URnews

Fenomena Bocah Citayam dan Bojonggede 'Serbu' Jakarta, Ini Kata Pengamat

Shelly Lisdya, Selasa, 5 Juli 2022 22.00 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Fenomena Bocah Citayam dan Bojonggede 'Serbu' Jakarta, Ini Kata Pengamat
Image: Potret anak remaja Citayam dan Bojonggede main ke Sudirman. (Twitteradam_gunawan)

Jakarta - Belakangan ini fenomena anak Citayam dan Bojonggede 'serbu' kawasan Sudirman, Jakarta, menjadi pusat perhatian publik. Hal ini karena lokasi tersebut mendadak jadi ranah fashion dan membuat konten media sosial.

Menanggapi fenomena ini, Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menyebut fenomena ini sebagai efek media sosial. Para remaja ini sedang dalam masa pencarian identitas, karena terpengaruh media sosial yang sering dikonsumsi.

"Anak-anak di era digital sekarang biasanya mau tidak mau akhirnya menjadi tawanan dari kepungan visual digital yang akhirnya mampu menyedot perhatian publik dan mendapatkan apresiasi masyarakat digital yang mendapat produk individu-individu asal kota besar," kata Devie.

Lebih lanjut, Devie mengatakan, referensi gaya hidup yang banyak berkeliaran di media sosial dan mendapatkan apresiasi masyarakat digital biasanya merupakan produk individu yang berasal dari kota-kota besar.

"Hal inilah yang mengukuhkan kota sebagai pusat referensi, perilaku, rujukan produk, pemikiran dalam hal ini ditransmisikan melalui ruang digital," lanjutnya.

Devie mengatakan, karakter kota yang menjadi kiblat dari berbagai hal ini biasa disebut sebagai metrosentrik. “Inilah yang kemudian juga ditangkap oleh anak-anak muda yang berada di luar wilayah kota besar," bebernya.

Keinginan para kawula muda untuk mengabadikan momen di kota besar yang menjadi metrosentrik tersebut menyebabkan banyak remaja khususnya yang berada di wilayah sekitarnya seperti Citayam dan Bojonggede berlomba-lomba menjangkau pusat kota Jakarta.

"Kemudahan akses transportasi ini membuat angan- angan mereka untuk bisa mewujudkan atau menjadi orang-orang yang seperti mereka lihat dalam tayangan visual, sehingga dan membuat konten-konten mereka menganggap sebagaimana sudah seperti tayangan-tayangan visual," ungkapnya.

"Nah ini pola yang biasa di mana anak-anak mencari sebuah kiblat, ketika mereka sudah mencapai hal tersebut mereka mengaktualkan dengan kemampuan kita," lanjutnya.

Lebih lanjut, apa yang bisa dilakukan orang dewasa terkait perilaku anak-anak tersebut, Devie mengatakan, selama apa yang mereka lakukan tindak mengandung unsur kejahatan, tidak perlu dikhawatirkan.

"Namun apabila hasil wawancara (konten) yang kemudian dipublikasikan di media sosial maka yang dapat dilakukan adalah rajin menengok konten-konten yang diproduksi anak remaja, sehingga kita bisa mengantisipasi perilaku yang berujung terhadap perilaku yang membahayakan diri mereka dan teman-teman mereka," bebernya.

Sementara antisipasinya yakni dengan melihat percakapan mereka, bukan kemudian mengekang mereka namun dengan mengajak mereka berdialog.

"Ini penting untuk memberikan pemahaman kepada mereka masa-masa remaja mendambakan kebebasan dan menghindari tekanan dari figur-figur otoritatif, mereka lebih senang diberikan bentuk dialog," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait