URtrending

Mengenal Salahuddin bin Talabuddin, Pahlawan Nasional Asal Maluku Utara

Ardha Franstiya, Jumat, 11 November 2022 14.16 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Salahuddin bin Talabuddin, Pahlawan Nasional Asal Maluku Utara
Image: Pemkab Halmahera Tengah, menyatakan rasa bangga atas penetapan putra daerah Salahuddin Bin Talabudin sebagai pahlawan nasional. (ANTARAAbdul Fataham)

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh, termasuk almarhum H. Salahuddin bin Talabuddin dari Maluku Utara di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/11/2022).

Penganugerahan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 96 TK Tahun 2022 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta pada 3 November 2022.

Selain almarhum H. Salahuddin bin Talabuddin, ada 4 tokoh lainnya yang menerima gelar pahlawan nasional, yakni almarhum Dr. dr. HR Soeharto asal Jawa Tengah, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat, KGPAA Paku Alam VIII dari Daerah Istimewa Yogyakarta serta almarhum KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.

Selama 32 tahun, almarhum H Salahuddin bin Talabuddin dinilai telah berjuang dan turut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila.

"Beliau pernah dibuang ke Boven Digoel tahun 1942 dan juga dibuang ke Sawahlunto tahun 1918-1923,” ucap Menkopolhukam Mahfud MD.

Bagi kamu yang ingin mengenal sosok almarhum H. Salahuddin bin Talabuddin, berikut profilnya!

H Salahuddin bin Talabuddin yang lahir di Gemia, Patani, Halmahera Tengah, tahun 1874 melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda ketika menjadi anggota Serikat Islam Merah, pecahan dari Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto di Jakarta.

Seperti hasil riset sejarawan dari Universitas Khairun Ternate, Irfan Ahmad,SS,MA, bahwa Salahuddin Bin Talabudin merupakan tokoh pergerakan. Dia harus merasakan penjara selama lima tahun di Sawahlunto,  Sumatera Barat, pada tahun 1918 hingga 1923,  dan Nusakambangan di Jawa Tengah, pada 1941 hingga 1942, serta Boven Digoel di Papua pada 1943.

Dengan pergerakan yang dilakukannya, sehingga ada tindakan tegas Belanda. Kolonial  menangkap dan memenjarakan setiap orang pribumi yang menyuarakan perlawanan. Tapi,  itu tidak menciutkan nyali H Salahuddin bin Talabuddin untuk terus menyuarakan perlawanan kepada bangsa penjajah, karena dianggapnya telah mengakibatkan penderitaan panjang  masyarakat Indonesia, termasuk di daerah asalnya di Maluku Utara.

Belanda akhirnya menangkap H Salahuddin bin Talabuddin dengan tuduhan melakukan penghasutan kepada rakyat dan membuangnya ke Sawahlunto pada tahun 1918-1923. Tetapi, ketika bebas semangatnya untuk melakukan perlawanan terhadap kolonial tetap berkobar.

H Salahuddin bin Talabuddin tahun 1938 bergabung dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan terus menyuarakan perlawanan kepada kolonial Belanda hingga akhirnya ditangkap karena aktivitas politiknya yang dianggap meresahkan, yang kemudian dipenjarakan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah,  selanjutnya dipindahkan ke Boven Digoel, Papua, pada tahun 1941.

Ketika Belanda dikalahkan Jepang 1942,  H Salahuddin bin Talabuddin bebas dan memutuskan kembali ke kampung halamannya di Halmahera Tengah setelah sempat menetap di Sorong, Papua, selama beberapa saat.

H Salahuddin bin Talabuddin di kampung halamannya mendirikan organisasi Jamiatul Iman wal Islam yang tujuannya mempertahankan Islam dalam negara Republik Indonesia yang diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945.

Oleh karena itu, Hasil Konferensi Malino bulan Juli 1946 dan Konferensi Denpasar bulan Desember 1946 yang memutuskan pembentukan Negara Indonesia Timur sebagai bagian Republik Indonesia Serikat mendapat penolakan dari H Salahuddin bin Talabuddin, karena masih dikendalikan Belanda.

Menurut Irfan, peneliti dari Yayasan The Tebings, H Salahuddin bin Talabuddin hanya mengakui Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, ia dan pengikutnya melakukan perlawanan hingga kemudian tahun 1947 ditangkap militer Belanda dan menjalani sidang dengan putusan hukuman mati, sedangkan pengikutnya hukuman penjara.

Tahun 1948 H Salahuddin bin Talabuddin menjalani hukuman tembak mati di daerah Skep, Kota Ternate, dan dimakamkan di perkuburan islam yang berdekatan dengan lokasi eksekusi mati, yang juga menjadi lokasi pemakaman pahlawan nasional asal Palembang, Sumatera Selatan, bernama Sultan Badaruddin II yang meninggal di Ternate saat menjalani pengasingan oleh kolonial Belanda.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait