20.783 Kasus Sifilis Ditemukan Selama 2022, 46 Persen Menyerang Perempuan
Jakarta - Sebanyak 20.783 orang terkonfirmasi positif penyakit sifilis. Jumlah tersebut ditemukan selama tahun 2022 dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi mengatakan, sebanyak 46 persen dari jumlah tersebut merupakan perempuan, dan sisanya laki-laki.
“Kita berfokus pada penemuan kasus dengan melakukan skrining dini sifilis pada level populasi, terutama populasi rentan dan risiko tinggi dengan menggunakan rapid test (tes cepat) yang sudah terstandar dan hasilnya cepat, sehingga bila ditemukan hasil positif dapat segera ditangani,” katanya, melansir Antara, Jumat (12/5/2023).
Sementara itu, pada kelompok usia diketahui bahwa tiga persen anak berusia di bawah empat tahun terkena sifilis, diikuti dengan usia 5-14 tahun 0,24 persen, 15-19 tahun enam persen, 20-24 tahun 23 persen, sedangkan bagi usia di bawah 50 tahun ada lima persen.
Kasus paling tinggi ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun mencapai 63 persen.
Imran melanjutkan terkait dengan kelompok populasinya, penderita sifilis paling banyak ditemukan pada laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki (LSL) sebesar 28 persen.
Kemudian di urutan kedua ada ibu hamil 27 persen, pasangan berisiko tinggi (risti) sembilan persen, Wanita Pekerja Seks (WPS) sembilan persen, Pelanggan Pekerja Seks (PPS) empat persen, Injection Drug Users (IDUs) 0,15 persen, waria tiga persen, dan lain-lain 20 persen.
Beberapa penyebab dari kasus sifilis tersebut berhubungan erat dengan perilaku masyarakat yang gemar berhubungan seks secara berisiko tanpa menggunakan kondom.
Selain itu, terdapat kelompok tertentu yang sering berganti pasangan ketika seks, hingga pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis.
Langkah Kemenkes
Menanggapi permasalahan tersebut Kemenkes telah melakukan upaya untuk mengatasi sifilis yaitu dengan memperkuat sistem pelacakan kasus penyakit sifilis hingga ke fasilitas kesehatan terjauh di Indonesia.
“Kementerian Kesehatan sudah membuka akses layanan Infeksi Menular Seksual (IMS) hingga ke perifer. Pengobatan program IMS sudah merambah hingga puskesmas terjauh di Indonesia,” kata Imran.
Imran menjelaskan melalui akses yang dibuka hingga ke fasilitas kesehatan terjauh, pihaknya mengintensifikasi sejumlah pelatihan untuk IMS kepada para tenaga kesehatan.
Dari pelatihan untuk memberikan tatalaksana yang sesuai prosedur, layanan IMS yang diberikan salah satunya berupa skrining HIV, sifilis dan hepatitis B atau yang disebut dengan program triple eliminasi pada ibu hamil.
Program tersebut menyasar pada ibu rumah tangga dan penemuan kasus aktif pada laki-laki pelanggan seks yang bergejala IMS. Imran menjelaskan pada daerah lain yang mengalami penularan sifilis tinggi di populasi kunci, salah satunya adalah laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki (LSL) telah dilakukan notifikasi pasangan pada kasus sifilis.
Kemenkes juga sudah menyediakan alat diagnosis sifilis beserta obat-obatan yang dibutuhkan pasien terkait di fasilitas kesehatan yang ada.
Dalam hal ini berupa skrining sifilis yang menggunakan rapid test terstandar dan hasilnya cepat sehingga bila ditemukan hasil positif dapat segera ditangani.
Sejalan dengan itu, edukasi dan pencegahan dengan kondom juga digalakkan melalui sebuah kampanye yang digencarkkan oleh kementerian Kesehatan. Sebab peningkatan pengetahuan dan pencegahan sangatlah perlu untuk mengetahui kasus secara dini.
“Terakhir kami tidak hanya menyediakan pengobatan, akses layanan, pelatihan fasyankes hingga di ujung Indonesia saja. Tetapi juga ketersediaan logistik obat dan alat pemeriksaan sifilis,” ucap Imran.
Sementara Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengingatkan bahwa penyakit seperti HIV, sifilis, dan hepatitis B adalah tiga penyakit menular seksual berbahaya yang ditularkan secara langsung dari Ibu ke anaknya, terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
Syahril mengimbau masyarakat setia pada pasangan masing-masing dan menghindari perilaku seks yang berisiko sebagai upaya mencegah penularan penyakit sifilis meluas.
“Saya mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang berisiko. Bagi yang belum menikah gunakan pengaman agar menghindari hal-hal yang dapat berisiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental,” ujar Syahril.