanaan PPDB. Memastikan sistem dan perangkat, baik server, map, dan perangkat lainnya yang mendukung pelaksanaan secara tepat dan terukur,” bunyi tuntutan MCW yang kedua.

Ketiga, MCW meminta Pemkot Malang menyediakan sistem pelayanan PPDB secara integral yang menghubungkan satu perangkat layanan dengan perangkat layanan lainnya untuk mempermudah warga dalam mengakses layanan secara prima.

Terkahir, mendesak DPRD dan dewan pengawas pendidikan untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan PPDB di lapangan dan memastikan tidak terjadinya praktik jual beli kursi di setiap satuan pendidikan.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait