URstyle

Mengenal dr. Rubini Natawisastra yang Baru Dianugerahi Pahlawan Nasional

Fitri Nursaniyah, Senin, 7 November 2022 13.36 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal dr. Rubini Natawisastra yang Baru Dianugerahi Pahlawan Nasional
Image: dr. Rubini Natawisastra yang mendapat gelar Pahlawan Nasional. (ANTARA)

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengumumkan bahwa Pemerintah akan memberikan gelar Pahlawan Nasional pada 5 putra pejuang dan pengisi kemerdekaan Indonesia, Guys.

Nah, salah satu pahlawan yang dimaksud Mahfud MD adalah Raden Rubini Natawisastra yang merupakan seorang dokter.

Sebelumnya, pihak keluarga lewat Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mengajukan usulan ke Pemerintah untuk mengangkat dr. Rubini menjadi pahlawan. Sebelum pengajuan, Kowani lebih dulu napak tilas ke sejumlah tempat di Kalimantan Barat, tempat dr. Rubini Natawisastra mengabdi.

Dari kunjungannya itu, Kowani mengetahui bahwa dr. Rubini Natawisastra semasa menemukan banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Yuk, mengenal lebih jauh Pahlawan Nasional kita, dr. Rubini Natawisastra, mulai dari sosoknya hingga sumbangsihnya di dunia kesehatan.

Profil dr. Rubini Natawisastra

Raden Rubini Natawisastra lahir di Bandung pada 31 Agustus 1906. Ia merupakan seorang menak atau bangsawan, anak dari pasangan Ni Raden Endung Lengkamirah dan Raden Natawisastra.

dr. Rubini lulus dari STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen atau Sekolah Kedokteran Bumiputera) dan Nederlands Indische Artsen School Surabaya.

Pada 1934, dr. Rubini ditugaskan ke Pontianak, Kalimantan Barat tepatnya di Rumah Sakit Militer. Selanjutnya, dr. Rubini dipindahtugaskan ke Rumah Sakit Sungai Jawi milik Misi Katolik (Rooms Katholieke Ziekenhuis) yang sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit Santo Antonius.

Sumbangsih dr. Rubini di Dunia Kesehatan

1667802836-keluarga-dr-rubini.pngSumber: Keluarga dr. Rubini Natawisastra. (ANTARA)

dr. Rubini banyak berjasa di bidang kesehatan. Ia tak hanya menekuni pekerjaannya sebagai dokter, tapi ikut aktif dalam pergerakan kebangsaan melalui Partai Indonesia Raya (Parindra). Pada tahun 1939, dr. Rubini masuk daftar kepengurusan Parinda Kalimantan Barat.

Lewat Parindra, ide-ide dr. Rubini membuat program-program kemajuan untuk kehidupan rakyat terwujud, seperti mendirikan sekolah, klub olahraga, klub kesenian, dan kursus politik.

Kepada pemerintah kolonial, dr. Rubini juga menyuarakan soal kondisi di Kalimantan Barat yang tertinggal jauh dibanding wilayah lain di Indonesia, termasuk sumber daya manusia (SDM)-nya.

Di eranya, dr. Rubini berhasil menuntaskan misi meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap ibu dan anak dengan menekan angka kematian pada ibu dan anak saat persalinan. Kala itu, banyak terjadi kematian saat proses persalinan ditangani dukun beranak.

Nah, untuk menekan kematian itu, dr. Rubini membuka praktik kedokteran umum di rumahnya di Landraad Weg. Terdapat praktik kebidanan di kliniknya yang ditangani bidan bersertifikat.

dr. Rubini kerap menjalankan tugas sebagai dokter keliling. Momen ini lah yang membuat dr. Rubini dikenal sebagai dokter rendah hati dan tanpa pamrih. Hal ini terlihat dari pasien yang tak mampu bayar biaya berobat bisa membayar menggunakan apa pun seperti hasil bumi, kelapa, ayam, bahkan ada juga yang tidak bayar sama sekali alias gratis.

Tak berjalan sendirian, dr. Rubini didampingi istrinya, Amalia Rubini, dalam menjalankan tugasnya. Istrinya itu tergabung dalam gerakan Palang Merah. Istri dr. Rubini pun aktif berbagi informasi terkait keterampilan sesuai pemberdayaan perempuan dan anak. Sosialisasi ini dilakukan di sekolah, tempat pengajian perempuan, hingga tempat kursus keterampilan.

Memasuki tahun 1941 ketika Kalimantan Barat sudah mulai dijatuhi bom oleh Jepang, pemerintah kolonial mengangkat dr. Rubini menjadi perwira kesehatan cadangan berpangkat letnan 2. Dia ditugaskan mengurus rumah sakit militer yang ditinggalkan dokter Belanda.

Kala itu, dr. Rubini dan dokter pribumi lainnya merawat pasien korban bom Jepang. Apa yang dilakukan Jepang membuat dr. Rubini bertekad bulat membalas penindasan Jepang.

dr. Rubini pun memimpin gerakan perlawanan terhadap Jepang bernama 'Soeka Rela'. Sayangnya aksi ini diketahui Jepang setelah ada pengkhianat. Koran Borneo Sinbun, 1 Juli 1944, memberitakan bahwa Jepang telah mengeksekusi orang-orang yang terlibat komplotan perlawanan termasuk dr. Rubini dan istrinya.

Jasa dr. Rubini dikenang lewat namanya yang ditetapkan sebagai nama rumah sakit yakni Rumah Sakit Dokter Rubini, sebelumnya rumah sakit itu bernama Rumah Sakit Umum Mempawah. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait