URedu

URtopic: Geger Dugaan Perkosaan Mahasiswi, UI Darurat Kekerasan Seksual?

Tim Urbanasia, Jumat, 24 April 2020 21.12 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
URtopic: Geger Dugaan Perkosaan Mahasiswi, UI Darurat Kekerasan Seksual?
Image: Ilustrasi pelecehan seksual. (Urbanasia)

Jakarta - 6 Februari 2020 bisa jadi adalah tanggal paling kelabu di kehidupan seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) sebut saja namanya Melati. Siang itu seperti biasa, Melati pergi ke kampus untuk menjalani kuliah dan bercengkerama dengan teman-temannya sesama mahasiswa.

Melati kemudian diajak seorang mahasiswa sebut saja J menemui teman-teman jurusannya di sebuah area di kawasan UI yang dikenal dengan nama Kukusan Teknik (Kutek). Tanpa curiga sedikitpun, Melati mengiyakan ajakan T dan bersama-sama menuju Kutek.

Namun di tengah perjalanan, J tiba-tiba membelokkan tujuannya. Dia bilang ingin diantar ke angkringan Kukusan Kelurahan (Kukel). Melati pun masih belum curiga. Hingga ternyata, keduanya tiba di sebuah apartemen di kawasan Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat.

Di sinilah Melati mulai curiga. Dia sempat menolak ketika J mengajaknya masuk ke dalam sebuah aparteman yang belakangan diketahui adalah milik teman J. Namun entah bagaimana ceritanya, J akhirnya berhaswk'il memaksa Melati untuk masuk ke dalam apartemen itu.

J segera mengunci pintu apartemen begitu Melati sudah di dalam. Melati mulai ketakutan namun dia tak berani berontak karena melihat sebuah pisau di kitchen set apartemen tersebut. Melati takut J akan kalap dan membunuhnya jika dia memberontak.

Melati pun hanya bisa menangis namun J sama sekali tak peduli. J bahkan meminta Melati untuk tiduran di tempat tidur dan mulai memaksa Melati untuk mengikuti apa maunya. Melati yang ditindih tubuh J pun tak bisa berbuat banyak selain menangis.

Melati sempat berhasil kabur ke arah pintu apartemen namun kembali ditarik oleh pelaku. Perbuatan tak senonoh J pun semakin menjadi. Melati sempet berpura-pura mendapat telepon dari pacarnya. J sempat melarang Melati mengangkat telepon tersebut namun akhirnya diizinkan.

Kesempatan pura-pura mengangkat telepon itu digunakan Melati untuk mencari kunci apartemen. Dia pun menemukannya dan akhirnya bisa melarikan diri. Melati sudah tak banyak berpikir. Dalam pikirannya, Melati hanya menyelamatkan diri.

Setelah peristiwa itu, Melati pun menceritakan pengalaman tak menyenangkan itu kepada temannya. Dibantu temannya, Melati pun akhirnya melaporkan kasus ini ke Hopehelps, yang merupakan layanan tanggap dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Kepada HopeHelps UI, Melati mengaku sudah melaporkan kasus ini kepada dosen. Dosennya pun kemudian melaporkan ke jurusan. Namun sayang, usaha untuk speak up itu justru dibungkam. Melati malah diancam akan dicabut beasiswanya bila melibatkan pihak lain untuk menyelesaikan kasus ini.

Mediasi antara Melati, J dan orang tua J pun sempat terjadi. Orang tua J memohon agar Melati tidak membawa kasus ini ke polisi. Di pertemuan itu juga, J juga menawarkan diri untuk cuti sukarela selama satu tahun sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Karena merasa iba, Melati pun akhirnya menyetujui permintaan orang tua J. Tanggal 13 Februari 2020, J membuat surat pernyataan cuti selama satu tahun namun sayangnya itu hanya janji belaka. Hingga kini, J masih aktif berkuliah dan masih selalu ada di kampus.

Hal inilah yang membuat pihak Melati merasa dibohongi. Pihak Melati pun memutuskan untuk mencuatkan kasus ini ke media sosial lewat sebuah thread di Twitter. Thread itu dibuat oleh akun @ashraffadila. Dan seperti sudah diduga, thread itu langsung viral. Hingga berita ini ditulis, thread itu telah diretweet hampir 30 ribu kali dan mendapat lebih dari 54 like.

[THREAD: KRONOLOGI PERCOBAAN PERKOSAAN DI KAMPUS KUNING]
.
Gue disini mewakili korban yang merupakan temen gue. Gue akan ngejelasin kronologi kasus percobaan perkosaan yang sempet dipost beberapa hari lalu di instagram BEM UI pic.twitter.com/fQ5pI11YTq

— Ashraf (@ashraffadila) April 21, 2020

Sang pemilik akun memposting thread itu pada 22 April 2020 dini hari. Sebagai pembukaan thread, akun @ashraffadila menampilkan infografis yang pernah diposting di akun BEM UI yang berjudul ‘UI Darurat Kekerasan Seksual’. Infografis itu diposting pada 2 April 2020.

Di cuitan selanjutnya, akun @ashraffadila menulis kronologi dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh Melati dengan cukup detail. Bahkan, akun tersebut juga memajang foto jelas tanpa sensor mahasiswa yang diduga sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap Melati.

“Gua sengaja nggak blur bro karena kelakuan bejat lo bikin temen gua hampir gila,” tulis akun @ashraffadila seperti dilihat Urbanasia, Jumat (24/4/2020). Belakangan foto itu dihapus karena ada permintaan dari seorang perempuan yang fotonya ikut dalam frame foto mahasiswa yang diduga pelaku tersebut.

Namun setelah itu, akun @ashraffadila kembali memposting foto mahasiswa yang diduga pelaku sembari memention akun Twitter mahasiswa tersebut. Thread ini mendapat banyak dukungan dari netizen. Sejumlah perempuan sesama mahasiswa juga memberi apresiasi untuk Melati yang berani menceritakan pengalaman pahitnya.

Kasus Melati ini rupanya hanya salah satu satu dari kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan UI. Data HopeHelps UI menyebutkan, dalam periode Februari 2019 hingga April 2020, total ada 31 kasus yang dilaporkan kepada HopeHelps UI.

BEM UI menyebut kasus kekerasan seksual ibarat gunung es, kasus-kasus yang dilaporkan dan diketahui di atas hanyalah 'puncak' dari kasus kekerasan seksual yang terjadi di dalam kampus. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kampus tengah mengalami kondisi darurat kekerasan seksual.

Kepada Urbanasia, Leon, salah satu pihak dari BEM UI menyatakan sampai saat ini advokasi terhadap korban tengah dijalankan oleh HopeHelps. Namun karena BEM UI tidak menerima laporan apapun terkait ini, tidak banyak yang bisa dilakukan terkait kasus ini.

"BEM UI tidak bisa melakukan konfirmasi atas kelanjutan kasus karena tidak berkomunikasi langsung dengan korban. Jadi, ini sedang proses advokasi dan ditangani oleh HopeHelps kemudian dibantu juga sama BEM FISIP UI," ungkapnya.

Urbanasia juga sempat mengontak BEM FISIP UI untuk mengkonfirmasi kasus ini. Melalui sambungan telepon, Kepala Departemen Kasrat BEM FISIP UI, Vito, mengatakan, korban tidak melapor kepada BEM FISIP melainkan langsung ke HopeHelps.

Padahal sebenarnya, korban bisa saja mengadu ke tim BEM FISIP UI yang khusus menangangi kasus kekerasan seksual di UI. Namun rupanya hal ini tidak banyak dipilih oleh korban. Banyak korban merasa bila melapor ke kampus atau BEM justru akan membuat masalah ini berbuntut panjang dan berbelit-belit.

"Beberapa fakultas malah nggak ada layanan pengaduan seperti yang dirancang Hopehelps. Sehingga, banyak kasus yang selama ini terjadi korban memilih untuk langsung berkonsultasi dengan mereka," kata Vito.

"Sebenarnya, jika korban menyampaikan langsung melalui pihak BEM atau lembaga mahasiswa di bawah naungan institusi, khususnya di BEM FISIP UI, kami bisa mengadvokasi korban dengan berbicara langsung dalam forum kemahasiswaan dengan catatan BEM telah berkoordinasi terlebih dahulu dengan institusi," imbuhnya.

Lalu apakah pernah ada kasus yang telah selesai? Dan apa sanksinya? Menurut Vito, beberapa kasus pernah ditangani nampun belum ada sanksi berat dari pihak kampus. Karena itulah BEM FISIP UI bertekad untuk menyuarakan hal ini agar UI sebagai kampus besar bisa bersikap tegas.

"Belum pernah ada sanksi DO atau sanksi berat dari pihak kampus. Jadi kami akan segera membuat rilis sikap terhadap kasus kekerasan seksual yang sudah terjadi selama ini agar pihak kampus segera mengambil langkah tegas," kata Vito.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait