URnews

Tanggapan Spesialis Urologi soal Kondisi Aprilia Manganang

Nivita Saldyni, Rabu, 10 Maret 2021 19.43 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tanggapan Spesialis Urologi soal Kondisi Aprilia Manganang
Image: Aprilia Manganang bersyukur akhirnya dinyatakan laki-laki. (Instagram @Manganang92)

Jakarta - Akhir-akhir ini nama Aprilia Manganang tengah ramai diperbincangkan publik. Mantan atlet voli timnas putri Indonesia jadi sorotan usai dinyatakan sebagai seorang laki-laki dengan hipospadia.

Nah tentang apa itu hipospadia, penyebab, hingga gejalanya sudah Urbanasia bahas di artikel berjudul 'Mengenal Hipospadia, Kelainan yang Dialami Aprilia Manganang', Rabu (10/3/2021).

Namun kini kita akan membahas lebih jauh soal beberapa hal yang mungkin jadi pertanyaan Urbanreaders juga nih.

Untuk menjawab rasa penasaran Urbanreaders, kami telah menghubungi spesialis urologi RS Tiara Bekasi, dr. Andika Afriansyah, SpU., nih guys. Yuk simak perbincangan Urbanasia dengan dokter Andika berikut ini.

Tapi sebelum jauh membahas soal kelainan hipospadia, Urbanreaders perlu ketahui bahwa jenis kelamin seseorang sudah ditentukan saat pembuahan atau bertemunya sel sperma dan sel telur.

Jika pertemuan ini menghasilkan kromosom XX, maka secara genetik ia adalah wanita. Namun jika itu XY, secara genetik ia adalah pria.

Nah, dalam perkembangan janin tentu ada kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan kelainan pada janin. Misalnya pada janin dengan kromosom XY, jika ada kelainan hormon atau pun masalah lainnya, maka ada kemungkinan penisnya tidak berkembang.

"Meskipun secara genetiknya dia XY, entah jadi seperti perempuan atau berada di antaranya itu ada spektrum, antara laki-laki dan perempuan. Nah kalau dia berada di spektrum antara itu, jadi misal dia penisnya kecil (mikropenis) disertai dengan hipospadia dan testisnya nggak ada di kantong zakarnya (biasanya kalau tidak ada, kemungkinan ada di perut), itu memang sudah termasuk dalam spektrum yang dulu kita sebutnya hermaprodit atau sekarang diganti namanya jadi Disorder of Sex Development (DSD)," kata Andika saat dihubungi Urbanasia, Rabu (10/3/2021).

Nah, hipospadia sendiri terjadi pada seorang anak laki-laki yang ditandai dengan berpindahnya letak lubang kencing atau saluran keluarnya urine, kelengkungan penis, serta kulup berlebih di bagian sisi kepala penis. Salah satu penyebabnya bisa jadi karena faktor genetik. 

"Misal saya hipospadia kemudian saya punya anak laki-laki. Itu kemungkinan anak saya hipospadia lebih besar dibandingkan bapak-bapak yang normal. Lebih besarnya itu sekitar 2-3 kali lipat kemungkinannya. Tapi kemungkinan dia punya anak dengan penis yang normal pun bisa juga. Jadi kalau bapaknya hipospadia atau keluarganya ada yang hipospadia, lebih besar memang kemungkinan punya keturunan yang mengalami hipospadia itu dibandingkan orang normal," jelasnya panjang lebar.

Lalu, Mengapa Butuh Waktu 28 Tahun untuk Ungkap Identitas Aprilia?

1615343438-Manganang.JPGSumber: Aprilia Manganang. (Instagram @manganang92)

Andika menduga ada banyak faktor yang membuat identitas asli Aprilia sebagai laki-laki baru terungkap. Salah satunya bisa jadi karena masalah psikologis.

"Kemungkinan besar sih pasti 'mungkin' dia malu atau apa karena ini kan tabu banget masalah kaya gini. Pasti secara psikologis tuh ada kelainan. Contohnya paling nggak kalau dia memang secara kromosomnya cowok meskipun bentuk kelaminnya mirip-mirip cewek, pasti dia tumbuh payudaranya nggak, suaranya berat, terus dia gak menstruasi pasti," ungkapnya.

Hal inilah yang diduga akhirnya membuat, bukan hanya Aprilia, namun mereka dengan hipospadia lainnya menganggap hal-hal ini normal. 

"Jadi mungkin dia berpikir kan dia cowok jadi gak menstruasi ya udahlah. Terus payudara gak tumbuh, dadanya kecil. Mungkin dia menganggap ya seperti ini gapapalah payudaranya kecil daripada teman-teman cewek lainnya. Terus masalah lainnya, kenapa suaranya berat, 'oh mungkin suara saya ngebass'. Itu banyak yang gak ketahuan akhirnya dibiarin aja. Dianggapnya bagian dari normal tapi kemudian pada saat dia cek kromosom," jelasnya.

Butuh Perjalanan Panjang hingga Aprilia Sah Sebagai Laki-laki

Sebenarnya hipospadia bisa diketahui sejak bayi baru lahir. Namun bagaimana ya jika kasusnya seperti Aprilia yang baru terungkap saat dewasa?

Menurut Andika kasus serupa bukan pertama kali terjadi. Bahkan ada beberapa kasus yang baru terungkap saat seorang dengan hipospadia bakal melangsungkan pernikahan.

Untuk itu penanganannya pun harus memperhatikan beberapa aspek, mulai dari medis, legal, dan pasien itu sendiri.

"Pasiennya mau dibesarkan sebagai laki-laki atau perempuan? Jadi misal dia memutuskan 'oke saya mau jadi perempuan' meski pun secara genetik dia laki-laki, maka akan direkonstruksi dia ke arah perempuan," kata Andika.

Hal ini biasanya dilakukan dengan beberapa tahapan. Mulai dari pemeriksaan fisik, pencarian testis untuk dihilangkan, hingga rekonstruksi vagina. Setelah serangkaian operasi dilakukan barulah bisa mengajukan ke pengadilan untuk ganti KTP jadi perempuan.

"Tapi kan dia (Aprilia) perempuan nih, bedanya kalau dia mau jadi laki-laki, si Aprilianya minta jadi laki-laki itu lebih ribet lagi karena kan testisnya harus dicari, gak boleh langsung dibuang dan harus diturunin ke tempat yang normal, hipospadianya dikoreksi, kemudian ditambahkan hormon supaya penisnya jadi panjang," jelasnya.

Untuk itu perlu dilakukan beberapa kali operasi, atau setidaknya tiga atau empat kali. Mulai dari pencarian testis dan kemudian diturunkan ke tempat semestinya.

Lalu operasi hipospadia, baru bisa mengajukan ke pengadilan untuk perubahan nama maupun jenis kelamin di KTP. Sehingga jelas perjalanan panjang harus dilalui Aprilia untuk mendapatkan status barunya itu.

"Nanti dokter urologinya jadi saksi ahli bisanya di pengadilan," imbuhnya.

Untuk Jawab Keraguan Netizen Terkait Status Amasya Perlu Dipastikan dengan Pemeriksaan

Ketika ditanya keraguan beberapa netizen soal kemungkinan Amasya mengalami hal serupa, Andika menjelaskan hal itu tak bisa ditebak. Satu-satunya cara adalah dengan melakukan pemeriksaan, guys.

"Jadi kalau mau tahu itu kakaknya (Amasya) harus periksa ke dokter, nggak bisa ditebak-tebak. Karena kan biasanya kalau dia benar-benar cewek kan jakun tidak tumbuh. Kemudian tanda sekunder wanitanya keluar, seperti pertumbuhan payudara dan dia ada menstruasi. Jadi kalau ada menstruasi ya dia pasti cewek itu," pungkasnya.

Nah pemeriksaannya sendiri biasanya bukan hanya pemeriksaan fisik saja guys. Namun jika memang dari pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa ia seorang perempuan, maka pemeriksaan bisa dihentikan.

"Tapi kalau ragu-ragu, kok nggak menstruasi. Ada jakunnya tapi kok bentuk kelaminnya seperti vagina. Nanti diperiksakan pemeriksaan kromosom. Mungkin si Aprilia ini sudah menjalni pemeriksaan kromosom, bentuk kelaminnya seperti wanita tapi kromosomnya XY. Jadi secara genetik dia terlahir sebagai laki-laki tapi karena ada gangguan saat pertumbuhan janin, malah jadi seperti bentuk kelamin wanita," imbuhnya.

Bayi Laki-laki dengan Hipospadia Harus Ditangani Sebelum Berusia 1,5 Tahun

Andika menyebut kasus yang terjadi pada Aprilia ini cukup sulit. Apalagi ia baru mendapatkan penanganan ahli di saat usianya saat ini.

"Kalau buat anak kecil yang baru lahir (hipospadia) bisa dicegah. Misal diperiksa 'loh kok ini bijinya satu nggak ada?' Itu dengan kita operasi kurang dari 18 bulan, kualitas sperma akan sama dengan orang normal untuk biji yang tidak turun. Tapi kalau udah sampai dewasa bertahun-tahun gini ya nggak bisa," jelas Andika.

Namun ternyata ada beberapa cara yang bisa dilakukan saat kamu atau keluarga memiliki anak laki-laki dengan hipospadia guys. 

"Untuk mencegah kerusakan, makanya buat ibu-ibu atau bapak-bapak yang punya anak laki-laki harus selalu dicek testisnya ada nggak di kantung kanan maupun kiri. Supaya gak mengganggu anak ke depannya, itu harus dioperasi kurang dari 18 bulan, harus sudah diturunkan (testisnya)," imbuhnya.

Kamu bisa berkonsultasi ke dokter spesialis anak, dokter spesialis urologi, atau bahkan memeriksanya sendiri saat anak itu baru lahir.

"Habis lahiran tanya ibu bidannya, 'anak saya penisnya normal nggak? Lubang kencingnya di ujung nggak? Sama testisnya kanan kiri lengkap nggak?' Itu saja biar nggak terjadi seperti ini," katanya.

"Kita punya waktu sampai dia punya umur 18 bulan atau 1,5 tahun untuk mengoreksi ini supaya tidak terjadi gangguan kemandulan di kemudian hari," tutup Andika.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait