URnews

Soal Wisata Medis di Tengah Pandemi, Ini Pendapat Pakar

Shelly Lisdya, Jumat, 17 September 2021 16.07 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Soal Wisata Medis di Tengah Pandemi, Ini Pendapat Pakar
Image: Ilustrasi wisata medis di pemandian air panas Guci. (Instagram @info_wisata_guci_official)

Malang - Pemerintah terus gencarkan pengembangan wisata kesehatan atau medical tourism. Salah satu batu loncatan dalam pengembangan industri wisata medis nasional adalah Indonesia Health Tourism Board (IHTB).

Ada empat kategori yang bakal dijual dalam IHTB tersebut, antara lain adalah wisata medis berbasis layanan unggulan, wisata kebugaran dan herbal berbasis SPA, pelayanan kesehatan tradisional dan herbal, wisata olahraga kesehatan berbasis event olahraga, serta wisata ilmiah berbasis MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition).

“Tujuan utama pembentukan IHTB adalah untuk menaungi dan mengembangkan wisata kesehatan di Indonesia. IHTB juga diharapkan dapat meminimalisasi ketidakpercayaan masyarakat pada institusi medis di Indonesia, dan meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan belum lama ini, dikutip Urbanasia

Menanggapi hal ini, Pakar Pariwisata Universitas Brawijaya (UB), Faidlal Rahman sangat menyetujui usulan pemerintah terkait dengan pengembangan wisata kesehatan atau medis ini.

Kepada Urbanasia, Faid menyebut, salah satu program ini dapat terus berkembang seiring berjalannya waktu, terlebih selama pandemi COVID-19.

"Wisata medis merupakan salah satu bentuk wisata yang kedepannya berpotensi untuk terus dikembangkan. Wisata medis dalam kondisi pandemi COVID-19 ini disinyalir mendapatkan ruang. Karena saat ini kesehatan menjadi nomer wahid yang harus diutamakan dan dijaga oleh setiap insan," katanya kepada Urbanasia, Jumat (17/9/2021).

Terkait apakah nantinya akan menjadi magnet untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara, menurut Faid hal itu bisa saja terjadi karena Indonesia memiliki banyak potensi. 

"Indonesia dengan segala potensinya perlu terus dikembangkan dengan menjadikan wisata sebagai magnetnya. Bisa saja (menjadi magnet), makanya perlu dikaji dan dianalisis pasar wisatawannya," terangnya.

Ia pun mencontohkan, di Jawa Timur banyak sekali daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan wisata medis. Seperti misalnya di Pulau Madura di Kota Batu.

"Setiap daerah punya wisata medis, ada yang bersumber dari alam, pertanian dan lainnya. Misalnya Kota Batu, punya pemandian Cangar, di mana wisatawan bisa mandi air panas yg bisa menyehatkan bagi yang memiliki penyakit kulit. Di Sumenep, ada sebuah pulau yang diyakini mengandung oksigen tertinggi nomor dua. Di mana oksigen ini sangat baik untuk kesehatan, ini sangat bagus untuk dikembangkan," paparnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Wisata Medis Indonesia (AWMI) Taufik Jamaan menyebut jika Indonesia sangat lambat terkait pengembangan wisata medis. Bahkan, ia menyebut sangat kalah jauh dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand, Singapura, Malaysia dan Filipina.

Program wisata medis di Thailand sudah dimulai sejak tahun 2010 lalu, dengan Bumrungrad International Hospital sebagai ikonnya dan menjadi satu-satunya negara yang menerapkan wisata medis halal di dunia.

"Seharusnya Indonesia sebagai pioner karena mayoritas penduduknya muslim. Kita malah terlambat," kata Taufik Jamaan dalam kanal YouTube AWMI.

Sementara pelopor wisata medis di Thailand, dijelaskan Taufik adalah Profesor Winai Dahlan yang merupakan cucu dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan.

"Jelas tertinggal, beliau malah merapat ke Thailand. Kalau kita garap serius wisata medis ini, bisa menahan atau mendorong devisa untuk Indonesia," katanya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait