URnews

Tak Hanya Masuk Kantong Eks Mensos, Berikut Aliran Dana Suap Bansos

Nivita Saldyni, Kamis, 6 Mei 2021 15.50 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tak Hanya Masuk Kantong Eks Mensos, Berikut Aliran Dana Suap Bansos
Image: ilustrasi korupsi. (Freepik/creativeart)

Jakarta – Aliran dana uang suap bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang dikorupsi oleh mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara semakin terbuka. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan dalam sidang perkara ini di Pengadilan Tipikor Jakarta, uang suap ini diketahui dialirkan Juliari ke sejumlah pihak dalam berbagai bentuk.

Uang itu diketahui digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional Juliari sebagai Mensos, mentraktir tim di Kemensos, honor bintang tamu untuk sebuah acara Kemensos, hingga menyewa jet pribad untuk keperluan ‘blusukan’ Juliari ke sejumlah daerah. Penasaran kemana saja ‘larinya’ uang suap yang dikantongi oleh Juliari Cs dari pengadaan bansos COVID-19 tahun 2020? Yuk simak ulasan lengkap Urbanasia yang telah dirangkum dari berbagai sumber berikut ini :

Pejabat dan tim pengadaan bansos yang ‘kecipratan’ uang suap

Kehadiran Matheus Joko Santoso sebagai saksi dalam pengadilan yang digelar pada 8 Maret 2021 untuk terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja mengungkap aliran dana ‘fee’ bansos sembako COVID-19 yang diterima Juliari Cs. Di pengadilan, Matheus bersaksi bahwa kedua terdakwa itu telah menyuap Juliari.

1607320585-uang-suap-mensos.jpegSumber: KPK saat menggelar konferensi pers terkait dugaan kasus suap dan Bansos COVID-19, Minggu (6/12/2020) (Tangkapan layar YouTube KPK RI)

Harry Van Sidabukke menyuap sebesar Rp 1,28 miliar, sementara Ardian Iskandar Maddanatja menyuap sebesar Rp 1,95 miliar. Hal ini dilakukan agar perusahaan keduanya ditunjuk sebagai perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19.

Kemudian pada 21 April 2021, Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Muhammad Nur Azis menyebut bahwa ‘fee’ pengadaan bansos sembako itu juga dinikmati sejumlah pejabat di lingkungan Kemensos.

“Selain diberikan kepada terdakwa, uang ‘fee’ tersebut juga diperuntukkan kepada sejumlah pihak,” katanya, Rabu (21/4/2021).

Adapun nama-nama yang tercantum dalam dakwaan Juliari dan menerima fee tersebut adalah Sekjen Kemensos Hartono (Rp 200 juta), Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin (Rp 1 miliar), PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode April – Oktober 2020 Matheus Joko Santoso (Rp 1 miliar), Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono (Rp 1 miliar), dan Kabiro Kepegawaian Kemensos Amin Raharjo (Rp 150 juta).

Namun bukan para pejabat saja, tim teknis pengadaan bansos ini juga kecipratan dan menerima ‘uang lelah’. Mereka adalah Rizki Maulana, Robin Saputra, Rosehan Asyari, Firmansyah, dan Iskandar Zulkarnaen. Kelimanya mengaku menerima dari Matheus dalam sidang yang digelar Rabu (28/4/2021) lalu. Dalam dakwaan Juliari, anggota tim teknis ini menerima sejumlah uang ‘fee’ dengan rincian Rp 200 juta untuk Robin Saputra, Rp 175 juta untuk Rizki Maulana, Rp 175 juta untuk Iskandar Zulkarnaen, Rp 175 juta untuk Firmansyah, dan Rp 150 juta untuk Rosehan Ayari.

Karaoke Tim Bansos COVID-19 Kemensos Pakai Uang Suap

Salah satu tim teknis bansos sembako COVID-19 Kemensos, Robin Saputra dalam persidangan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso dan mantan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono mengungkapkan bahwa uang suap bansos juga digunakan untuk karaokean tim Kemensos.

Ia mengaku pernah diajak beberapa kali karaoke di Club Raia oleh Matheus. Katanya sih, karaoke tersebut merupakan 'hadiah' karena tim sudah bekerja keras.

"Seperti yang dijelaskan yang untuk karaoke itu (bersama Matheus Joko Santoso), untuk hiburan karena bekerja pak," kata Robin dalam sidang lanjutan kasus korupsi bansos, Senin (3/5/2021) lalu.

Bukan hanya Matheus, Robin juga mengaku beberapa kali diajak ke klub Raia oleh Harry Van Sidabukke, konsultan hukum yang menyuap Mensos Juliari Batubara.

"Saya lupa berapa kali, seingat saya 4 kali," kata Robin.

Mengundang pedangdut Cita Citata ke acara Kemensos di Labuan Bajo

Tak berhenti sampai di sana, ‘fee’ yang didapat dari beberapa perusahaan dan rekanan penyedia bansos COVID-19 ternyata juga digunakan untuk honor pedangdut Cita Citata yang tampil dalam acara Kemensos di Labuan Bajo.

Hal ini diungkapkan oleh Matheus Joko dalam sidang 8 Maret 2021 lalu. Saat itu Matheus hadir ke pengadilan Tipikor Jakarta sebagai saksi untuk terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dan terungkap saat JPU menanyakan kebenaran dari penggunaan ‘fee’ bansos untuk sejumlah keperluan. Nah termasuk di dalamnya adalah honor sebesar Rp 150 juta untuk Cita Citata yang diundang dalam kegiatan Kemensos di Labuan Bajo.

“Kenapa kegiatan-kegiatan itu diambil dari ‘fee’?,” tanya jaksa.

“Tidak tahu, hanya menjalankan perintah,” jawab Matheus.

Namun ia memastikan bahwa saat itu, uang sebesar Rp 14,7 miliar yang merupakan ‘fee’ dari perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 untuk menteri sudah ludes.

“Waktu itu sudah terdistribusi semua,” ungkapnya.

Beli ponsel hingga Brompton pun pakai ‘fee’ bansos

Dalam sidang 8 Maret lalu, Matheus juga membenarkan bahwa ‘fee’ bansos dibelanjakan untuk membeli 10 ponsel untuk pejabat Kementerian Sosial. Pembelanjaan ini menghabiskan uang sebesar total Rp 140 juta, guys.

Bukan hanya itu, ‘fee’ bansos juga ternyata digunakan untuk membeli sepeda Brompton guys. Dalam dakwaan Juliari, Rabu (21/4/2021) lalu, JPU KPK Muhammad Nur Aziz menyebut bahwa pembelian sepeda ini menggunakan uang suap. Uang digunakan untuk membeli dua unit sepeda Brompton seharga Rp 120 juta. Sepeda ini masing-masing dberikan untuk Sekjen Kemensos Hartono dan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin.

Namun dalam kesaksian terbarunya, Hartono mengaku telah menyerahkan sepeda pemberian Adi Wahyono melalui supirnya itu kepada Biro Umum Kemensos pada 2020. Dan kini, sepeda Brompton berwarna merah itu sudah dikembalikan ke KPK.

Sewa jet pribadi untuk blusukan ke sejumlah daerah

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/3/2021), mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara mengaku pernah menyewa pesawat pribadi. Namun ia mengaku tak paham terkait anggaran pasti, karena untuk sewa pesawat Juliari mengaku menyampaikannya kepada sesprinya. Kemudian sespri akan berkoordinasi dengan biro umum  yang mengatur perjalanan dinas menteri dan rombongan.

“Pernah sewa pesawat beberapa kali. Mungkin sekitar 3-4 kali,” kata Juliari di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/5/2021) seperti dikutip dari Antara.

“Yang saya ingat pernah ke Luwuk Utara lihat banjir, ke Natuna, kemudian ke Bali pernah sekali, ke Semarang pernah, ke Tanah Bumbu dan Malang,” lanjutnya.

Namun ia tetap mengaku tak tahu menahu dari mana asal pembayaran sewa tersebut. Sebab yang mengatur pembayaran adalah Adi Wahyono yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Umum Kemensos.

“Tidak mengetahui,” kata Juliari menjawab pertanyaan JPU tentang asal muasal pembayaran penyewaan pesawat pribadi itu.

Berdasarkan dakwaannya, Juliari diketahui menggunakan uang sebesar masing-masing Rp 270 juta untuk pembayaran sewa pesawat (private jet) terkait kunjungan kerja Mensos dan rombongan ke Lampung dan Denpasar, Bali. Serta 18 ribu dolar Amerika Serikat untuk pembayaran sewa pesawat (private jet) Mensos dan rombongan untuk kunjungan kerja ke Semarang.

Kebutuhan operasional Mensos lainnya

Selain hal-hal di atas, ada beberapa kegiatan dan juga keperluan yang menggunakan uang ‘fee’ bansos ini. Menurut catatan JPU, beberapa di antaranya adalah pembayaran biaya tes swab di lingkungan Kemensos sebesar Rp 30 juta, pembayaran sapi kurban senilai Rp 100 juta, pembayaran makan dan minum pimpinan sebesar Rp 130 juta, pembayaran makan dan minum tim bansos dan relawan sebesar Rp 200 juta, dan banyak lagi pengeluaran lainnya. 

Dalam perkara ini, Juliari didakwa telah menerima suap sebesar Rp 32,48 miliar dari beberapa perusahaan dan rekanan yang ditunjuk sebagai penyedia bansos COVID-19.

Atas dasar inilah, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimna diubah dengan Undang-undang No.20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait