URnews

Soal Unggahan Data Pribadi Pemotor Plat AA, Pengamat: Bisa Kena UU ITE

Ika Virginaputri, Sabtu, 29 Mei 2021 20.16 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Soal Unggahan Data Pribadi Pemotor Plat AA, Pengamat: Bisa Kena UU ITE
Image: Unggah data pribadi orang lain tanpa ijin bisa kena UU ITE (ilustrasi: ThreatPost)

Jakarta - Viralnya foto seorang pemotor plat AA yang mengacungkan jari tengah ke rombongan pesepeda di Jalan Sudirman, Jakarta, berbuntut sebuah unggahan yang tak kalah viral di media sosial.

Datangnya dari akun instagram @deddybram di mana postingan story-nya berisi data pajak kendaraan si pemotor yang sudah menunggak 2 tahun.

Tak puas hanya mengunggah data si pemotor, pemilik akun @deddybram juga menuliskan sindiran, “Positive thinking aja gaes, mungkin beliau excited karena disuruh masuk pas hari libur nasional. Tau sendiri kan berdasarkan UU13/2003 dab KEP-102/MEN/VI/2004 soal upah lembur di hari libur nasional itu buat 8 jam pertama 2 kali upah sejam,"

Padahal menurut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE) pasal 26, ada larangan menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa izin yang bersangkutan. Kutipan Pasal 26 UU No 19/2016 tersebut berbunyi: 

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Sedangkan menurut pakar komunikasi digital, Firman Kurniawan Sujono, mengunggah data pribadi seseorang tanpa ijin menggunakan perangkat elektronik juga bisa dijerat UU ITE pasal 32 yang berbunyi:

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik[1] Orang lain yang tidak berhak.
3. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Dihubungi Urbanasia melalui sambungan telepon pada Sabtu (29/5/2021), Firman juga menambahkan, ancaman hukuman bagi pelanggar pasal 32 UU ITE tersebut diatur dalam pasal 48 yang isinya:

1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Terdapat data pribadi seseorang yang diunggah orang lain ke media sosial, dan ini dapat dikategorikan sebagai doxing. Walaupun menurutnya, "Kalau doxing biasanya data yang dibuka lebih kompleks ya. Tapi ini bisa masuk kategori itu," tegas Firman.

Selain itu, dosen Pascasarjana Universitas Indonesia ini berpendapat, bahwa latar belakang pengunggahan data pribadi ini, bisa jadi dilandasi tidak diselesaikan masalah dengan dialog yang memuaskan. Ini bisa jadi akibat viralnya foto pemotor plat AA tersebut, menyebabkan sentimen yang beredar di media sosial cenderung didominasi oleh kritikan netizen ke pesepeda.

"Itu kan ciri-ciri orang yang tidak selesai masalahnya dengan dialog, lalu melampiaskannya dengan cara lain," ujar Firman kepada Urbanasia, "Sehingga dia berpikir, 'Apa yang bisa saya gunakan untuk membalas?'"

"Ini merupakan tanda bahwa budaya digital sudah menghilangkan dialog sebagai cara menyelesaikan masalah." tutupnya.
 
Sayangnya jalan keluar yang ditempuh, berpotensi melanggar hukum. Hati hati ya, guys.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait