URedu

URtopic: Korban Kekerasan Seksual Lapor Hopehelps, Apa Tindakan UI?

Tim Urbanasia, Jumat, 24 April 2020 21.15 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
URtopic: Korban Kekerasan Seksual Lapor Hopehelps, Apa Tindakan UI?
Image: Ilustrasi kasus kekerasan seksual. (Urbanasia)

Jakarta - Universitas Indonesia (UI) belum mau bicara banyak soal kasus dugaan percobaan perkosaan yang dilakukan salah satu mahasiswanya, J terhadap sebut saja namanya Melati dan bukan nama sebenarnya, yang juga merupakan mahasiswi UI. Hingga kini, pernyataan yang baru bisa didengar oleh publik adalah komentar Rektor UI Ari Kuncoro yang menyebut UI telah membentuk tim investigasi.

Namun sayang, saat Urbanasia menanyakan soal itu kepada pihak UI, Kepala Humas dan KIP UI, Amelita Lusia juga tidak bisa berbicara banyak soal ini. Dia hanya menyebut, pernyataan yang telah disampaikan Ari Kuncoro sudah benar.

“Iya, apa yang disampaikan pimpinan sudah benar,” katanya saat dikonfirmasi Urbanasia, Jumat (24/4/2020). Amelita hanya menambahkan bahwa pihak kampus telah membentuk panitia untuk menangani kasus tersebut. 

"Perlu kami sampaikan, jika mahasiswa mengalami suatu masalah dalam perkuliahan, maka ia bisa menyampaikan secara internal kepada manajer kemahasiswaan maupun program studi," ujarnya.

Kasus Melati dan J sebenarnya terjadi pada Februari 2020 namun baru viral saat akun @ashraffadila membuat thread tentang kasus ini di Twitter pada 22 April 2020. Gara-gara thread itu, banyak netizen geram dengan tindakan pelaku yang dianggap sangat bejat.

Melati selaku korban mengaku telah melaporkan hal itu kepada dosen dan jurusan. Namun dia mengaku malah diancam akan dicabut beasiswanya jika melibatkan pihak lain dalam penyelesaian kasus ini. Dia pun akhirnya mengaku ke HopeHelps, lembaga penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di kampus.

Kasus Melati rupanya hanya salah satu dari banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus UI. Wildan Teddy dari HopeHelps UI menyebut dalam kurun waktu satu tahun terakhir hingga 20 April 2020,  HopeHelps telah menerima sedikitnya 31 kasus dugaan kekerasan seksual.

"Tapi beberapa hari setelahnya kita menerima kasus lagi. Sejauh ini sudah ada sekitar 35 kasus yang ditangani HopeHelps, namun total jumlah pastinya masih belum bisa dipastikan karena perlu direkap lagi. Kasus-kasus yang masuk masih berasal dari mahasiswa, namun HopeHelps membuka pintu untuk semua sivitas akademika," jelas Teddy.

Menurut Teddy, kekerasan seksual di kampus dibagi menjadi 2 yaitu, (1) Semua orang yang ada di kampus, entah itu tamu, penjual atau pemulung sekalipun; (2) Sivitas akademika yang ada di luar kampus, tapi per fisiknya kampus misal di kosan, apartemen, maupun di jalan.

Lalu, sejauh apa HopeHelps membantu para korban? Teddy mengatakan bahwa korban yang menghubungi HopeHelps sejauh ini hanya ingin didengar curhatannya. Meski ada juga korban yang ingin membawa kasusnya ke polisi hingga ke pengadilan. Namun sejauh ini tidak banyak. 

"Meskipun pada akhirnya semuanya nggak terlaksana karena itu request dari mereka," katanya.

Hal ini pun terjadi pada kasus Melati. Melati yang mengaku mendapat kekerasan seksual dari mahasiswa J tidak ingin membawa kasusnya ke polisi. Dia ingin masalah ini diselesaikan oleh internal kampus dengan membuat pelaku dikeluarkan dari kampus alias di DO.

Namun sayangnya, Melati yang melapor kepada pihak UI lewat dosen malah mendapat ancaman. Sementara itu HopeHelps tidak bisa banyak membantu karena secara lembaga, HopeHelps bukanlah lembaga resmi dari institusi, melainkan hanya layanan aduan terhadap kekerasan seksual bagi civitas akademika. Namun Teddy mengatakan sempat mengadakan pertemuan dengan pihak kampus untuk membahas soal kekerasan seksual di lingkungan kampus ini.

"Bulan Februari lalu kami bertemu dengan wakil rektor, lalu direktur kemahasiswaan UI. Di pertemuan ini kami mempresentasikan kenapa sih kita butuh peraturan tentang kekerasan seksual di kampus. UI sudah tahu tentang kita," kata dia.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait