URedu

Mengenal Hukuman Mati yang Divoniskan ke Ferdy Sambo dan Pelaksanaannya

William Ciputra, Selasa, 14 Februari 2023 09.46 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Hukuman Mati yang Divoniskan ke Ferdy Sambo dan Pelaksanaannya
Image: Ilustrasi. (Pixabay)

Jakarta - Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. 

Hakim ketua Wahyu Iman Santoso mengatakan, majelis hakim menilai Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja dan terencana dalam menghilangkan nyawa ajudannya itu. 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” kata Wahyu dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). 

Urbanreaders penasaran nggak sih apa itu hukuman mati dan bagaimana pelaksanaannya? Yuk simak uraian berikut!

Mengenal Hukuman Mati

Hukuman mati atau pidana mati dinilai banyak pakar sebagai hukuman terberat dalam perkara pidana. Roeslan Salah (1987) menyatakan bahwa hukuman mati adalah pidana terberat dalam hukum positif Indonesia. 

Sementara Penyuluh Hukum pada Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan, Puguh Wiyono (2022) mengatakan hukuman mati atau pidana mati adalah praktik yang dilakukan suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas kejahatannya. 

Pidana mati merupakan sanksi yang dilakukan dengan suatu pilihan perbuatan mematikan kepada pelaku tindak pidana yang telahh diputus bersalah atas putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

Sejarah Hukuman Mati

Praktik hukuman mati di Indonesia sudah dilakukan sejak lama. Dalam banyak dokumentasi disebutkan bahwa hukuman mati ini sudah dilakukan sejak masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels. 

Pada waktu itu, hukuman mati diberikan kepada warga pribumi yang tidak mau menuruti perintah dari pemerinta Hindia Belanda. 

Sanksi ini juga bersifat khas dikarenakan setelah eksekusinya dilaksanakan, maka terpidana yang sudah kehilangan nyawa tersebut tidak dapat hidup kembali (apabila ternyata muncul kekeliruan atas perkara yang bersangkutan).

Dasar Hukum Pidana Mati

Pidana mati atau hukuman mati ini diatur dalam KUHP yaitu Pasal 11 juncto Pasal 10 dan UU Nomow 2/Pnps/1962. 

Dalam Pasal 11 disebutkan bahwa pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat pada tiang gantungan tepat di leher terpidana. 

Namun aturan Pasal 11 KUHP ini kemudian diubah melalui UU Nomor 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Pasal 1 UU ini mengatur pidana mati di Peradilan Umum maupun Militer dilakukan dengan ditembak sampai mati. 

Ada beberapa pasal dalam KUHP yang mengatur tentang hukuman mati ini. Berikut sebagaimana dilansir dari Jurnal Syiar Hukum (2007):

Pasal 104: makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden 

Pasal 111 ayat (2): melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang 

Pasal 124 ayat (3): pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang 

Pasal 340: pembunuhan berencana 

Pasal 365 ayat (4): pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati 

Pasal 444: pembajakan di laut yang menyebabkan kematian 

Pasal 149 K ayat (2) dan Pasal 149 O ayat (2): kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.

Pelaksanaan Hukuman Mati

Menurut UU Nomor 2/Pnps/1964, terpidana akan diberitahu tentang rencana eksekusi mati oleh jaksa pada 3x24 jam sebelum pelaksanaan. Apabila terpidana hamil, eksekusi akan dilakukan 40 hari setelah anaknya lahir. 

Sebelum eksekusi, Kapolda setempat akan membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara, 12 Tamtama, yang dipimpin oleh seorang Perwira. Regu tembak berasal dari Korps Brimob. 

Tata cara pelaksanaan hukuman mati diatur dan Perkapolri Nomor 12 Tahun 2010 sebagai berikut:

  • Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati. 
  • Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan. 
  • Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati. 
  • Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan. 
  • Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan. 
  • Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, ‘Lapor, pelaksanaan pidana mati siap’. 
  • Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati. 
  • Setelah selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, ‘Laksanakan’. Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, ‘Laksanakan’. 
  • Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor. 
  • Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
  • Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan. 
  • Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak. 
  • Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana. 
  • Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati. 
  • Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana. 
  • Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana. 
  • Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana. 
  • Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata. 
  • Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak. 

Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.

Kemudian, Komandan Pelaksana bersama jaksa eksekutor dan dokter akan memeriksa kondisi terpidana. 

Jika masih ada tanda-tanda kehidupan, maka jaksa akan memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan terakhir. 

Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai ketika dokter sudah tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana. 

Tahapan Pidana Mati

Dalam UU KUHP yang baru disebutkan bahwa hukumanmati dilakukan dalam beberapa tahapan. Pertama adalah hukuman mati dihindari dengan memilih pidana alternatif yaitu penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu paling lama 20 tahun. 

Tahap kedua, penundaan hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun penjara. Selama masa itu ada kemungkinan perubahan pidana mati menjadi pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun. 

Ketiga, terpidana berhak mengajukan grasi. Pidana mati bisa tetap dilaksanakan jika Presiden menolak permohonan grasi tersebut. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait