URstyle

Epilepsi pada Anak: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya

Priscilla Waworuntu, Rabu, 10 Agustus 2022 12.23 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Epilepsi pada Anak: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya
Image: Freepik

Jakarta - Epilepsi merupakan problem neurologi kronis yang cukup banyak dialami anak-anak. Biasanya epilepsi ditandai dengan terjadinya kejang berulang (2 kali atau lebih) pada tubuh anak, dan pada umumnya epilepsi ini terjadi tanpa sebab. Contohnya seperti, sebelum kejang anak masih beraktifitas seperti biasa, setelah kejang anak juga kembali beraktifitas seperti biasa. 

Serangan kejang yang terjadi pun tidak melulu harus yang parah hingga mulut mengeluarkan busa, tetapi terkadang bisa juga serangan kejang dapat berupa kaku di seluruh tubuh, kejang kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah, kedutan di sebelah mata dan sebagian wajah, hilangnya kesadaran sesaat (anak tampak bengong/seperti melamun), tangan atau kaki tiba-tiba tersentak atau anak tiba-tiba jatuh seperti kehilangan tenaga. Gejala klinis kejang sangat tergantung dari area otak yang menjadi fokus kejang.

Epilepsi sendiri adalah sebuah penyakit genetik yang bisa terjadi secara turun menurun. Namun, tidak semua jenis epilepsi menunjukkan faktor genetik sebagai penyebab. Beberapa contohnya, anak dengan gangguan perkembangan otak, pernah mengalami perdarahan di kepala, riwayat radang otak, radang selaput otak, dsb. dapat terjadi kerusakan sel-sel saraf di otak. Sel-sel saraf yang rusak itulah yang suatu saat dapat menjadi fokus timbulnya kejang pada epilepsi.

Jika seseorang baru saja mengalami 1 kali kejang tanpa sebab, hal tersebut belum bisa disebut sebagai gejala epilepsi, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk segera memeriksakan ke dokter. Hal ini agar pemberian obat antiepilepsi bisa dipertimbangkan jika risiko berulangnya kejang cukup besar yang dapat dilihat dari pemeriksaan Electroencephalography / EEG yang tidak normal (banyak fokus kejang) atau anak walaupun baru 1 kali mengalami kejang tapi kejang berlangsung lama (lebih dari 30 menit).

Pemeriksaan EEG sendiri juga memiliki manfaat, beberapa di antaranya adalah untuk melihat fokus kejang berasal dari otak sebelah mana (kanan/kiri, bagian depan/samping/belakang), adakah penyebaran kejang ke daerah lain di otak serta untuk melihat jenis epilepsi. Semuanya bermanfaat untuk menentukan obat antiepilepsi yang akan diberikan, jenis epilepsi, dan menentukan prognosis (perjalanan penyakit epilepsi itu sendiri) di kemudian hari. 

Anak yang menderita epilepsi, biasanya harus menjalani pengobatan selama kurang lebih 2 tahun bebas kejang, bukan 2 tahun minum obat. Hal ini sudah dibuktikan oleh banyak penelitian dan literatur bahwa angka kekambuhan kejang akan semakin kecil jika anak minum obat sampai 2 tahun bebas kejang dibandingkan hanya minum obat sampai 1 tahun bebas kejang.

Namun untuk gejala epilepsi tertentu seperti, Juvenile myoclonic epilepsy, memerlukan pengobatan seumur hidup. Jenis epilepsi yang berat juga memerlukan pengobatan yang lebih lama dengan lebih dari 1 macam obat antiepilepsi. Jika setelah 2 tahun bebas kejang ternyata pada pemeriksaan EEG ulang masih terdapat gelombang kejang, makan pengobatan diteruskan sampai 3 tahun bebas kejang.

Nah kemudian setelah anak sembuh (2-3 tahun tidak lagi mengalami gejala kejang), obat antiepilepsi juga tidak boleh langsung dihentikan. Penghentian obat harus dilakukan secara bertahap selama 3-6 bulan, tergantung dari jumlah obat yang diminum. Rata-rata memerlukan waktu 3-4 bulan penurunan obat. Hanya dokter yang boleh memutuskan kapan penghentian obat anti epilepsi, demikian juga dengan penyesuaian dosis.

Untuk obatnya sendiri, biasanya dokter akan memberikan 1 macam obat epilepsi dengan dosis yang minimal. Jika anak masih mengalami kejang, nantinya dosis yang diberikan akan ditambahkan. Penambahan dosis ini biasanya akan dipertahankan selama 2 tahun, apalagi jika berat badan anak bertambah, yang dimana akan sangat berpengaruh terhadap pemberian dosisnya. Namun, ketika anak masih juga kejang hingga dosis yang maksimal, maka akan diberikan obat yang kedua. 

Jika anak mengalami epilepsi, berikut adalah beberapa tips pengobatan epilepsi:

1. Pastikan anak anda minum obat secara teratur. Penghentian obat tiba-tiba akan  mengakibatkan timbulnya kejang atau status epileptikus.

2. Jika satu dosis terlewat/lupa, segera minum obat tersebut begitu teringat kembali.Tanyakan pada dokter apa yang harus dilakukan jika anak lupa minum satu dosis obat.

3. Diskusikan obat-obat atau vitamin lain yang diberikan dengan dokter Anda, apakah bisa mempengaruhi kerja OAE (Obat Anti Epilepsi). Obat seperti dekongestan, asetosal, dan obat herbal bisa berinteraksi dengan OAE.

4. Jangan ganti OAE dari merek paten ke obat generik tanpa berkonsultasi dengan dokter, karena perbedaan pemrosesan obat dapat mempengaruhi metabolisme OAE dalam tubuh.

5. Anak penderita epilepsi sebaiknya memakai tanda pengenal.

6. Jika OAE diminum ketika anak berada di sekolah, beritahukan guru maupun pengawas mengenai hal tersebut.

7. Hindari habisnya persediaan OAE dengan menyediakan obat cadangan untuk 2 minggu.

8. Simpan OAE di tempat yang sulit dijangkau anak kecil.

9. Untuk anak yang sudah besar, jam dengan alarm pengingat waktu minum obat dilengkapi dengan kotak obat akan sangat bermanfaat.

10. Bagi OAE dalam beberapa dosis untuk pemakaian seharí, hal ini memudahkan ketika anak menginap di luar rumah.

11. Sangat penting untuk mengetahui dan mengenali pencetus kejang pada anak anda sehingga serangan kejang bisa dihindari. Pencetus yang sering dialami adalah lupa minum obat, kurang tidur, terlambat atau lupa makan, stres fisik dan emosi, anak dalam keadaan sakit atau demam, kadar obat antiepilepsi yang rendah dalam darah, cahaya yang berkedip-kedip yang dihasilkan komputer, TV, video game, dll. (pada pasien epilepsi fotosensitif). 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait