URnews

Media Asing Soroti Azan di Jakarta, Begini Ketentuan Resmi Kemenag

Deandra Salsabila, Minggu, 17 Oktober 2021 09.31 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Media Asing Soroti Azan di Jakarta, Begini Ketentuan Resmi Kemenag
Image: Ilustrasi orang sedang mengumandangkan azan (iStock/Leolintang)

Jakarta - Baru-baru ini, sempat ramai berita media asing tentang pengeras suara saat azan berkumandang di wilayah DKI Jakarta yang dianggap mengganggu oleh salah satu warganya dan akhirnya viral di media sosial.

Kementerian Agama (Kemenag) pun memberikan penjelasannya mengenai ketentuan pengeras suara yang digunakan di masjid, langgar, dan musala yang sudah diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas islam diterapkan sejak tahun 1978. SE tersebut sudah ditandatangani pada 24 Agustus 2018.

Berikut adalah ketentuan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 mengenai Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala, yaitu pengeras suara luar, digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat. Sedangkan, pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara.

“Mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara,” lanjut keterangan dalam instruksi tersebut.

Selain itu, dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 juga mencakup waktu dikumandangkannya Azan, di antaranya adalah ketika waktu subuh.

Sebelum waktu subuh dapat dilakukan dengan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini untuk pembacaan ayat suci Al-Quran.

Kegiatan pembacaan Al-Quran dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid dan Azan subuh menggunakan pengeras suara ke luar. Azan waktu subuh pun dilakukan menggunakan pengeras suara ke luar.

“Sholat subuh, kuliah dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jamaah) dan hanya ditujukan ke dalam saja,” tulis ketentuan dalam instruksi tersebut.

Kemudian adalah instruksi mengenai waktu Dzuhur dan Jumat, yaitu lima menit menjelang Dzuhur dan 15 menit menjelang waktu Dzuhur dan Jumat supaya diisi bacaan Al-Quran yang ditujukan ke luar.

Bacaan salat, doa, pengumuman, khutbah dan lain-lain juga dapat menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.

Selanjutnya merupakan instruksi mengenai waktu. Ashar, Maghrib, dan Isya, di mana lima menit sebelum Azan pada waktunya dianjurkan membaca Al-Quran. Pada waktu datang waktu sholat, dilakukan Azan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.

Instruksi ketika keadaan Takbir, Tahrim, dan Ramadan pun sudah diberikan. Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara keluar. Pada Idul Fitri dilakukan malam 1 Syawal. Pada Idul Adha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah.

Tahrim yang berupa doa menggunakan pengeras suara ke dalam. Sedangkan, tahrim dzikir tidak menggunakan pengeras suara.

“Pada bulan Ramadan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Al-Quran yang ditujukan ke dalam, seperti tadarus dan lain-lain,” lanjut instruksi tersebut.

Terakhir, instruksi menjelaskan mengenai Upacara Hari Besar Islam dan Pengajian. Tabligh pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan oleh mubaligh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan jemaah.

Maka, tabligh atau pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam, tidak untuk ke luar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait