URnews

Cerita Dokter yang Autopsi Brigadir J: Tidak Tegang dan Nihil Kejadian Mistis

Nivita Saldyni, Kamis, 1 September 2022 17.00 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Cerita Dokter yang Autopsi Brigadir J: Tidak Tegang dan Nihil Kejadian Mistis
Image: Dokter Ida Bagus Putu Alit DFM, SpF (Foto: Antara)

Jakarta - Banyak pihak yang terlibat dalam pengungkapan kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua alias Brigadir J, termasuk diantaranya dokter forensik. Salah satu dokter forensik tersebut adalah Dokter Ida Bagus Putu Alit DFM, SpF, atau dokter Alit.

Pria berusia 52 tahun itu adalah satu-satunya anggota tim forensik independen di kasus Brigadir J yang berasal dari Bali. Dia mengaku ditunjuk langsung oleh Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI).

"Untuk tim forensik independen kasus Brigadir J itu memang ada surat permintaan resmi dari Mabes Polri ke Kolegium PDFI. Nah, dari kolegium itulah menunjuk saya sebagai salah satu anggotanya," kata Alit kepada wartawan di Denpasar, Kamis (1/9/2022).

Dokter forensik di RSUP Prof Ngoerah Denpasar, Bali ini mengaku masuk dalam tim tersebut atas dasar kewajiban. Selain itu menurutnya, secara hukum penyidik juga punya kewenangan untuk meminta dokter forensik melakukan pemeriksaan.

"Ada kewajiban hukum bagi profesi dokter bahwa dokter akan mengaplikasikan ilmu dan teknologi yang dimilikinya untuk kepentingan peradilan, bukan semata-mata untuk kepentingan pasien, tapi untuk peradilan karena peradilan memerlukan suatu bukti-bukti yang tidak terbantahkan," ujarnya.

Ditanya soal alasan penunjukkannya oleh PDFI, Alit menjelaskan hal itu karena posisinya yang masuk sebagai akademisi sehingga imparsial dan bebas. Selain itu juga ada faktor kepercayaan dan pengalaman Alit sebagai dokter forensik yang turut jadi pertimbangan.

“Jadi itu kembali ke kewenangan PDFI yang memilih saya, dari PDFI yang mempercayai kami di sini karena banyak kasus yang kami dapatkan. Bukan kasus bersifat nasional saja, tapi juga ada beberapa kasus internasional. Dan pertimbangannya yang jelas melibatkan akademisi,” terangnya.

Lebih lanjut, Alit berbagi pengalaman soal proses autopsi jenazah Brigadir J pada Rabu (27/8/2022). Menurutnya, tak ada yang membedakan autopsi tersebut dengan pemeriksaan lain. Sebab hal ini telah jadi 'makanan' sehari-hari baginya.

"Tidak ada perasaan tegang. Kami prinsipnya dipercaya kompetensinya, kami pergunakan kompetensi. Kasus ini sama, yang membedakan skala informasi yang ditemukan oleh masyarakat karena masyarakat masih banyak bertanya-tanya," kata akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu.

Selama proses autopsi jenazah Brigadir J, sambung Alit, ada lima orang dokter yang bertugas. Selain para dokter, ada juga dua teknisi yang ditugaskan dalam proses tersebut.

Alit juga menceritakan soal waktu pengerjaan yang diminta oleh tim forensik independen menangani kasus tersebut. Ia menjelaskan sebenarnya autopsi sebenarnya hanya memakan waktu satu hari atau beberapa jam saja. Namun, pemeriksaan penunjang autopsi membutuhkan waktu cukup lama.

“Sebelumnya kami menyampaikan membutuhkan waktu empat sampai delapan pekan. Nah, maksudnya agar mempunyai waktu untuk meneliti agar sampai standar pembuktiannya tidak terbantahkan," tutur pria kelahiran Karangasem, Bali itu.

Ia sendiri mengaku sudah cukup terbiasa dengan pemeriksaan serupa. Terlebih Bali merupakan salah satu wilayah yang menurutnya kerap mendapat kasus lebih spesifik yang gaungnya terdengar hingga ke skala internasional.

"Kasus yang saya ingat kasus besar, dalam artian korbannya banyak, seperti bom. Atau kasus yang sensitif seperti Angeline. Dan kasus yang lama terungkap jadi kasus beku, masih tetap disimpan sampai sekarang belum terungkap," akunya.

Ia pun menegaskan proses dan hasil pekerjaan yang dilakukannya itu sepenuhnya bersifat sains. Sehingga dipastikan tak ada kejadian mistis yang dialaminya setelah melakukan autopsi, termasuk autopsi jenazah Brigadir J.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait