URnews

Sederet Fakta di Balik Kasus Korupsi 'Nasi Kotak' di DPRD Batam

Nivita Saldyni, Kamis, 18 Maret 2021 16.23 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sederet Fakta di Balik Kasus Korupsi 'Nasi Kotak' di DPRD Batam
Image: Kantor DPRD Batam. (batam.go.id)

Batam - Kasus korupsi kembali menjerat pejabat pemerintahan. Kali ini, Asril (54) mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Batam terbukti bersalah dalam kasus korupsi anggaran konsumsi sebesar Rp 1,9 Miliar.

Kini, Asril pun harus mendekam di penjara selama 10 tahun dan membayar denda sebesar Rp 500 juta.

Dalam putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang dikutip Urbanasia pada Kamis (18/3/2021), Asril diketahui telah beraksi sejak 2017. Aksi itu pun terus dilakukannya selama dua tahun, hingga 2019.

Mungkin Urbanreaders bertanya-tanya, bagaimana kronologinya? Seperti apa modus yang dilakukan Asril? Berikut Urbanasia rangkum sejumlah fakta di balik kasus korupsi 'nasi kotak' oleh mantan Sekwan DPRD Batam, Asril.

Berawal dari Tahun 2017

Aksi jahat ini diketahui pertama kali dilakukan Asril pada Februari 2017. Tepatnya saat Asril melakukan penunjukan dan pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan staf Pelaksana Teknis Kegiatan di Lingkungan Sekretariat DPRD Kota Batam.

Asril pun menyuruh anak buahnya untuk memanipulasi anggaran untuk Belanja Konsumsi Audiensi Ketua DPRD, Belanja Konsumsi Rapat Pimpinan DPRD dengan Masyarakat, Belanja Konsumsi Audiensi Wakil Ketua DPRD, dan Belanja Konsumsi Pertemuan dengan Media.

Semua itu dilakukan Asril pada 2017 dengan menunjuk sejumlah perusahaan untuk diajak ‘kerjasama’. 

Beberapa perusahaan itu di antaranya CV. Karya Putra Mandiri, CV. Payung Raja Sakti, dan CV. Teh Tarek Sakti.

Bermodus Kontrak Fiktif

Modus yang dilakukan Asril dan anak buahmya yaitu dengan membuat kontrak fiktif. Awalnya, Asril memerintahkan anak buahnya untuk meniadakan kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan sebelumnya. Lalu, ia menyuruh anak buahnya mencari rekan katering untuk dibuatkan kontrak fiktif.

Setelah anak buah mendapatkan perusahaan yang akan diajak kerjasama, Asril kemudian mentransfer sejumlah dana ke masing-masing perusahaan.

Namun kemudian dana tersebut ditarik kembali sebesar 96 persen. Sementara sisanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan itu.

Nah, administrasi pembayarannya pun dibuat secara fiktif sehingga anggaran konsumsi ini seakan-akan terlaksana.

Keberhasilan lewat modusnya yang mulus di tahun 2017 tak membut Asril puas. Ia pun kembali memelancarkan aksinya secara berupang dengan modus yang sama di 2018 dan 2019.

Daftar Anggaran Konsumsi Fiktif Asril

1. Paket belanja konsumsi snack VIP Audiensi Ketua DPRD Kota Batam dengan pagu sebesar Rp 45 juta

2. Paket belanja konsumsi nasi kotak Audiensi Ketua DPRD Kota Batam sebesar Rp 72 juta

3. Paket belanja konsumsi nasi kotak pertemuan pimpinan DPRD dengan Masyarakat sebesar Rp 128 juta

4. Paket belanja snack pertemuan pimpinan DPRD dengan Masyarakat sebesar Rp 48 juta

5. Paket belanja konsumsi snack VIP Audiensi Wakil Ketua DPRD Kota Batam dengan pagu sebesar Rp 72 juta

6. Paket belanja konsumsi nasi kotak Audiensi Ketua DPRD Kota Batam sebesar Rp 115,2 juta

7. Paket belanja konsumsi snack VIP pertemuan dengan media sebesar Rp 45 juta

8. Paket belanja konsumsi nasi kotak pertemuan dengan media sebesar Rp 72 juta

Ditetapkan Sebagai Tersangka pada Agustus 2020

Dari penelusuran Urbanasia, aksi Asril ini kemudian terendus Kejaksaan Negeri Batam pada 2020. Kejaksaan Negeri Batam pun telah menetapkan mantan Sekretaris DPRD Batam ini sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi anggaran konsumsi pada 6 Agustus 2020. 

Kasus pun kemudian berlanjut hingga akhirnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang. Pada 8 Januari 2021, majelis hakim PN Tanjungpinang menjatuhkan pidana terhadap Asril dengan pidana penjara selama enam tahun penjara denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

Ia pun dihukum untuk membayar Uang Pengganti Kerugian Negara sebesar Rp.1.995.360.160. Uang ini harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah.

Namun jika tidak bisa memenuhi hukuman, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Jika harta benda yang dimiliki tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun.

Asril Dijatuhi Hukuman 10 Tahun Penjara dan Denda Sebesar Rp 500 Juta

Dari vonis tersebut, jaksa mengajukan banding dan meminta agar Arsil dihukum 8 tahun penjara. Pihak Asril pun mengajukan banding, ia meminta putusannya diringankan. Lalu bagaimana hasilnya?

Majelis Pengadilan Tinggi Pekanbaru memutuskan menerima permintaan banding penuntut umum. Sementara permintaan banding terdakwa ditolak.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan,” bunyi amar putusan Majelis Tinggi yang diketuai Asli Ginting, dikutip Urbanasia pada Kamis (18/3/2021).

Majelis Tinggi pun menjatuhkan hukuman kepada Asril untuk membayar uang Pengganti Kerugian Negara sebesar Rp 1.995.360.160 dengan ketentuan uang harus diganti dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan.

Jika tidak bisa membayar dalam satu bulan, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun jika terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait