URnews

Korban Pemerkosaan di Kemenkop UKM Buka Suara, Tuntut Keadilan

Nivita Saldyni, Selasa, 25 Oktober 2022 09.43 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Korban Pemerkosaan di Kemenkop UKM Buka Suara, Tuntut Keadilan
Image: ilustrasi pemerkosaan (Prezler Law Firm)

Jakarta - Kasus pemerkosaan di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) terhadap seorang pegawai honorer tahun 2019 kembali diungkap ke publik. Pasalnya korban merasa tak dapat keadilan setelah Polresta Bogor Kota mengarahkannya untuk menikah dengan salah satu pelaku dan menutup kasus pada tahun berikutnya.

Lantas seperti apa kronologis kasusnya? Bagaimana perkembangan kasusnya?

Berdasarkan cerita Radit, saudara korban dalam diskusi 'Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM, Tanggung Jawab Siapa?' di kanal YouTube Aktual Forum, kisah memilukan yang dialami ND ini terjadi pada 6 Desember 2019. Saat itu, ND yang berstatus pegawai honorer ikut acara di luar kantor, mengikuti perpisahan purnatugas Kepala Biro Umum Hardiyanto di Hotel Permata, Kota Bogor.

Saat di hotel, ND dan teman sekamarnya didatangi tujuh orang rekan laki-lakinya. Mereka mengajak ND dan teman sekamarnya untuk makan bersama.

"Kebetulan teman satu kamarnya sakit perut sehingga tidak bisa ikut. Setelah dari makan, menuju ke suatu bar. Korban dicekoki minuman, mereka minum ramai-ramai lalu (korban) dipapah menuju kamar hotel pimpinan yaitu biro umum pada masa itu, Pak Herdianto. Kamarnya ini dipersalahgunakan untuk memperkosa korban," cerita Radit.

Saat itulah ND dibawa ke kamar pimpinan kantor dan diperkosa empat orang pegawai orang, yaitu ZPA yang saat itu masih berstatus CPNS, WH yang berstatus PNS, ZF rekan sesama honorer, dan NN office boy. Saat kejadian itu berlangsung, ada tiga orang lain yang jadi saksi. Mereka adalah N dan T yang menjaga pintu dan A yang ikut sampai lokasi.

Korban kemudian menceritakan kejadian tersebut ke keluarganya. Akhirnya Januari 2020, korban memutuskan melaporkan kejadian itu ke Polresta Bogor Kota.

Saat itu, pihak hotel menyerahkan rekaman CCTV ke polisi. Polisi juga merekomendasikan korban untuk melakukan visum. Hingga akhirnya empat orang pelaku ditangkap. Namun tak lama kemudian ternyata polisi sudah melepas para pelaku.

Menurut Radit, hal ini terjadi usai adanya berbagai desakan dari pihak keluarga pelaku untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan. Belum lagi, polisi juga mendesak agar kasus berakhir 'damai' dengan cara menikahkan korban bersama pelaku yang masih lajang, yaitu ZPA.

Pihak keluarga korban akhirnya menerima usulan tersebut. Akhirnya ZPA dinikahkan dengan korban. Dengan demikian, polisi memutuskan secara sepihak untuk menutup kasus tersebut (SP-3) dengan dalih sudah diselesaikan lewat restorative justice.

"Keluarga tidak mengetahui adanya SP-3 dan tidak pernah mencabut laporan. Kami baru tahu setelah mensomasi ZPA," ungkap Radit.

Keluarga korban pun merasa tak dapat keadilan. Sebab ZPA tak pernah datang ke rumah, hanya menafkahi korban Rp 300 ribu per bulan, dan tak menjalankan tugasnya sebagai suami dengan baik. Bahkan 17 Oktober 2022, ZPA tiba-tiba menggugat cerai korban setelah setahun menikah.

"Kami menanyakan kabarnya sampai sekarang, apakah pernikahan ini dibuat hanya untuk meloloskan mereka (pelaku) dari tahanan?" tegasnya.

Radit mengungkap ZPA saat ini telah berstatus PNS Kemenkop UKM. Ia bahkan mendapat beasiswa kementerian terkait pada 2021 lalu. Tiga pelaku lainnya masih bekerja di tempat yang sama. Malah korban yang saat ini justru pindah kerja ke instansi lain.

"Kami ingin diteruskan saja sampai ke pengadilan lebih baik karena dari pihak keluarga sudah banyak kerugian yang ditanggung dan tidak ada itikad baik dari instansi maupun pihak pelaku," harap Radit.

Respons Kemenkop UKM

Merespons pemberitaan kasus ini, Kemenkop UKM akhirnya buka suara. Mereka mengaku sudah tahu kasusnya dan mendukung penuh proses penyelesaian yang seadil-adilnya bagi korban dan keluarga.

"Kami telah memberikan pendampingan kepada korban dengan membuat laporan polisi dengan STBL/577/XII/2019/SPKT, atas Pasal 286 KUHP oleh terduga asusila berinisial WH, MF, NN dan ZP pada tanggal 20 Desember 2019," kata SesmenKopUKM Arif Rahman Hakim pada Senin (24/10/2022).

Pada 13 Februari 2022, Polres Kota Bogor juga sempat menahan empat pelaku. Mereka ditahan selama 21 hari sebelum akhirnya ND dinikahkan dengan salah satu pelaku pada 13 Maret 2020 oleh KUA Cilandak, Jakarta Selatan. Kemudian pada 18 Maret 2020 polisi menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan Nomor: S.PPP/813.b/III/RES.1.24/2020.

"Kami bergerak cepat dengan langsung memanggil dua pelaku dugaan tindak asusila yang berstatus ASN dan melakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Internal Nomor: 01/BAP/XII/2019_rhs dan nomor 02/BAP/XII/2019_rhs. Untuk dua pelaku yang berstatus honorer kami wawancara secara lisan," ungkap Arif.

"Kami menjatuhkan sanksi berupa status non job (pemberhentian pekerjaan) pada 14 Februari 2020 untuk pelaku atas nama MF dan 24 Februari 2020 untuk pelaku atas nama NN atas pelanggaran dugaan tindak asusila. Untuk oknum PNS dijatuhi hukuman disiplin berat yaitu penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun, dari kelas jabatan 7 (analis) menjadi kelas jabatan 3 (pengemudi) bagi WH dan ZP,” bebernya.

Arif mengaku sejak awal berkomitmen melakukan pendampingan terhadap korban dan mendorong penyelesaian kasus ini seadil-adilnya. Oleh sebab itu pihaknya sudah memberikan hak-hak korban, termasuk gaji yang telah diselesaikan sampai dengan Januari 2020.

"Selain itu kami juga memfasilitasi terduga korban untuk bekerja sebagai tenaga outsourcing honorer di instansi lain dan masih bekerja sampai saat ini,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait