URedu

Curhat Calon Peserta soal Syarat Wajib Rapid Test UTBK: Mulai Legowo hingga Putuskan Mundur

Nivita Saldyni, Sabtu, 4 Juli 2020 09.30 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Curhat Calon Peserta soal Syarat Wajib Rapid Test UTBK: Mulai Legowo hingga Putuskan Mundur
Image: Ilustrasi pelaksanaan UTBK SBMPTN di Unair. (Kominfo Jatim)

Surabaya – Surat Edaran (SE) Wali Kota Surabaya nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tanggal 2 Juli 2020 tentang syarat pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2020 menuai pro dan kontra.

Banyak yang menerima dan berupaya memenuhi persyaratan, tapi ada juga mengeluh soal syarat dalam SE yang dirilis H-3 pelaksanaan UTBK SBMPTN 2020 ini.

Salah satu orang tua calon peserta UTBK asal Kota Surabaya, Ennie Ahmad, mengaku keberatan dengan syarat yang tertera pada poin dua SE tersebut, yaitu wajib menunjukkan hasil rapid test non-reaktif dengan batas paling lambat 14 hari sebelu mengikuti ujian.

“Kebijakan rapid test ini menurut saya wajib untuk mencegah penyebaran COVID-19. Tapi dengan harga Rp 400.000, saya keberatan,” kata Ennie kepada Urbanasia, Jumat (3/7/2020).

Pasalnya seperti yang kita ketahui, para calon peserta UTBK ini telah dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp 175.000. Sementara itu peserta kembali harus dibebankan dengan biaya rapid test yang tak bisa dibilang murah.

Meski demikian, Ennie mengaku tetap menerima dan berusaha agar sang anak memenuhi persyaratan dengan melakukan rapid test di salah satu laboratorium di Surabaya.

“Alhamdulillah dapat info dari teman khusus guru/pelajar/mahasiswa hanya bayar Rp 200.000. Tadi pagi sudah rapid test,” pungkasnya.

Berbeda dengan Ennie, salah satu calon peserta UTBK asal Surabaya yang tak ingin disebut namanya mengaku syarat-syarat baru dalam SE Wali Kota Surabaya itu tidak memberatkannya. Sebab menurutnya itu telah menjadi kewajiban yang dilakukan selama pandemi COVID-19.

“Menurutku syaratnya nggak memberatkan karena itu hal-hal yang wajib kita lakukan selama pandemi, contohnya wajib memakai masker, face shield, sarung tangan, dan lain-lain,” katanya.

Saat ditanya soal kebijakan wajib menunjukkan hasil rapid test non-reaktif, ia pun mengaku sepakat dan mendukung kebijakan tersebut. Menurutnya keputusan ini bisa mengurangi kekhawatiran peserta akan risiko penyebaran COVID-19 di tempat ujian.

“Aku setuju sih kalau ada rapid test dulu, kan kita nggak tau orang yang satu ruangan itu positif (COVID-19) atau nggak. Kalau negatif sih Alhamdulillah, nah kalau positif kan bisa nyebar ke orang lain. Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan pasti ada maksud dan tujuannya, yang pasti yang terbaik untuk peserta,” kata calon peserta UTBK periode II itu.

Syarat-syarat baru yang diajukan Pemkot Surabaya ini pun tak membuatnya pantang menyerah untuk mengikuti UTBK SBMPTN 2020. Apalagi ia memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala persyaratan itu sebelum menjalani tes pada 20 Juli mendatang.

Namun siapa sangka, syarat baru yang dikeluarkan oleh Pemkot Surabaya ini ternyata bisa membuat calon peserta mengurungkan niatnya untuk mengikuti SBMPTN loh. Salah satunya adalah K, calon peserta UTBK SBMPTN 2020 asal Kota Surabaya.

Ia menilai keputusan Pemkot Surabaya mengeluarkan SE terkait pelaksanaan UTBK SBMPTN di H-3 cukup memberatkan para calon peserta ujian. Apalagi bagi mereka yang mendapat giliran tes periode pertama yang dimulai 5 Juli mendatang.

“Menurutku agak memberatan karena pengumuman itu dadakan dan kasian untuk peserta yang dapat hari pertama di tahap pertama. Dan maaf, untuk peserta yang kurang mampu juga kasian karena tidak ada biaya untuk rapid test. Sedikit cerita, tetanggaku ada yang nggak ikut UTBK karena dia nggak mampu untuk biaya rapid test,” pungkasnya.

Menurutnya meski langkah ini bertujuan baik, namun hasil rapid test tak terlalu efektif untuk mendeteksi seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak.

Ia pun menilai syarat mengenakan masker, hand sanitizer, sarung tangan, dan face shield sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mengurangi risiko penularan pada peserta UTBK.

“Aku mau sih untuk UTBKnya, tapi nggak mau rapid testnya. Pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak ikut tes (UTBK) karena biaya pendaftaran dan biaya rapid bisa dibuat beli formulir perguruan tinggi swasta. Aku pun nggak mau buang waktu dan uang, takut nggak dapet perguruan tinggi,” kata K saat dihubungi Urbanasia.

Selain merasa keberatan karena harus menanggung biaya pendaftaran dan rapid test, K mengaku lebih khawatir dengan hasil ujian yang akan dijalani. Apalagi dengan pengumuman yang cukup lama, makin membuatnya berpikir kembali untuk mengundurkan diri.

“Ketika kita udah buang uang buat daftar SBMPTN dan rapid test, lalu kita menunggu lama (pengumuman hasil) juga pada akhirnya kita nggak lolos dan nggak ada jaminan kita lolos, kurang lebih itu kekhawatiranku,” jelasnya.

Kalau Urbanreaders lainnya di Surabaya sendiri gimana nih? Apakah kamu siap dengan segala persyaratan ini?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait