URguide

Tantangan Ramadan di Prancis: Jam Puasa yang Lama hingga Adaptasi Musim

Kintan Lestari, Minggu, 9 Mei 2021 14.05 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tantangan Ramadan di Prancis: Jam Puasa yang Lama hingga Adaptasi Musim
Image: Potret Wisnu di depan Masjid Raya Paris (Grande Mosquee de Paris), Prancis. (Wisnu Uriawan for Urbanasia)

Lyon -  Umat muslim di seluruh dunia kini tengah menjalankan ibadah puasa. Begitu pun dengan umat muslim di Prancis.

Menjalankan ibadah puasa di negeri orang, tentu ada kisah menarik dan tantangan yang dialami orang yang menjalaninya.

Itu pun yang dirasakan oleh Wisnu Uriawan, mahasiswa PhD jurusan Informatika dan Matematika di Institut National des Sciences Appliquées (INSA) de Lyon.

Tahun ini merupakan tahun ketiga bagi Wisnu menjalankan ibadah puasa di Prancis.

Berada di negara yang umat muslimnya minoritas tentu berbeda dengan tinggal di negara yang muslim jadi mayoritas seperti Indonesia.

Di Prancis, Wisnu mengungkap tidak ada tradisi menyambut Ramadan seperti pawai obor di masa sebelum pandemi atau berkunjung ke makam keluarga.

Di Kota Mode itu, komunitas muslim di sana, termasuk muslim Indonesia, menyambut datangnya Ramadan dengan beraktivitas seperti biasa. Hanya di dalam masjid saja euforia akan bulan Ramadan terasa.

1620482974-wisnu-prancis.jpegSumber: Potret Wisnu bersama komunitas muslim Prancis. (Wisnu Uriawan for Urbanasia)

Berpuasa di perantauan, tentu ada sejumlah tantangan yang dirasakan oleh Wisnu. Salah satunya adalah musim.

Waktu siang har/i di Prancis lebih lama dibanding malam hari. Maka tak heran umat muslim di sana, termasuk Wisnu, harus berpuasa lebih lama sampai sekitar 19 jam. Musim yang sedang berlangsung pun kadang tidak mendukung untuk menjalankan puasa. 

"Di tahun awal saya di Prancis, itu kebetulan menyentuh musim panas. Jadi memang suhu sedikit berpengaruh dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan ini," pungkas Wisnu.

Dengan suhu yang tidak mendukung, Wisnu mengungkap perlunya orang yang akan berpuasa melakukan beberapa persiapan. Misalnya saat santap sahur, kalau biasa umat muslim bisa tahan puasa dengan sahur memakan roti dan kentang, kini mereka harus makan nasi serta lauk-pauk yang cukup.

Kemudian ia juga berusaha menyesuaikan aktivitas dengan kondisi fisiknya yang tengah berpuasa agar tidak terlalu lelah saat berpuasa. Jadi seringnya Wisnu dan temannya menghabiskan waktu dengan beraktivitas yang tidak memerlukan kondisi fisik, seperti membaca buku atau berdiskusi. 

Namun ada juga yang memutuskan berolahraga menjelang berbuka puasa supaya tetap fit. Tentunya olahraga yang dilakukan yang ringan saja, seperti jogging atau jalan kaki. 

1620482962-ppi-prancis-wisnu.jpegSumber: Potret Wisnu di depan Masjid Raya Paris (Grande Mosquee de Paris), Prancis. (Wisnu Uriawan for Urbanasia)

Sejak tahun lalu dunia dilanda pandemi COVID-19. Prancis pun tak luput dari wabah virus tersebut. Kondisi itu memaksa umat muslim yang biasa berkumpul untuk buka bersama jadi masak dan berbuka di kediaman masing-masing. Untuk melakukan kajian pun kini hanya bisa dilakukan secara online.

Untuk mengendalikan penyebaran COVID-19, Prancis menerapkan aturan jam malam yang mana masyarakat tidak diperkenankan keluar rumah dari pukul 19.00-05.00 waktu setempat. 

Ibadah di ruang publik, seperti salat Jumat, masih diperbolehkan. Namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Jadi beberapa masjid yang ada menerapkan sistem shift bagi jamaah untuk melaksanakan salat Jumat. Saf antar jamaah juga diberi jarak satu meter agar tidak terlalu rapat saat beribadah.

Padahal sebelum pandemi melanda, sering komunitas muslim menggelar acara buka puasa bersama. Wisnu dan temannya juga sering mendatangi taman-taman untuk ngabuburit menunggu azan magrib datang. 

Meskipun berpuasa di tengah aturan pembatasan, Wisnu masih mensyukuri satu hal. Ia masih bisa merasakan masakan Indonesia di Lyon. 

Pasalnya ibu-ibu yang ada di lingkungan tempat tinggalnya sering sukarela memasakkan masakan Indonesia untuk komunitas muslim Indonesia. Ibu-ibu tersebut sering menyediakan kolak, candil, sampai gorengan.

"Alhamdulillah untuk makanan-makanan khas Indonesia selama Ramadan ini kita masih bisa mencicipi. Karena memang disediakan oleh ibu-ibu WNI yang berada di kota atau lingkungan pelajar yang ada di Prancis," curhatnya. 

1620484071-makanan-indonesia-di-prancis.jpegSumber: Makanan Indonesia yang disantap Wisnu di Prancis. (Wisnu Uriawan for Urbanasia)

Prancis sendiri belakangan ini jadi perhatian karena beberapa isu terkait umat muslim. Namun Wisnu mengatakan dalam pemerintahan ada komunitas muslim yang bisa jadi penyambung antara masyarakat muslim dengan pemerintah Prancis.

Baca Juga: Marcell Siahaan Cerita Perjalanan Menjadi Mualaf

"Prancis memiliki komunitas muslim yang berada di ring 1 pemerintahan, sehingga mereka yang jadi sambungan ataupun media komunikasi antara warga muslim Prancis dengan pemerintah Prancis. Mereka mengusulkan pendapat-pendapat sehingga apapun hasil keputusan pemerintah Prancis tentunya satu tidak akan memberatkan bagi kaum muslim yang ada di Prancis pada umumnya, tentunya juga berdampak pelajar WNI atau muslim Indonesia yang ada di Prancis," pungkasnya.

Masyarakat Prancis sendiri sering dikaitkan dengan Islamophobia, meski tidak semua orang di sana seperti itu. Namun tak bisa dipungkiri stigma tersebut melekat pada warga di sana.

Sudah hampir tiga tahun menetap di Prancis, Wisnu mengungkap dirinya tidak mengalami perlakuan diskriminasi dari warga Prancis. Ia justru menjalani hari-hari dengan nyaman di Lyon.

"Sejauh ini saya kurang lebih sudah hampir tiga tahun melaksanakan ibadah shaum Ramadan. Alhamdulillah tidak ada gangguan yang berarti malah nyaman saja. Hanya tinggal penyesuaian saja karena terkait dengan perubahan musim, kemudian makanan-makanan yang tersedia. Pada prinsipnya alhamdulillah kita 
melaksanakan ibadah puasa dengan lancar dan aman," cerita Wisnu. 
 
Menurut Wisnu, tidak tampak Islamophobia dalam kehidupan sehari-hari. Pasalnya komunitas muslim di Prancis masih bisa menjalankan ibadah seperti biasa, meski dengan aturan pembatasan karena pandemi. 

"Di kehidupan sehari-hari memang tidak begitu nampak. Ini juga ekspos media juga berpengaruh. Jadi secara umum prinsipnya kami bisa melaksanakan ibadah seperti biasa. Bagi yang akan ke mesjid juga dipersilahkan, kecuali untuk salat magrib karena ada pembatasan jam malam," tutupnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait