URnews

Jika Dihitung, Tiap Penduduk Indonesia Tanggung Rp 23,75 Juta Utang Negara

Nivita Saldyni, Selasa, 29 Juni 2021 16.07 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Jika Dihitung, Tiap Penduduk Indonesia Tanggung Rp 23,75 Juta Utang Negara
Image: Ilustrasi uang rupiah. (Pixabay/EmAji)

Jakarta - Utang Pemerintah terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Tren kenaikan utang Pemerintah ini bahkan telah terjadi sebelum pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia.

Berdasarkan penelusuran Urbanasia, posisi utang Pemerintah pada Oktober 2014 mencapai Rp 2.601,16 triliun. Kemudian jumlahnya bertambah Rp 2.154,97 triliun atau mencapai Rp 4.756,13 triliun per akhir Oktober 2019.

Sementara laporan terbaru APBN KiTA milik Kementerian Keuangan pada Juni 2021 menyebut, posisi utang Pemerintah per akhir Mei 2021 mencapai Rp 6.418,15 triliun. 

Jika dihitung sejak awal masa kepemimpinan presiden Joko Widodo (Jokowi) di Oktober 2014, maka utang Pemerintah sudah bertambah Rp 3,816.99 triliun. Artinya, utang pemerintah sudah melonjak lebih dari dua kali lipat  jika dibandingkan pada masa awal pemerintahan dipimpin Presiden Joko Widodo di periode pertamanya.

Bukan hanya besaran total utang saja yang meningkat, utang Pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) di masa kepemimpinan presiden Jokowi ternyata juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Menurut catatan Kemenkeu RI, rasio utang pemerintah terhadap PDB di awal masa jabatan Jokowi sebagai Presiden RI masih berada di level 24,7 persen. Kini, angkanya sudah menyentuh 40,49 persen.

Meski demikian, pemerintah menyatakan bahwa posisi utang Indonesia masih terbilang aman. Sebab, rasio utang terhadap PDB itu masih berada jauh di bawah batas aman seperti yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu 60 persen terhadap PDB. 

Jika Utang Pemerintah Dibebankan kepada Seluruh Penduduk

1600842930-rupiah-pixabay.pngSumber: Rupiah. (Ilustrasi/Pixabay)

Dari total utang Pemerintah sebesar Rp 6.418,15 triliun, ternyata 86,94 persennya berasal dari utang lewat penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Utang Pemerintah yang berasal dari SBN tercatat sebesar Rp 5.580,02 triliun.

Sisanya, sebanyak Rp 838,13 triliun, utang Pemerintah berasal dari pinjaman yang terdiri dari Rp 12,32 triliun pinjaman dalam negeri dan Rp 825,81 triliun pinjaman luar negeri yang meliputi pinjaman bilateral, pinjaman multilateral, commercial banks, dan suppliers.

Jika masyarakat Indonesia diajak 'urunan', mungkin utang Pemerintah bakal lunas jika setiap penduduk atau per kepala Warga Negara Indonesia (WNI) sekitar Rp 23,75 juta guys. Angka tersebut didapatkan dari total utang pemerintah Rp 6.418,15 triliun dibagi dengan total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,2 juta menurut Sensus Penduduk 2020 BPS.

Utang pemerintah yang kian hari kian meningkat ini sempat disinggung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyebut pihaknya khawatir Pemerintah kian hari akan kekurangan kemampuannya untuk melunasi hutang.

"Tren penambahan utang yang memunculkan kekhawatiran penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," kata Agung dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (22/6/2021) lalu.

Apalagi dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini, utang Pemerintah akan semakin membengkak. Belum lagi, BPK juga menilai pertumbuhan utang dan biaya bunga yang ditanggung pemerintah sudah melampaui pertumbuhan PDB nasional.

Agung menyebut, indikator kerentanan utang pemerintah tahun lalu saja sudah melampaui rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) dan/atau International Debt Relief (IDR). Di mana rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara telah mencapai 19,06 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen dan standar IDR sebesar 4,6-6,8 persen.

Rasio debt service Indonesia terhadap penerimaan sendiri sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen. Sementara rasio utang terhadap penerimaan negara tahun lali mencapai 369 persen, jauh di atas standar IDR sebesar 92-167 persen dan melampaui rekomendasi IMF di angka 90-150 persen.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait