Benarkah Ada ‘Stroke Berat’ dan ‘Stroke Ringan’ di Dunia Medis?
Jakarta - Stroke merupakan salah satu penyakit yang mengancam siapa saja. Tak hanya orang-orang usia lanjut, stroke kini juga sering menimpa orang-orang berusia muda.
Meski demikian, pemahaman masyarakat terhadap stroke masih cukup sedikit. Bahkan di masyarakat berkembang anggapan bahwa stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke berat dan stroke ringan.
Baca Juga: 4 Tips Cegah Heat Stroke saat Olahraga
Dokter Spesialis Saraf dari RS Pondok Indah, dr Sigit Dewanto H., Sp. N, FINS, FINA menjelaskan, istilah stroke ringan dan stroke berat sebenarnya tidak ada di dunia media.
Istilah itu, kata dia, biasa digunakan dokter untuk memberikan penjelasan yang mudah dimengerti pasien maupun keluarga pasien.
“Jadi tidak ada stroke ringan atau stroke berat. Itu cara kita supaya (pasien dan keluarga pasien) tidak kaget. Kalau saya ngomong kena stroke berat, pasti nangis,” kata Dokter Sigit dalam diskusi media bertema ‘Penanganan Stroke dengan Teknologi Terdepan’ di Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Dokter Sigit menerangkan, stroke adalah keadaan terganggunya peredaran darah ke otak secara mendadak. Biasanya, stroke bisa disebabkan oleh pembuluh darah di otak yang tersumbat atau pecah.
Dengan demikian, lanjutnya, stroke dibagi menjadi dua kondisi, yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Stroke hemoragik adalah kondisi ketika pembuluh darah di otak pecah, sedangkan iskemik ketika pembuluh darah di otak tersumbat.
Dokter Spesialis Saraf dari RS Pondok Indah, dr Sigit Dewanto H., Sp. N, FINS, FINA. (Urbanasia)
“Dua kondisi ini menyebabkan terputusnya asupan oksigen dan nutrisi ke jaringan otak, sehingga jaringan otak menjadi rusak,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Dokter Sigit juga menjelaskan beberapa gejala stroke, seperti kesemutan pada satu sisi tubuh, kebingungan, kesulitan bicara, kesulitan melihat, kesulitan berjalan, pusing berputar, nyeri kepala, hingga pingsan.
Baca Juga: 5 Cara Cegah Stroke yang Wajib Diketahui
Gejala-gejala tersebut akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Menurut Dokter Sigit, hal itu lantaran otak manusia seperti komputer, sehingga gejalanya berdasarkan kerusakan yang terjadi.
Hanya satu yang pasti yaitu datangnya gejala. Menurut Dokter Sigit, gejala stroke datang secara tiba-tiba.
“Gejala stroke selalu tiba-tiba. Kalau ada gejala sebelumnya, mungkin bukan stroke, tapi yang lain, misalnya tumor otak,” lanjutnya.
Selain gejala, Dokter Sigit juga menjelaskan perihal faktor risiko stroke. Dalam hal ini ada faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi usia, prevalensi yaitu pria lebih rentan dibanding wanita, ras Afrika-Amerika, dan genetik.
Sedangkan faktor risiko yang bisa diubah yaitu hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, diabetes melitus, kolesterol tinggi, obesitas, stres, dan penyakit jantung.