URnews

Warga Singapura Alami Resesi Seks di Masa Pandemi, Apa Sebabnya?

Itha Prabandhani, Sabtu, 2 Oktober 2021 09.35 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Warga Singapura Alami Resesi Seks di Masa Pandemi, Apa Sebabnya?
Image: Negara Singapura. (Pixabay/Squirrel_photos)

Jakarta - Urbanreaders pastinya udah akrab dengan istilah resesi yang merujuk pada kondisi di mana pertumbuhan ekonomi bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut atau lebih.

Alih-alih minus dalam pertumbuhan ekonomi, masyarakat Singapura dikabarkan mengalami penurunan drastis dalam hal aktivitas seksual nih guys, yaitu pernikahan dan keputusan untuk memiliki anak.

Dilaporkan, jumlah pernikahan di negara itu turun hingga ke level terendah dalam 34 tahun terakhir. Sementara, jumlah kelahiran warga juga merosot tajam ke level terendah selama tujuh tahun. Karena inilah, Singapura disebut tengah mengalami 'resesi seks'. 

Melansir Channel News Asia (CNA), selama tahun 2020, terdapat 19.430 pernikahan. Jumlah ini turun 12,3% dari tahun sebelumnya, yaitu 22.165. Pandemi COVID-19 disebut-sebut sebagai penyebabnya, di mana banyak warga sulit untuk menikah, mendapatkan pasangan, hingga menunda untuk memiliki keturunan. Angka ini merupakan catatan terendah sejak 1986, ketika waktu itu hanya ada 19.348 pernikahan.

"Pembatasan pertemuan besar pada tahun lalu bisa menyebabkan pasangan menunda pernikahan mereka," seperti ditulis Divisi Kependudukan dan Bakat Nasional Singapura, Kamis (30/9/2021). 

Tak hanya itu, Divisi Kependudukan dan Bakat Nasional Singapura mencatat terjadinya penurunan pernikahan dengan pasangan transnasional, sebesar 30 persen dibandingkan tahun 2019. 

"Penurunan ini mungkin sebagian karena pembatasan perjalanan terkait COVID-19," papar badan tersebut. 

Tak hanya pernikahan, pandemi juga menyebabkan banyak pasangan menunda bahkan enggan untuk memiliki anak. Selama tahun 2020, terdata hanya ada 31.816 kelahiran di negeri Singa atau 3,1% lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, 32.844. Ini adalah jumlah terendah sejak 2013. 

Badan Kependudukan Singapura mengatakan bahwa berdasarkan hasil survei terhadap sekitar 4.000 orang di Juni 2020, sejumlah responden mengungkapkan bahwa mereka telah menunda pernikahan dan menjadi orang tua, akibat kondisi pandemi yang tidak pasti. 

"Karena kekhawatiran tentang kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat yang tidak pasti," ujar badan tersebut.

"Kami terus menghadapi tantangan struktural jangka panjang dengan tingkat kelahiran kami yang rendah, serupa dengan masyarakat maju lainnya," lanjutnya. 

Dalam kurun waktu 2016 - 2020, rata-rata terjadi 32.500 kelahiran, sedikit lebih banyak dari 32.400 dalam lima tahun sebelumnya 2011-2015.

Sebelumnya, Singapura memberi insentif bagi mereka yang ingin memiliki anak di masa pandemi, berupa dana hibah sebesar 3.000 dolar Singapura. Namun, insentif tersebut rupanya tak berhasil mendongkrak angka kelahiran di sana.

Lebih lanjut, Singapura mencatat rekor penurunan jumlah populasi selama setahun terakhir. Data Departemen Statistik pada Selasa (28/9/2021) memaparkan total populasi Singapura pada Juni kembali turun selama dua tahun berturut-turut dari 5,69 juta pada 2020, menjadi 5,45 juta. Laporan singkat tahunan pemerintah mengungkapkan aturan pembatasan dan kondisi pandemi COVID-19 menjadi salah satu penyebab utamanya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait