URguide

Merinding! Kisah Pria Mendaki Gunung Bareng Rekan yang Sudah Meninggal

Shelly Lisdya, Kamis, 24 Februari 2022 19.30 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Merinding! Kisah Pria Mendaki Gunung Bareng Rekan yang Sudah Meninggal
Image: Ilustrasi Mendaki. (Freepik)

Jakarta - Saat pendakian, hampir selalu ada kejadian mistis yang dialami pendaki. Salah satunya yang dialami oleh Oji (Fahirus Ozhi) bersama tiga temannya saat mendaki Gunung Sumbing.

Dalam pengakuannya, Oji bercerita bahwa ia mendaki bersama seorang teman yang rupanya telah meninggal dunia.

Kala itu, Oji mendaki bersama empat temannya Eko, Aldo, Aldi, dan Bagus (Almarhum) di awal tahun 2021 menuju triple S (Gunung Slamet, Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro).

Kisahnya bermula dari ajakan Eko yang sudah merencanakan pendakian bersama Bagus satu tahun yang lalu, hingga akhirnya baru dilaksanakan beberapa waktu.

Keganjilan perilaku Bagus ini sudah dirasakan sejak awal oleh Oji. Pertama, ketika mereka sampai di basecamp Gunung Sumbing. Oji mengaku dan menyadari ada perilaku aneh yang dilakukan Bagus, sehingga membuat gundah hatinya.

Di basecamp, Oji ditegur petugas karena sudah dinantikan Bagus di basecamp. Oji sempat terheran, pasalnya dia belum memberi petunjuk arah pendakian Gunung Sumbing via Gajah Mungkur.

"Kamu tuh gimana, temanmu Bagus sudah menunggu satu hari yang lalu kok kamu baru nyampe ji?" kata petugas dikutip dari YouTube RJL 5, Kamis (24/2/2022).

"Padahal belum saya kasih arah waktu itu dan nggak ada di Google Maps. Dari situ saya heran, tapi saya masih positif thinking," kata Oji bercerita dengan Om Mamat.

“Dalam hati, saya berpikir kok bisa, lima jam lalu Bagus masih WhatsApp-an dengan saya di rumahnya, tapi kok satu hari sebelumnya sudah nyampe di base camp ini?” lanjut Oji.

Tak lama, Eko memperkenalkan Bagus ke Oji. Bagus merupakan teman Eko di satu perusahaan. 

Singkat cerita, sebelum pendakian dimulai, mereka berempat harus mempersiapkan logistik dan register dulu di basecamp.

"Karena waktu itu malam Jumat kan, jadi kami menginap istirahat dulu di basecamp ini. Pihak pengelola baru memperbolehkan mendaki gunung setelah Salat Jumat," terang Oji.

Keanehan mulai dirasakan saat Salat tiba, Oji bercerita jika kulit Bagus tidak basah saat berwudhu. Bahkan, Bagus mulai gelisah saat melaksanakan Salat.

“Menjelang Subuh, kami berlima bangun untuk Salat berjamaah, nah anehnya airnya tidak membasahi kulitnya,” kata Oji.

"Setelah Salat Jumat, kami mulai pendakian, dan aku perhatikan dari sarapan pagi hingga makan siang itu Bagus tidak pernah mau makan dan hanya minum air hangat saja, ngomong sama saya itu dia nggak mau. Pas minum air panas itu, langsung dia habiskan, saya kaget," jelas Oji.

Ketika sampai di pos satu Sanggaran dan diantar ojek, Bagus justru sudah sampai duluan di tempat itu. Kondisi keanehan Bagus mulai dirasakan lagi oleh Oji saat mendaki menuju gerbang Gajah Mungkur. 

“Aku perhatikan selama mendaki Bagus seperti kegerahan tapi badanya dingin bentar-bentar minta istirahat. Singkat cerita sampailah kami di gerbang Gajah Mungkur tempat camping bermalam kami, tim memasang tenda untuk istirahat, dan tiba-tiba Bagus minta satu tenda tidur sama saya,” lanjut Oji.

Usai memasang tenda, Oji mengajak teman-temannya untuk makan, namun lagi-lagi Bagus tidak ingin makan. Setelah dibujuk Eko, Bagus makan meski masuk hanya tiga sendok.

“Dia mulai pucat kan itu, dikasih obat ngga mau. Akhirnya aku tawarkan mau kopi, susu, atau teh hangat pada Bagus, ia minta air hangat saja,” kata Oji.

“Terus aku kasih air hangat, namun Bagus langsung minum air yang masih panas itu diteguk hingga habis seperti kehausan,” lanjut Oji.

“Bagus jawab nggak katanya sudah dingin. Mulai aneh tapi saya masih positif thinking," bebernya.

Di tengah malam, kejadian aneh terulang kedua kali, di mana Bagus tiba-tiba menghilang. Oji pun membangunkan teman lainnya untuk mencari Bagus. Ternyata Bagus ditemukan duduk melihat pemandangan kota. Saat itu pula, wajah Bagus mulai pucat.

Pagi hari, mereka segera bergegas untuk naik ke puncak. Namun, di saat pemberhentian untuk swafoto (selfie), Bagus tidak ingin sama sekali foto. 

“Kami melihat sunrise sambil foto di pohon Kazu Jomblo daerah Kandang Kidang, tapi Bagus selalu menghindar dan anehnya dari awal datang tidak mau difoto meski sudah dibujuk, ia selalu menolak dengan dingin. Dia malah senang menyendiri duduk di batu petilasan area setempat,” beber Oji.

"Dan menjelang petang aku perhatikan Bagus wajahnya semakin pucat seperti kelelahan dan memintaku air panas kembali untuk diminum, padahal di situ juga ada teman dari Jakarta bergabung, lagi-lagi kami merasa aneh, semua mata tertuju ke Bagus," lanjutnya.

Setelah pendakian, Bagus berpamitan pada rekan-rekannya. Dia turun gunung dengan berlari, Eko meminta Oji untuk mengejar.

Meski jarak tidak terlalu jauh, tapi Oji tetap ketinggalan beberapa langkah. Sesampainya di pos dua, Bagus duduk dan merasa perutnya sakit. 

"Saya kejar dia, tapi jaraknya sering ketinggalan. Aku ngiranya dia pro banget. Dan sampai di pos dua, dia bilang sakit perut, akhirnya aku nawarin tasnya untuk aku gendong, sedangkan Eko menawarkan untuk menggendong Bagus," cerita Oji.

Setelah sampai di basecamp, Bagus bergegas pulang dan berpamitan dengan Oji, Eko, Aldo, dan Aldi. Meski pihak pengelola melarang Bagus pulang di saat waktu Maghrib, namun Bagus bersikeras untuk tetap pulang.

Dua jam berselang, Oji dan kawan-kawan pulang kembali ke Wonosobo. Oji sempat mengatakan untuk melewati jalan kanan, namun anehnya rekan-rekannya justru belok kiri arah Purworejo, kediaman Bagus.

"Saya sama Aldo, saat itu saya ngantuk dan tidur ayam. Saya merasa ini bukan jalan pulang, saat nglakson Eko, mereka bilang jalannya benar. Tapi kok sudah sampai di Alun-alun Purworejo?" lanjut Oji.

Eko pun berniat mengajak Oji dan lainnya menginap dan beristirahat di rumah Bagus, karena lokasi yang dekat. Tiba-tiba mereka terkejut lantaran rumah Bagus dipasang bendera kuning. 

"Kami kaget, Eko sudah nangis. Adiknya Bagus keluar dan meluk Eko, dia menangis. Orang tuanya mempersilahkan kami masuk, dan ternyata Bagus sudah meninggal sebelum mendaki dengan kami," lanjut Oji.

"Om atau pakdenya bilang, Bagus kecelakaan setelah membeli logistik untuk pendakian. Dan list yang logistik Bagus itu sama seperti yang dia bawa saat mendaki. Dan om-nya bilang, yang ikut mendaki dengan kami adalah jin qorin Bagus," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait