URstyle

IDAI Sebut Campak dan Difteri Masih Jadi Ancaman Anak Indonesia

Griska Laras, Selasa, 28 Juni 2022 15.04 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
IDAI Sebut Campak dan Difteri Masih Jadi Ancaman Anak Indonesia
Image: Freepik

Jakarta – Anggota Satgas Imunisasi Anak PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Soedjatmiko mengatakan campak, rubella, dan difteri masih menjadi ancaman bagi anak Indonesia. Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit tersebut bisa menimbulkan komplikasi bahkan kematian. 

Campak dan rubella misalnya. Gejala penyakit campak biasanya cukup ringan, seperti batuk, pilek, demam, dan ruam merah. Tapi jika telat ditangani, bisa menyebabkan radang paru (pneumonia), kejang, hingga radang otak. 

“Jadi penyakit campak berbahaya, bukan sekadar merah-merah. Kalau sudah menyerang otak akan menyebabkan radang otak dan meninggal. Sementara kalau sembuh akan cacat,” jelas Soedjatmiko dalam konferensi pers virtual ‘Ayo Sukseskan BIAN 2022’, Selasa (28//6/2022). 

Begitu juga dengan difteri. Penyakit yang menyerang tenggorokan ini bisa berakibat fatal bagi anak dan orang dewasa. Bakteri difteri bisa menyumbat saluran napas dan menyebabkan sesak. Parahnya lagi, bakteri difteri mengeluarkan racun yang merusak otot jantung. 

“Meninggalnya ada dua kemungkinan. Karena sumbatan jalan nafas atau otot jantungnya rusak. Penyakit ini biasa menyerang usia remaja sekitar usia 15 tahun. Bahkan dewasa juga bisa kena,” terangnya. 

Gejala – gejala parah ini bisa menyerang anak-anak dan orang dewasa yang tidak pernah melakukan imunisasi. Sayangnya, cakupan imunisasi ketiga penyakit ini menurun drastis sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia. 

Lebih jauh, Soedjatmiko memaparkan tingkat penyakit campak, rubella, dan difteri di Indonesia masih tinggi. Pada 2021, kasus penyakit campak dan rubella meningkat di 25 provinsi. 

“Sementara di tahun 2022, sudah ada di 14 provinsi dan  kalau tidak segera dicegah bisa menyebar lebih luas lagi,” lanjutnya. 

Sementara untuk penyakit rubella, ada sekitar 1660 bayi yang cacat akibat penyakit tersebut pada periode 2012 – 2018. Saat menyerang ibu hamil, 79,5 persen janin yang dikandung mengalami kelainan jantung, 67,6 persen buta akibat katarak, 50 persen keterbelakangan mental, 48,6 otak tidak berkembang, dan 31,1 persen tuli. 

Karena itu, Soedjatmiko mengajak orang tua melengkapi imunisasi anak agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk kejadian luar biasa (KLB) dari penyakit tersebut. 

“Kita jangan lengah, jangan sibuk dengan COVID-19 karena selalu ada campak, rubella dan difteri yang mengancam anak cucu ponakan dan adik kita setiap tahun,” pungkas Soedjatmiko. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait