URstyle

Akademisi: Sudah Saatnya Pengunjung Tidak Naik ke Badan Candi Borobudur

Nivita Saldyni, Senin, 6 Juni 2022 20.19 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Akademisi: Sudah Saatnya Pengunjung Tidak Naik ke Badan Candi Borobudur
Image: Candi Borobudur (Foto: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI)

Jakarta – Sejak beberapa tahun terakhir pemerintah menyebut masalah utama yang dihadapi Candi Borobudur adalah tekanan besar terhadap struktur candi yang diduga terjadi akibat kelebihan kunjungan wisata. Oleh sebab itu tahun ini pemerintah berencana membatasi jumlah pengunjung dan menaikkan tarif untuk naik ke area stupa Candi Borobudur agar warisan budaya ini tetap terjaga dengan baik.

Jika merujuk pada catatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, jumlah pengunjung Candi Borobudur memang cenderung meningkat sejak 2008. Dengan catatan, kunjungan di tahun 2019 jadi yang terbanyak yaitu lebih dari 3,9 juta wisatawan.

Berdasarkan kondisi tersebut, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana menilai sudah waktunya badan Candi Borobudur tak dinaiki wisatawan. Sehingga solusi memecahkan masalah utama Candi Borobudur saat ini bukan lagi pembatasan pengunjung, melainkan menutup akses wisatawan untuk naik ke badan candi yang sudah berusia lebih dari 1.000 tahun itu. 

1654521229-pengunjung-Borobudur-Kemenko-Marinves.jpegSumber: Wisatawan di kawasan Candi Borobudur (Foto: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI)

“Kalau kita lacak, masalahnya adalah Candi Borobudur itu kan umurnya sudah lebih dari 1.000 tahun. Kemudian menurut catatan fisiknya sudah tidak lagi mampu menampung beban begitu banyak orang yang naik ke badan candi karena disinyalir sudah ada penurunan tanah yang membuat perubahan fisik seperti kemiringan candi dan sebagainya. Itu bisa membahayakan situs dan membahayakan pengunjungnya sendiri kalau terjadi sesuatu,” kata Margana saat dihubungi Urbanasia pada Senin (6/6/2022).

“Oleh karena itu solusinya ya para pengunjung tidak boleh naik sama sekali. Sudah saatnya (pengunjung tidak boleh naik). Itu harus dicek betul bahwa kondisi fisiknya seperti apa,” sambungnya.

Margana mencontohkan banyaknya pengunjung Candi Borobudur pada musim libur Lebaran tahun ini yang berlangsung pada 27 April – 8 Mei. Berdasarkan laporan PT TWC selaku pengelola Candi Borobudur, ada 143.33 wisatawan yang berkunjung ke sana selama libur Lebaran 2022 dan puncaknya terjadi pada 5 Mei dengan 31.089 wisatawan.

“Memang logikanya sudah gak mungkin bisa dinaiki dengan sebegitu banyak orang. Bayangkan kalau segitu banyak orang, pasti petugasnya juga terbatas untuk bisa mengontrol perilaku para pengunjungnya dan bebannya juga kita bayangkan, pasti sangat berat bagi candi yang usianya sudah seribu tahun lebih itu,” jelas Margana.

Selain itu, Margana menilai rencana pemerintah untuk menetapkan tarif sebesar Rp 750 ribu untuk naik ke badan Candi Borobudur lebih condong ke upaya konservasi. Padahal menurutnya menyelesaikan masalah preservasi lebih utama ketimbang konservasi.

“Kalau dibuat urutannya yang pertama preservasi dulu, baru konservasi. Jadi harus dibedakan antara dua kepentingan, preservasi dan konservasi. Itu dua hal yang berbeda," ujarnya.

"Kalau preservasi itu bagaimana merawat situs, candi ini agar tetap baik dan tidak rusak atau mencegah agar tidak rusak. Kalau konservasi itu mengelola. Kemudian memanfaatkan agar menjadi kawasan yang baik, artinya aman, bisa bermanfaat secara sosial budaya untuk ilmu pengetahuan. Syukur-syukur bisa memberikan kesejahteraan atau kepentingan ekonomi pada masyarakat,” jelas Margana lebih lanjut.

Sehingga untuk memecahkan masalah utama Candi Borobudur adalah dengan menutup akses wisatawan naik ke badan candi. Jika tidak, maka kejadian yang bisa membahayakan situs dan juga pengunjung kasih berpotensi terjadi.

“Kenapa? Karena pengunjung tetap bisa naik sementara uangnya dinaikkan. Jadi ini kurang pas antara preservasi dan konservasi itu saling bertentangan. Harusnya kebijakan konservasi didasarkan pada kondisi fisik dari si candi itu sendiri,” terang Margana.

“Jadi kalau memang secara fisik candi tidak mampu lagi memungkinkan untuk dinaiki ya jangan dinaiki,” tegasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait