URnews

Sri Lanka Bangkrut, Minta Warga Perantau untuk Kirim Uang

Rizqi Rajendra, Kamis, 14 April 2022 18.08 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sri Lanka Bangkrut, Minta Warga Perantau untuk Kirim Uang
Image: Ilustrasi - Pedagang pasar di Sri Lanka. (John Gibson/Pixabay)

Jakarta - Sri Lanka mendesak warganya yang merantau ke luar negeri agar segera mengirim uang ke negaranya untuk membantu membayar makanan dan bahan bakar pada Rabu, (13/4/22).

Permintaan itu karena Sri Lanka terlilit utang luar negeri senilai 51 miliar dolar AS atau setara Rp 731 triliun. Negara kepulauan itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi yang terburuk sejak kemerdekaan tahun 1948.

Barang-barang mengalami kelangkaan dan juga pemadaman listrik terjadi secara berkala, membuat rakyat Sri Lanka geram dan menuntut pemerintahan Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri.

Gubernur Bank Sentral, Nandalal Weerasinghe mengatakan, ia membutuhkan warga Sri Lanka yang di luar negeri untuk mendukung negara pada saat yang genting ini dengan menyumbangkan devisa yang sangat dibutuhkan.

Seruan Weerasinghe tersebut dilakukan sehari setelah pemerintah mengumumkan untuk menangguhkan semua utang luar negeri. Pemerintah Sri Lanka juga mengaku akan menggunakan dana bantuan untuk persediaan bensin, obat-obatan dan kebutuhan lainnya yang semakin menipis.

Bahkan, ia telah menyiapkan rekening untuk sumbangan di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman serta berjanji untuk membelanjakan bahan-bahan pokok yang paling dibutuhkan.

"Memastikan bahwa transfer mata uang asing tersebut akan digunakan untuk impor kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan," ujar Weerasinghe seperti dikutip The Times of India, Rabu, (13/4/22).

Sementara itu, para warga Sri Lanka mengaku skeptis terhadap kebijakan pemerintahnya. Mereka takut jika mereka menyumbang, maka dana sumbangannya akan diselewengkan oleh pemerintah.

Apalagi, Perdana Menteri Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa pernah melakukan korupsi atas dana bantuan yang diterima pada saat negara itu dilanda tsunami pada Desember 2004 yang menewaskan 31.000 orang.

"Kami tidak keberatan membantu, tetapi kami tidak dapat mempercayai pemerintah dengan uang tunai kami," kaya seorang Dokter Sri Lanka di Australia yang enggan disebutkan namanya.

"Ini bisa berjalan dengan cara yang sama seperti dana tsunami," kata seorang insinyur perangkat lunak Sri Lanka di Kanada.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait