URtrending

Tim Dosen ITB Kembangkan Ventilator Portabel untuk Pasien COVID-19

Nunung Nasikhah, Senin, 27 April 2020 15.28 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tim Dosen ITB Kembangkan Ventilator Portabel untuk Pasien COVID-19
Image: Tim Dosen ITB. (itb.ac.id)

Bandung – Pandemi coronavirus disease (COVID-19) tak menghalangi langkah para dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk terus berinovasi.

Belakangan ini, tim dosen di kampus tersebut tengah mengembangkan sebuah ventilator portabel untuk menangani pasien COVID-19 dengan menggunakan teknologi ambu-bag atau kantong udara.

Teknologi tersebut diberi nama ‘Airgency: Emergency Automatic Bag-Ventilator’. Airgency merupakan inovasi yang dikembangkan sebagai penanganan yang ditujukan kepada pasien COVID-19 yang telah berada di tahap tiga atau tahap paling kritis.

Dalam tahap tersebut, pasien telah mengalami disfungsi paru-paru yang menyebabkan pasien tidak dapat bernapas dan membutuhkan alat pernapasan bantu otomatis.

Teknologi ambu-bag tersebut dipilih sebab lebih murah dan dapat diproduksi dalam jumlah massal. Terlebih jika dibandingkan dengan ventilator lain yang memiliki harga mencapai ratusan juta. Ventilator dengan ambu-bag ini diklaim akan memakan biaya yang lebih murah dan bisa dibeli dalam jutaan rupiah saja.

Tim Dosen ITB yang mengembangkan alat tersebut adalah Christian Reyner M.T., Dr. Khairul Ummah, Dr. Yazdi I. Jenie, dan Dr. Djarot Widagdo, serta Muhammad Ihsan. Dalam proses perancangannya, tim bekerja sama dengan PT Bentara Tabang Nusantara (BETA).

Sebelum melakukan perancangan Airgency, tim Dosen ITB terlebih dahulu berdiskusi dengan tim dokter dari Universitas Padjadjaran dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).

Salah seorang Dosen yang ikut mengembangkan, Dr Yazdi mengatakan, teknologi ventilator dengan ambu-bag sebenarnya telah digunakan di RSHS. Namun dalam aplikasinya petugas medis harus menekan ambu-bag terus menerus untuk membantu pernapasan pasien.

Hal tersebut dapat menyebabkan kelelahan pada petugas medis serta risiko terpapar COVID-19 menjadi lebih tinggi.

Oleh karena itu fokus pada Airgency ini adalah membuat teknologi ventilator dengan ambu-bag yang otomatis dalam pengaplikasiannya dan dapat ditujukan bagi pasien yang harus berpindah ruangan dan tetap menggunakan ventilator.

1587976159-ITB2.jpeg

Airgency: Emergency Automatic Bag-Ventilator. (itb.ac.id)

Nah, untuk alat ini bekerja dengan cara ditekan ambu-bag di awal lalu mengatur kinerja Airgency. Terdapat tiga pengaturan utama Airgency antara lain pengaturan volume tidal, pengaturan rasio inhale, dan exhale, dan pengaturan tekanan.

Tak hanya itu. Dalam Airgency juga terdapat fitur keselamatan untuk mendeteksi kegagalan mekanik yang nantinya akan menampilkan trigger warning apabila terjadi kegagalan.

Selain itu, Airgency juga dilengkapi dengan fitur backup battery sehingga apabila terjadi hubungan pendek arus listrik atau ada kerusakan sumber daya, maka sumber daya Airgency akan langsung tergantikan dengan sumber daya baterai.

“Airgency juga dilengkapi dengan sistem sensor tekanan untuk mengetahui tekanan yang masuk ke paru-paru manusia dan ada fitur deteksi pernapasan,” kata Dr Yazdi.

“Terdapat dua pilihan mode pada Airgency yaitu mode normal by default yang artinya Airgency akan memiliki cara kerja seperti automatic resusitator dan Assisted Breathing Mode untuk membantu pasien yang mengalami kesulitan bernapas dengan adanya pengaturan penggunaan saat pasien ingin bernapas dengan bantuan Airgency,” lanjutnya.

Untuk proses perancangan desain Airgency ini, dilakukan dalam kurun waktu 1-2 minggu sampai pada tahap pembuatan purwarupa dengan melakukan iterasi sebanyak 10-20 kali hingga didapatkan purwarupa Airgency yang paling tepat.

Saat ini, purwarupa Airgency dalam tahap sertifikasi oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kemenkes RI, tim dokter Universitas Padjadjaran, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selama 1-2 minggu.

“Setelah lolos sertifikasi, selanjutnya akan dilakukan produksi sebanyak 10 - 20 Airgency yang siap digunakan. Untuk pembuatan Airgency dengan skala cukup kecil akan dibutuhkan satu minggu,” ujar Christian Reyner.

Rencananya, setelah lolos uji sertifikasi, Airgency akan diuji klinis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan akan mulai diproduksi untuk digunakan di rumah sakit di Bandung dan dan daerah lainnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait