URnews

Tanggapan Para Pakar soal Sayembara ‘Haters’ Rachel Vennya

Nivita Saldyni, Senin, 31 Mei 2021 17.11 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tanggapan Para Pakar soal Sayembara ‘Haters’ Rachel Vennya
Image: Rachel Vennya. (Instagram @rachelvennya)

Jakarta - Rachel Vennya lagi-lagi jadi sorotan publik. Kali ini ia menjadi pembicaraan usai membuat sayembara bagi siapa saja yang bisa memberikan biodata lengkap hatersnya.

Hal ini dilakukan Rachel usai mendapat perlakuan tak menyenangkan dari seorang netizen lewat pesan langsung (DM) di akun Instagram pribadinya. Kesal dengan komentar yang diungkap netizen tersebut, Rachel pun kemudian mengatakan akan menemui netizen itu saat pulang ke Indonesia. Ia pun mengancam akan membawa masalah ini ke jalur hukum.

Tak lama kemudian ia membuat sayembara. Dalam pengumuman tersebut, ia menyebut siapa saja yang mengenal pemilik akun tersebut dan bisa mengirimkan biodata lengkapnya ke email pribadi Rachel akan diberikan hadiah sebesar Rp 15 juta.

"Bayar orang lacak ip addres? Mager ah org masih pake akun asli, tinggal bikin sayembara, yok yg kenal Fathin kalo tau biodata lengkap, nama alamat, dll, aku kasi 15 juta buat gofood sekampung," tulis Rachel.

Kira-kira apakah sayembara ini termasuk doxing? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Urbanasia telah menghubungi pemerhati budaya dan komunikasi digital, Firman Kurniawan S.

"Kalau Rachel Vennya-nya sendiri yang buat sayembara, tapi nanti orang-orang yang tertarik untuk mengikuti sayembara itu kan berlomba-lomba mencari siapa yang jadi hatersnya kemudian dibuka. Nah kalau yang membuka adalah peserta sayembara, yang melakukan pembukaan data pribadi ya peserta sayembara. Tapi kalau habis dibuka kemudian diserahkan kepada Rachel Vennya kemudian dibuka ke publik oleh Rachel Vennya ya Rachel Vennya yang kena. Nah itu termasuk doxing," kata Firman saat dikonfirmasi Urbanasia, Senin (31/5/2021).

Doxing Menurut Pakar

Firman menjelaskan doxing berasal dari kata docx. Doxing sendiri merupakan aktivitas membuka data pribadi seseorang dan hal ini melanggar hukum loh, guys.

"Doxing adalah asal katanya dari docx, itu artinya pembukaan data pribadi. Nah itu ada ancamannya di pasal 32 UU ITE," kata Firman.

Saat dicaritahu lebih lanjut, begini bunyi Pasal 32 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud Firman tersebut:

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. 

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat

rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Nah, ancaman hukuman atas perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 48 UU ITE. Di mana setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) akan dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.

Sementara mereka yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar. Terakhir, mereka yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.

Nah bukan hanya itu saja, Firman juga menjelaskan bahwa siapa saja yang data pribadinya dibuka oleh orang ataupun pihak lain berhak melaporkan kepada pihak yang berwenang.

"Barang siapa dan seterusnya itu yang intinya tidak memiliki hak untuk membuka data pribadi orang, itu akan diancam dengan pidana dan orang yang dibuka datanya berhak melaporkan," tegasnya.

Bagaimana dengan sayembara ini, apakah Rachel Vennya bisa dijerat hukum juga?

1622440830-Rachel-Vennya-1.jpgSumber: Rachel Vennya. (Instagram @rachelvennya)

Apapun bentuknya, baik untuk konsumsi pribadi ataupun dengan niat untuk disebarluaskan, Firman mengatakan bahwa membuka data pribadi orang lain adalah pelanggaran.

"Ini interpretasi hukum, saya nggak terlalu paham tapi intinya negara lewat undang-undang melindungi keamanan warga negaranya termasuk data pribadinya. Nah apakah itu dibuka ke publik atau hanya kepada satu orang tapi ketika ada data warga negara dibuka oleh yang tidak berhak kepada orang lain, itu sudah termasuk pelanggaran," tegasnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh pakar hukum pidana, Prof Mudzakir. Kepada Urbanasia, Mudzakir mengatakan bahwa yang bisa dikenai pidana bukan hanya pelaku atau peserta sayembara itu saja, termasuk Rachel Vennya selaku pembuat sayembara itu sendiri.

"Termasuk itu mencari data pribadi. Terlepas dia mau disebarkan atau tidak disebarkan. Usaha untuk memperoleh data pribadi itu udah salah," kata Mudzakir saat dikonfirmasi lewat telepon.

"Jadi data pribadi itu prinsipnya tidak boleh diketahui oleh orang lain, kecuali atas izin yang bersangkutan. Kalau misalnya dia sayembara untuk itu terus kemudian meminta agar supaya data pribadi orang itu dibongkar dan sebagainya, itu sudah tindakan yang salah. Sama itu artinya dengan orang yang meminta agar supaya nyuri data orang lain. Yang dilakukan bukan menyebarkan, tapi melacak data pribadi orang tanpa memiliki wewenang yang sah itu yang gak boleh," jelasnya lebih lanjut.

Pakar Hukum Sarankan Korban untuk Lapor Pihak Berwajib

Saat seseorang mendapat perlakuan tak menyenangkan dari orang lain, Mudzakir menyarankan agar melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib.

"Kalau yang bersangkutan jadi korban daripada yang bully itu, ya lapor aja ke aparat penegak hukum supaya aparat nanti bisa mencari. Bukan melakukan investigasi sendiri karena investigasi sendiri nabrak aturan yang lainnya, dia malah melanggar hukum sendiri. Prinsipnya data pribadi itu kan rahasia. Kaya rekening bank itu rahasia, gak boleh dipublikasi atau disayembarakan, nggak boleh," tegasnya.

"Jadi meskipun dia jadi korban sekalipun dia tidak boleh sembarangan aja karena jadi korban seolah-olah semuanya boleh, nggak juga. Dia tetap harus menghormati aturan hukum yang hukum itu melindungi hak orang lain. Kecuali dia dalam rangka penegakan hukum oleh aparat penegak hukum," jelas Mudzakir lebih lanjut.

Bahkan aparat penegak hukum pun tak boleh loh sembarangan mencari atau bahkan menyebarkan data pribadi orang lain. Mereka hanya boleh melakukannya jika ada legalitas untuk penegakan hukum.

"Kalau tidak (dalam konteks penegakan hukum), ya kriminal juga. Melanggar hukum juga. Jadi polisi nyari-nyari data pribadi orang salah juga. Jadi kalau tidak ada legalitas untuk penegakan hukum, ya mau siapapun gak boleh. Apalagi itu swasta yang buat sayembara pula, sayembara yang melanggar hukum ya gak boleh," tutupnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait