URedu

Apakah Kerja Hybrid Tetap Dipakai saat Pandemi Berakhir? Ini Kata Pakar

Nivita Saldyni, Jumat, 18 Februari 2022 19.47 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Apakah Kerja Hybrid Tetap Dipakai saat Pandemi Berakhir? Ini Kata Pakar
Image: Ilustrasi WFH (Pixabay/lindsrw)

Jakarta - Sistem kerja hybrid yang kini banyak diaplikasikan perusahaan nyatanya dihadapkan dengan tantangan besar.

Bahkan hasil riset TINYpulse yang dirilis tahun 2022 menunjukkan, 80 persen dari 621 profesional HR dan pemimpin perusahaan yang mayoritas tinggal di Amerika Serikat (AS) menganggap bahwa sistem kerja satu ini terbukti melelahkan bagi karyawan.

Lantas, apakah sistem kerja hybrid working akan bertahan jika pandemi COVID-19 telah berakhir?

Urbanasia pun membahas hal tersebut bersama Psikologi Klinis Veronica Adesla, dan Konsultan HR dan Organisasi Sylvanus Hardiyanto

Dalam URlife ‘Adu Multitasking di Era Hybrid Working’ pada Jumat (18/2/20222), keduanya sepakat bahwa sistem ini bukanlah sistem kerja yang buruk diterapkan selama pandemi COVID-19. Bahkan bisa jadi sistem ini terus diadaptasi jika pandemi telah berakhir.

“Sebenarnya hybrid itu nggak sepenuhnya jelek, memang itu tantangan besar untuk dihadapi karena adanya perubahan. Tapi once kita bisa adjust, once kita bisa paham bahwa kita bisa bekerja dari mana pun (fleksibel), asalkan kita punya mindset seperti itu ya kita bisa bekerja dari mana pun dan kita bisa cukup mengatur waktu kita dengan baik,” kata Vero kepada Urbanasia.

Nah jika kita telah menemukan metode apa yang paling efektif untuk diri kita, maka Vero menyarankan agar kita diskusikan dengan tempat kita bekerja.

Kemudian konsistenlah dalam menjalankan metode yang telah disepakati. Sebab setiap metode, baik itu work from home (WFH), work from office (WFO), dan hybrid working punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Misalnya, ada pekerjaan yang jika dikerjakan secara fleksibel di rumah dengan waktu teratur dengan baik ternyata bisa lebih menghasilkan produktivitas ataupun performa kerja lebih baik dibandingkan ketika kerja di kantor.

Pada saat yang sama, ada juga pekerjaan yang lebih efektif jika dilakukan di kantor.

“Jadi sebenarnya ini (hybrid working) bisa jadi formula yang bisa jadi dipertahankan. Tapi tergantung bagaimana masing-masing perusahaan dan orang-orang yang bekerja di sana untuk bisa adjust dengan ini,” kata Vero.

Namun menurutnya, sistem ini tak akan diterapkan di semua sektor pekerjaan. Sebab ada banyak sektor pekerjaan yang tetap mengharuskan pekerjanya tetap WFO ketika kondisi normal kembali.

“Jadi menurut saya akan bergantung pada sektor pekerjaan, perusahaan, dan bagaimana karyawan-karyawannya bisa melakukan adjustment terhadap hal tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Sylvanus Hardiyanto atau yang akrab disapa Ivan mengatakan bahwa menurut survei Envoy terhadap seribu pekerja di AS, 47 persen bersedia pindah ke perusahaan lain jika perusahaan tempatnya bekerja saat ini tak menawarkan sistem kerja hybrid.

“Menariknya adalah ada survei yang dilakukan oleh Envoy menunjukkan sekitar 47 persen pekerja saat ini bersedia pindah dari perusahaan yang sekarang apabila perusahaannya tidak punya policy hybrid working. Justru dari pekerjanya berharap bahwa perusahaan punya policy hybrid working,” kata Ivan.

Melihat hal tersebut, Ivan menilai bahwa sistem kerja ini akan tetap diadopsi meski pandemi telah berakhir. Namun harus ada berbagai penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan.

“Dari sisi perusahaan, mereka strateginya di satu sisi bisa menekan operational cost. Mereka akan lebih punya kantor yang kecil atau bahkan hanya akan menyewa kantor model coworking space,” katanya.

“Namun dari strategi organisasi tentu saja harus ada perubahan karena yang tadinya pekerja bekerja dengan infrastruktur yang disediakan oleh perusahaan seperti alat kerja, koneksi internet, hingga air gallon, kopi, dan gula itu kan pindah di rumah yang mereka (pekerja) harus menyiapkan sendiri. Makanya banyak juga akhirnya perusahaan membuat semacam tunjangan untuk hal tersebut. Jadi kalau seandainya pekerja mengerjakan dengan alat kerja pribadi, ada insentifnya lagi,” jelasnya lebih lanjut.

Ivan pun mengatakan, sudah banyak model pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan organisasi yang berubah sebagai dampak dari COVID-19 ini.

“Tapi menurut saya bukan hal yang buruk, justru mungkin benar-benar perusahaan yang tadinya ‘nggak mungkin kita kerja harus ketemu langsung’ ternyata dengan adanya pandemi itu bisa dibuktikan (pekerjaan) tetap bisa terlaksana dan memang pekerjaan tertentu yang industrinya tidak beradaptasi akan segera gulung tikar,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait