URtrending

Dosen ITS Kembangkan Riset Nano Chitosan untuk Pengobatan COVID-19

Nivita Saldyni, Kamis, 18 Juni 2020 17.23 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Dosen ITS Kembangkan Riset Nano Chitosan untuk Pengobatan COVID-19
Image: istimewa

Surabaya - Tingginya kasus COVID-19 membuat para peneliti di seluruh dunia mencari obat terbaik untuk melawan penyakit yang dibawa oleh virus asal Wuhan, China ini.

Salah satunya, dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tengah mengembangkan teknologi berupa nano chitosan untuk pengobatan COVID-19 ini, guys.

Yup, ia adalah Yuli Setiyorini ST MPhil PhD Eng, dosen Teknik Material dan Metalurgi ITS. Dengan bantuan Sungging Pintowantoro ST MT PhD Eng selaku Kepala Laboratorium Pengolahan Mineral dan Material ITS, Yuli berhasil mengembangkan chitosan sebagai material untuk aplikasi medis dan industrial.

Menariknya, Chitosan yang dikembangkan sejak 2010 ini menggunakan metode yang ramah lingkungan dari bahan baku lokal loh.

Buat kamu yang penasaran, chitosan adalah biopolymer, polisakarida linier yang terdiri dari β-(1 → 4) yang terdistribusi secara acak D-glucosamine (unit terdeasetilasi) dan N-asetil-D-glukosamin (unit asetat).

Dalam riset ini, Rini dan Sungging tidak menggunakan bahan kimia (green technology), melainkan memanfaatkan energi dari gelombang mikro.

"Dengan teknik yang berbeda pada proses konvensional yang menggunakan bahan kimia, alhamdulillah properties (sifat) chitosan juga berbeda," kata Rini dalam keterangan resmi yang diterima Urbanasia, Kamis (18/6/2020).

Alhasil produk penelitian ini pun berada pada skala nano partikel (nano chitosan) dan memiliki sifat perbaikan jaringan yang lebih cepat.

"Ini merupakan produk chitosan dengan metode proses yang baru," imbuh alumnus Curtin University of Technology, Western Australia itu.

Menariknya lagi, chitosan metode baru ini memanfaatkan limbah organik yang selama ini jumlahnya sangat melimpah di Indonesia.

Salah satunya yaitu kulit udang dan limbah organik lain yang mengandung chitin, seperti cangkang kepiting, beberapa cangkang binatang laut, serangga dan tumbuhan jamur dan alga.

Alasan Rini menggunakan olahan limbah organik ini karena ingin memaksimalkan manfaat dari bahan yang selama ini hanya digunakan untuk pakan ternak dan campuran pelet makanan binatang itu.

"Sebab kalau tidak diolah malah dapat memicu terjadinya gas methane yang berbahaya," imbuhnya.

Selain untuk aplikasi medis, chitosan hasil risetnya ini bisa digunakan untuk industri pengolahan makanan, pertanian, perikanan, tekstil, kertas, hingg biosorption logam tanah jarang dan logam berat lainnya loh.

Nah, produk ini pun telah beberapa kali diuji coba dengan metode in-vitro maupun in-vivo guys. Chitosan Rini dan Sungging ini juga telah diaplikasikan sebagai dental filler, bone cement, implant coating, antibacterial dan therapeutic agent.

Bahkan pengujian klinis terhadap pasien sukarela dengan trackrecord medis yang sudah tidak mampu lagi ditangani oleh dokter sudah dilakukan loh.

Seperti penyakit kanker, diabetes, bacterial diseases, virus diseases, COVID-19 dengan penyakit bawaan (komorbid), dan pneumonia serta beberapa penyakit lainnya.

Penanganan COVID-19 dengan chitosan ini sendiri ternyata bisa mengurangi replikasi virus dalam tubuh, sehingga memicu naiknya level macrophage, DC (dendritic cell) dan NK (natural killer cell) yang memegang peranan penting dalam memproteksi dari infection virus.

Naiknya leukosit seiring dengan peningkatan TNF-α, IL-6, INF-ɤ dan MCP-1 ini bisa mengaktifkan innate immune cells yang berdampak terhadap peningkatan sekresi cytokines. Untuk Urbanreaders ketahui, sekresi cytokines  ini punya peran penting sebagai antiviral properties.

Properties regeneration dari chitosan ini juga bisa memperbaiki jaringan yang rusak karena terinfeksi, di mana kerusakan jaringan paru menimbulkan kesulitan bernafas.

Ditambah sifat antiinflammation dan antioksidan dari chitosan dapat mengurangi proses peradangan dan oxidative stress selama proses penyembuhan.

"Pemilihan chitosan sebagai theraputic agent dikarenakan multi properties yang dimilikinya, yang berpotensi sebagai therapeutic agent multifunction," jelas Rini.

Itu dia keunggulan dari produk chitosan buatan dosen ITS ini guys. Ia pun berharap produk chitosan hasil duetnya bersama Sungging ini bisa berkualitas medis dengan tingkat efisiensi yang tinggi, murah dan ramah lingkungan. Sehingga Indonesia tak perlu lagi bergantung pada produk impor.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait