URnews

Sempat Dilarang Rasul, Bagaimana Sejarah Rukiah dalam Islam?

Ika Virginaputri, Rabu, 2 Juni 2021 19.19 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sempat Dilarang Rasul, Bagaimana Sejarah Rukiah dalam Islam?
Image: Sejarah rukiah dalam Islam (Youtube @TLT TV)

Jakarta - Meninggalnya Aisyah, bocah perempuan yang masih berumur 7 tahun di Temanggung, Jawa Tengah, akibat "praktik rukiah" sempat membuat heboh masyarakat di pertengahan Mei 2021. Rukiah pun ramai jadi topik pembicaraan di media sosial.

Untuk meluruskan simpang-siur tentang praktik rukiah, Urbanasia sempat ngobrol-ngobrol dengan Ustaz H Ahmad Junaedi, Ketua Umum ARSYI (Asosiasi Ruqyah Syar'iyyah Indonesia).

Menurut Ustad Junaedi, ada tiga syarat rukiah yang di syar'ikan atau dibolehkan dalam ajaran Islam.

"Pertama, rukiah terdiri dari ayat-ayat atau nama Allah. Kedua dibacakan bahasa aslinya atau bahasa yang dipahami. Yang ketiga harus diyakini bahwa yang memberikan pengaruh pada rukiah adalah Allah SWT."

Lalu bagaimana awal sejarah rukiah ini sampai akhirnya populer di kalangan masyarakat?

Berawal dari Syirik hingga Jadi Penyembuh

Bicara tentang sejarah rukiah, Ustaz Junaedi menjelaskan bahwa rukiah sudah ada jauh sebelum zaman Nabi Muhammad S.A.W. Hanya saja saat itu sifatnya masih menyekutukan Allah dengan meminta kesembuhan kepada berhala.

1622635757-R1.pngSumber: Proses rukiah (Youtube @TLT TV)

Itu sebabnya Nabi Muhammad sempat melarang praktik rukiah, karena termasuk perbuatan syirik karena meminta sesuatu kepada selain Allah.

Namun seiring berjalannya waktu, suatu hari para sahabat datang menemui Nabi Muhammad dan bercerita tentang keberhasilan mereka melakukan rukiah.

Mendengar hal itu, Nabi Muhammad pun berpendapat tidak mengapa rukiah selama tidak ada kesyirikan di dalamnya.

"Sampaikan rukiah-rukiah yang kalian miliki selama tidak ada kesyirikan dan penyekutuan Allah." Nabi Muhammad berseru kepada para sahabat.  

Sejarah rukiah dalam Islam tercantum di Al Quran dan hadits-hadits. Di antaranya surat Al Qiyamah ayat 26-27, surat Al Fussilat ayat 44, surat Yunus ayat 57 dan Al Isra ayat 82.

Semua ayat tersebut menegaskan bahwa Al Quran merupakan syifa' (kesembuhan). Rukiah sendiri dalam bahasa Arab berarti meminta kesembuhan atau perlindungan.

Sejak diizinkan Nabi Muhammad, praktik rukiah pun mulai dikenal kalangan umat muslim. Ayat Quran menjadi penyembuh berbagai macam penyakit.

Mulai dari yang sifatnya medis seperti sengatan kalajengking, sampai nonmedis seperti kemasukan jin dan gangguan sihir.

Nabi Muhammad pun dikenal sering merukiah para sahabat dengan membacakan doa dan ayat-ayat.

Seperti yang dilakukan pada Usman bin Affan saat beliau sakit dan Usman bin Abil As yang mengalami gangguan saat shalat akibat kemasukan jin.

Hadis Riwayat Muslim bercerita tentang Aisyah pernah merukiah Nabi Muhammad yang terkena gangguan ain, penyakit yang disebabkan oleh pandangan mata.

Ustad Ahmad Junaedi menjelaskan gangguan ain sebagai bentuk kekaguman atau ketidaksukaan kita pada sesuatu/seseorang tanpa menyebut nama Allah, tanpa berzikir mengagungkan Allah, atau tanpa meminta berkah kepada Allah.

1622636044-R2.pngSumber: null

Merujuk pada surat Yunus ayat 57, datangnya kesembuhan pertama kali berasal dari hati dan jiwa kita. Itulah alasan mengapa rukiah mengutamakan penggunaan ayat Quran sebagai metode pengobatan yang menyasar rohani si pasien.

Perkembangan Rukiah dan Teknologi

Pengobatan rukiah syar'i selalu menggunakan ayat-ayat Quran dan Asmaul Husna, maka faktor keimanan seorang ahli rukiah sangat penting.

Karena itu, semua sahabat Nabi Muhammad bisa melakukan rukiah.

Kepada Urbanasia, Ustaz Junaedi bercerita tentang bagaimana Nabi Muhammad memuji Umar bin Khattab sebagai orang yang imannya sangat tinggi sehingga sangat ditakuti oleh makhluk ghaib.

"Wahai Umar, sejak kamu masuk Islam, setiap ada setan yang berpapasan denganmu maka setan itu akan berpaling atau mencari tempat lain." begitulah Rasul memuji Umar.

Selain itu, setiap kitab sunnah dan hadits seperti Shahih Bukhari, Muslim dan Abu Dawud, semuanya pasti punya bab yang menjelaskan tentang Thibbun Nabawi (metode kedokteran ala Nabi Muhammad).

Di dalamnya tercantum tentang rukiah dan al hijamah yang kita kenal sebagai bekam untuk metode komplementer. Hal ini membuktikan bahwa rukiah juga merupakan sebagian sunnah Nabi dan bentuk muamalah.

Selain mendoakan, rukiah yang dilakukan Rasul juga bersifat holistik karena beliau sering menasihati orang yang dirukiahnya untuk mengonsumsi asupan bergizi seperti madu, susu dan habbatussauda untuk mempercepat kesembuhan.

Dari segi teknik dan metode, rukiah pada zaman Nabi Muhammad tidak berbeda jauh dengan praktik rukiah syar'i jaman sekarang.

Sama-sama mengutamakan ayat-ayat suci Al Quran sebagai pengobatan. Namun seiring berkembangnya jaman, rukiah pun berkembang menjadi lebih terorganisir.

Menurut Ustaz Junaedi, jaman sekarang ada kebutuhan untuk mengorganisir rukiah. Misalnya dengan mendirikan klinik rukiah dan mewadahi ahli-ahli rukiah seperti ARSYI (Asosiasi Ruqyah Syar'iyyah Indonesia).

Selain untuk memudahkan pasien, juga untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang rukiah syar'i.

Bahkan saat ini juga sudah ada rukiah massal dan rukiah online yang dilakukan lewat video call. Apakah masih bisa disebut rukiah karena dilakukan secara tidak langsung?

Menanggapi hal ini Ustad Junaedi menjawab, "Yang namanya doa kan pasti nyampe, di mana pun orang itu berada. Selama mendengar suara kita, itu sangat bermanfaat. Video call lebih memudahkan (orang yang merukiah) untuk mengarahkan dan mengidentifikasi (pasien)."

Ustaz Junedi menambahkan bahwa rukiah jarak jauh sudah dilakukannya sejak sebelum pandemi, yaitu sejak tahun 2005 via sambungan telepon untuk mensiasati masalah jarak.

Saat itu pasien Ustad Junaedi ada yang tinggal di Hong Kong, Jepang, Belanda, Jerman dan Australia. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait