Menilik Lebih Dalam soal Papan Catur Peta di Indonesia

Jakarta - Walaupun dapat diilustrasikan lewat aneka arena, analogi papan catur adalah gambaran yang tepat untuk menjelaskan perbedaan peta dasar dan peta tematik, Urbanreaders. Papan catur adalah kumpulan 64 kotak persegi, berwarna warna selang-seling hitam dan putih. Susunannya harmonis, sebagai arena permainan adu cerdas, membangun pertahanan.
Pada tulisan sebelumnya yang memperkenalkan peta, dapat dibaca di link ini, peta digolongkan jadi dua jenis, yakni peta dasar dan peta tematik. Maka papan catur adalah peta dasar, sedangkan kotak hitam putihnya adalah peta tematik. Dapat dimengerti, peta dasar merupakan acuan pembuatan peta tematik, supaya hasilnya harmonis dan digunakan tepat sesuai maksud pembuatannya .
Disebutkan dalam UU tentang Informasi Geospasial, peta dasar terdiri dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). Sedangkan pada PP yang mengatur tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial, tiga jenis peta dasar tersebut seluruhnya disebut sebagai Peta Rupabumi Indonesia, RBI.
Pada RBI termuat informasi tentang wilayah darat, pantai, dan laut. Hal yang harus termuat pada peta jenisi ini adalah informasi unsur garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi, batas wilayah, transportasi, sarana prasarana publik, bangunan, dan penutup lahan.
Apa pengertian masing-masing unsur peta dasar tersebut? Garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dengan lautan, yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Penggambaran garis pantai yang selalu berubah, dilakukan dengan cara mengikuti garis pantai pasang tertinggi, garis pantai muka air laut rata-rata, dan garis pantai surut terendah.
Semua garis pantai tersebut digambarkan secara terintegrasi. Dalam hal terjadinya abrasi atau reklamasi, garis pantai tak serta merta berubah. Sehingga penggambarannya pun tak mudah berubah. Informasi tentang garis pantai ini, digunakan untuk kepentingan peta tematik dalam perencanaan pembangunan kawasan, khususnya kawasan pesisir.
Unsur lain yang juga terdapat pada peta dasar adalah hipsografi. Hipsografi boleh jadi adalah istilah yang asing bagi masyarakat luas. Lain halnya kalau disebutkan sebagai ketinggian atau kontur, mungkin akan lebih dipahami. Hipsografi adalah garis khayal untuk menggambarkan titik dengan ketinggian atau kedalaman yang sama, di permukaan bumi atau di dasar laut. Jadi, hipsografi merupakan gambaran bukit, lembah, dataran tinggi atau dataran rendah.
Lalu bagaimana dengan unsur perairan ? Unsur perairan berupa gambar semua badan air baik alami maupun buatan. Termasuk badan air adalah sungai, danau, laut, empang, situ, bendungan, waduk. Ukuran badan air dalam peta, harus proporsional dengan skala peta yang dibuat. Jadi, mungkin saja akibat terlalu kecilnya badan air yang ada di permukaan bumi, keberadaan tak dapat digambarkan di peta.
Terhadap unsur-unsur yang ada pada peta, dilakukan penamaan. Ini juga yang merupakan fungsi peta: menunjukkan suatu unsur rupabumi, lengkap dengan namanya. Penamaan rupabumi, tercakup dalam toponim. Sedangkan hasil dari toponim adalah nama pada unsur rupabumi yang ada di wilayah darat, pantai dan laut, baik alami ataupun buatan. Termasuk hasil toponim, nama gunung, nama sungai atau nama jalan, nama perumahan.
Ketentuan tentang penamaan rupabumi ini, sudah sering dibahas dalam berbagai ulasan di media. Sedangkan landasan hukumnya, termuat di PP tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi. Ini bertujuan agar penamaan rupabumi jadi tertib. Prinsip utamanya, nama rupabumi wajib menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa daerah atau bahasa asing dapat digunakan, sepanjang terdapat nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan yang hendak dilestarikan.
Berikutnya, unsur rupabumi yang juga muncul di peta dasar, berupa batas wilayah. Yang dimaksud sebagai batas wilayah adalah seluruh batas negara dan batas wilayah administrasi. Batas negara terdiri dari batas darat dan batas maritim. Sedangkan batas administrasi wilayah, berupa batas provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan batas desa/kelurahan. Batas wilayah administrasi banyak jadi fokus pemerintah daerah terutama ketika pemerintah daerah akan melakukan pemekaran wilayahnya.
Batas wilayah ini jadi salah satu unsur di peta dasar, supaya batas wilayah baik negara maupun wilayah administrasi, jadi jelas. Batas tersebut digambarkan di Peta Rupabumi berdasarkan dokumen yang mengikat secara hukum, dan diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang. Dalam hal belum adanya dokumen yang mengikat secara hukum, batas wilayah digambarkan dengan menggunakan simbol atau warna khusus.
Dalam keadaan aslinya, permukaan bumi sebagian berupa lahan yang terbuka, dan sebagian lainnya lahan berpenutup. Penggambaran kedua keadaan yang berbeda itu mengikuti SNI tentang Klasifikasi Penutup Lahan. Pengertian penutup lahan, adalah semua hasil pengolahan manusia yang menghasilkan tutupan pada permukaan bumi. Termasuk pengertian pengolahan manusia ini, sebagaimana standar SNI, adalah pengaturan, aktivitas dan perlakuan manusia yang dapat diamati.
Aplikasi pada peta dasar, tampil sebagai penutup lahan bervegetasi dan penutup lahan tidak bervegetasi. Penutup lahan yang bervegetasi, seperti sawah, semak belukar, perkebunan, hutan, ladang. Sedangkan penutup lahan tidak bervegetasi adalah, permukiman, jaringan jalan, infrastruktur bangunan seperti pelabuhan, stasiun dan sebagainya.
Transportasi dan sarana prasarana serta bangunan dan fasilitas umum, juga merupakan unsur buatan yang digambarkan pada peta rupabumi. Termasuk dalam unsur transportasi, adalah jalan utama, jalan lokal, bahkan jalan setapak, juga rel kereta api. Sedangkan yang dimaksud sebagai sarana prasarana pada penggambaran peta adalah infrastruktur untuk keperluan umum. Dapat disebutkan seperti instalasi jaringan listrik, instalasi jaringan minyak dan gas dan lain lain.
Unsur bangunan dan fasilitas umum, digambarkan pada peta sebagai kenampakan lingkungan terbangun di permukaan bumi. Ini termasuk bangunan perumahan, kantor pemerintahan, tempat ibadah, pusat perbelanjaan atau toko, sekolah dan lainnya. Sama seperti unsur perairan, unsur transportasi dan utilitas dan bangunan serta fasilitas umum, tak semuanya digambarkan di peta. Ini tergantung pada skala peta yang digunakan dan obyek yang hendak digambarkan.
Dari penjelasan tentang unsur dasar pada Peta Rupabumi Indonesia, maka ketika peta tematik yang dibuat untuk suatu keperluan : komersial maupun non komersial, oleh kementerian, lembaga pemerintah, pemerintah daerah ataupun perorangan, dengan sendirinya harus mengacu pada peta dasar, Peta Rupabumi Indonesia.
Tujuannya, agar peta tematik dapat harmonis dan tak terjadi tumpang tindih, akibat perbedaan kepentingan. Hal ini tentunya sejalan dengan kebijakan Pemerintah tentang Satu Peta Indonesia.
**) Penulis merupakan Surveyor Pemetaan Madya Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik pada Badan Informasi Geospasial (BIG)
**) Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis secara pribadi, bukan pandangan Urbanasia