URamadan

Merayakan Perbedaan Agama dalam Keluarga: Toleransi dan Berbesar Hati

Ika Virginaputri, Rabu, 12 Mei 2021 21.02 | Waktu baca 7 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Merayakan Perbedaan Agama dalam Keluarga: Toleransi dan Berbesar Hati
Image: Merayakan Perbedaan Agama dalam Keluarga (ilustrasi: Reuters)

Jakarta - Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun, sejak dulu negara kita juga dikenal karena keberagamannya. Mulai dari budaya, suku, bahasa, dan agama. 

Hal ini terkadang jadi ujian bagi rakyat Indonesia dalam menjaga kerukunan. Seberapa tolerankah kita menghadapi perbedaan? Dan bagaimana toleransi itu membantu yang muslim menjalani ibadah Ramadan di tengah perbedaan?  

Cerita tiga keluarga di bawah ini bisa jadi inspirasi agar kita terus mawas diri dan melatih toleransi di kehidupan sehari-hari. 

Berlandaskan Cinta dan Kasih Sayang  

Kebanyakan orang akan menghindari pasangan beda agama. Namun, lain halnya dengan Adi Rachmandani Sutomo dan Brenda Sylvia Elisabeth Kadmaer. Kurang dari tiga tahun masa pacaran, berbekal restu keluarga, keduanya langsung mantap melaju ke jenjang pernikahan di bulan November 2007 walau masing-masing menganut agama yang berbeda.

1620825947-MasTomo-MbaBrenda.jpgSumber: Adi dan Brenda punya kesamaan hobi, jalan-jalan dan wisata kuliner (Dok. pribadi)

Adi adalah seorang muslim dan Brenda yang kini mengajar di SD Citra Kasih Jakarta, adalah seorang penganut Kristen. Cinta mereka sudah teruji lebih dari 13 tahun bersama dalam perbedaan. 

Cerita yang sama dialami oleh pasangan Dian Mustika dan Fajar Widi. Dian yang beragama Islam menikah dengan Fajar yang beragama Katolik setelah menghabiskan 9 tahun masa pacaran. 

Dian berpendapat, “Cinta itu datangnya dari Tuhan. Jadi logikanya, tidak mungkin manusia mengkhianati Tuhan atas nama cinta. Itulah akar dari toleransi.” 

Pernikahan mereka pada November 2017 berlangsung di Yogyakarta lewat akad nikah secara Islam dan pemberkatan nikah di gereja. Sesuai tanggal pernikahan mereka 11 November, Fajar memberikan uang Rp 1.111.000 dan seperangkat alat salat sebagai mahar. 

1620826076-Akad-Nikah-Dian-Fajar-(Mandira-Baruga-Purawisata-Yogya).jpgSumber: Akad Nikah Dian dan Fajar di Mandira-Baruga-Purawisata, Yogyakarta (Instagram @MustikaFajar)

1620826174-Pemberkatan-Nikah-Dian-Fajar-(Gereja-Raja-Baciro-Yogya).jpgSumber: Pemberkatan Nikah Dian dan Fajar di Gereja Raja Baciro, Yogyakarta (Instagram @MustikaFajar)

Ada juga cerita Dwi Saksini Prihantini (yang terbiasa dipanggil Siwi) dan adiknya, Trisia Prasetyo, yang terlahir dari ayah Katolik dan Ibu yang beragama Islam. Kepada Urbanasia, keduanya berbagi pengalaman seru tumbuh di keluarga dengan perbedaan agama.

Karena besarnya rasa sayang pada adik, Siwi yang mengikuti keyakinan sang Ibu, dulunya selalu rajin mengantarkan Trisia ke Sekolah Minggu di gereja. Saat Trisia menjalani Sekolah Minggu, Siwi dengan sabar menunggu di luar gereja sambil bermain sendiri. Dan karena punya banyak teman muslim, Trisia kecil bahkan sempat ikut salat tarawih juga saat Ramadan. 

“Beruntung sampai saat ini dari keluarga besar Ayah dan Ibu tidak ada pertentangan. Karena bukan di keluarga inti kita saja, banyak adik dan kakak dari keluarga Ayah yang berbeda agama juga,” tambah Trisia. 

1620826362-Siwi-Trisia.jpgSumber: Trisia (kiri) bersama kedua kakaknya yang beragama Islam, Siwi (tengah) dan Ganjar (kanan)

Teman Hidup, Teman Beribadah  

Keyakinan adalah sesuatu yang sifatnya sangat pribadi. Hal ini disadari betul oleh semua narasumber Urbanasia di tulisan ini. Contoh dari pasangan Adi dan Brenda yang memilih untuk ‘keep it simple’ dan tidak dipusingkan urusan atribut keagamaan. 

“Saya sudah bertahun-tahun menjalani puasa Senin-Kamis. Jadi Brenda tak ada masalah menyiapkan makanan sahur dan berbuka.” kata Adi kepada Urbanasia. “Kalo hari raya kita merayakan sewajarnya aja. Di rumah nggak ada makanan khas lebaran atau pohon natal. Soalnya kita berdua yang sibuk mengunjungi keluarga lain.” tambah karyawan salah satu grup media ini. 

Seperti Adi yang sangat mengapresiasi bantuan sang istri saat dirinya berpuasa, Dian juga memuji inisiatif sang suami menemaninya menjalani Ramadan. Pasangan ini tak pernah merasa sendirian saat menjalankan ibadah. 

“Mas Fajar menemani saya menjalankan ibadah puasa. Setiap sahur dia yang jadi alarm saya. Demikian juga saat berbuka, dia selalu tanya mau buka puasa pake apa (mau dibeliin apa?), indah kan?” kata Dian. 

Fajar menambahkan, “Dian seringkali bertanya pada saya ingin ditemani ke gereja atau tidak? Dian yang berinisiatif. Saya tidak pernah memaksa Dian. Sama seperti saya menemani dia puasa. Kami melakukan itu semua atas inisiatif diri sendiri dan kami bahagia menjalaninya. Ibarat puzzle, potongannya berbeda-beda, tapi kami saling melengkapi potongan tersebut hingga bisa tertutup dengan sempurna menjadi gambar yang indah.”

Siwi pun mengakui hal yang sama. Sebagai muslim, dirinya tak pernah menemui kendala saat menjalani puasa di tengah perbedaan agama keluarganya. 

“Alhamdulillah nggak ada kendala apapun. Saya senang kami selalu makan bareng saat buka puasa, karena ayah dan adik yang bantuin mempersiapkan menu berbuka.” Kata Siwi. 

Trisia menambahkan, “Saat puasa, kadang Ayah beberapa kali mengingatkan ibu yang tiba-tiba makan karena lupa sedang berpuasa.” 

Adaptasi dan Tahan Ego

Beda agama, beda aturan dan beda sudut pandang dalam sebuah hubungan tentu bukan hal sepele untuk dihadapi. Untuk itu, dibutuhkan kebesaran hati dalam beradaptasi dan menahan ego individual supaya tak berbuntut masalah. Sebagai contoh yaitu bagaimana Brenda juga ikut melaksanakan aturan Islam soal makanan dan minuman yang dilarang. 

“Awalnya adaptasi pasti ada pertentangan.” ujar Brenda. “Tapi dengan saling pengertian dan saling menghormati jadi nggak terasa berat. Masing-masing dari kami punya tanggung jawab kepada Tuhan. Dan sebagai pasangan, kami juga harus saling mengingatkan itu.” tambah Brenda. 

Seiring berjalannya waktu, Brenda mengatakan urusan adaptasi dan menahan ego ini bukan sesuatu yang berat baginya dan sang suami. Mereka sudah terbiasa dengan lingkungan yang berbeda agama. 

“Kami memang beda agama. Tapi jarang banget kami berbeda sudut pandang. Masalah rumah tangga tidak hanya soal agama. Pasangan yang beragama sama pun belum tentu menjalani ibadah dengan baik.” kata Brenda. “Intinya rumah tangga itu saling menurunkan ego masing-masing aja.” 

"Saya juga mencoba mempelajari kitab lain, jadi kita paham bagaimana orang meyakini Tuhan dan juga cara ibadah mereka. Kita jadi bisa menjaga ucapan, mana yang menyinggung dan mana yang tidak. Yang jelas, jaga ego masing-masing." ucap Adi menjelaskan. “Dan saring cerita-cerita dari luar. Jangan terlalu cepat menyimpulkan. Lebih baik cari kebenaran dari literatur dan sumber-sumber yang jelas.”

Pengalaman Seru Berhari Raya 

Hari raya adalah hari yang spesial yang ditunggu umat beragama. Tak ada bedanya bagi keluarga yang anggotanya terdiri dari umat agama lain. Hari raya apa pun itu, agenda tetap para narasumber Urbanasia ini adalah makan bersama dan silaturahmi ke keluarga, tetangga atau sahabat yang merayakan. Lucunya, ayah Siwi dan Trisia yang beragama Katolik kurang suka memajang pohon natal beserta ornamennya di rumah. 

"Selain karena anak-anaknya sudah besar, Ayah saya tidak suka hal yang berantakan. Jadi dia tidak suka banyak hiasan kecil pohon natal bertebaran hahahaa," canda Trisia. 

“Jadi pohon natal dan hiasannya sudah dirapikan dan dimasukkan ke gudang sejak belasan tahun lalu.” 

Baik pasangan Adi dan Brenda, Siwi dan Trisia, juga Dian dan Fajar mengaku sama sekali tak keberatan dan tak merasa lelah mempersiapkan dua hari raya dalam keluarga mereka. 

"Justru kami merasa seru banget. THR setahun bisa dapet 2 kali. Parcel juga dapat 2 kali. Jadi punya alasan untuk cuti kan? Hehehe..." kata Dian. 

Satu lagi pengalaman seru dibagi oleh pasangan Dian dan Fajar. Masalah yang mereka hadapi sebagai pasangan beda agama ternyata lebih ke urusan administrasi. Setelah menikah, keduanya sempat mengalami kendala saat membuat Kartu Keluarga (KK) baru.  

"Ini lucu tapi sekaligus menyebalkan. Kita sudah menikah secara sah dan legal di mata hukum dan agama. Uniknya saat pindah KK, Disdukcapil setempat tidak bisa memproses perpindahan kependudukan dengan alasan kita beda agama." kata Dian. "Padahal kami sudah melampirkan bukti akta nikah dari catatan sipil yang jelas-jelas dikeluarkan sendiri oleh Disdukcapil." 

Walau menghabiskan waktu dengan proses yang lebih lama dari biasanya, untungnya sekarang Dian dan Fajar sukses punya Kartu Keluarga sendiri. 

Tantangan dan Pembelajaran 

Perbedaan selalu berpotensi menimbulkan konflik. Seperti yang sudah tertulis di paragraf atas, itulah ujian dan tantangan kita sebagai rakyat Indonesia dengan banyak keberagaman. Namun toleransi memperkecil jurang perbedaan dan bisa dimulai dari lingkungan terdekat dulu. Lalu bagaimana kita melatih toleransi diri? Menurut Trisia kuncinya adalah komunikasi. 

“Saya tidak akan bicara bahwa perbedaan agama di keluarga akan selalu berjalan baik dan harmonis. Letupan-letupan kecil dari perbedaan itu pasti akan ada. Tapi semakin ke sini perbedaan itu semakin membuat kita bertoleransi, komunikasi dan kritis,” kata Trisia. 

“Membuat ruang berpikir semakin terbuka, bahwa keyakinan itu tidak seperti 1+1 = 2. Keyakinan adalah personal yang kadarnya setiap orang berbeda-beda.” 

Sementara Siwi sang kakak menambahkan poin lain, yaitu keterbukaan, berpikir positif serta tidak memaksakan apa yang kita yakini ke orang lain. 

“Keberagaman dalam keluarga mengajarkan kami untuk saling menghargai dan saling menghormati. Tuhan memberikan kita perbedaan, tetapi perbedaan itu harusnya membuat kita bersatu, bukan berseteru.” 

Dengan kalimat lain namun tetap bermakna serupa, Dian mengatakan, "Menjadi berbeda itu adalah hak manusia, bukan? Seperti halnya ada yang suka warna hitam, ada yang suka warna putih. Ada yang suka musik metal, ada yang suka musik keroncong. Lalu kenapa kita harus memperdebatkan perbedaan jika kita bisa membuat keharmonisan dalam perbedaan tersebut?" 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait