URtech

Masyarakat Adalah AI yang Sempurna

Firman Kurniawan S, Rabu, 26 April 2023 09.51 | Waktu baca 6 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Masyarakat Adalah AI yang Sempurna
Image: ilustrasi AI. (eLearning Industry)

MENJELASKAN soal artificial intelligence (AI), Ed Burns, 2023, dalam artikel berjudul ‘Artificial Intelligence’ dan dimuat di TechTarget, menyampaikannya secara mendasar dan terperinci. Penjelasannya mudah dipahami, bahkan oleh pembaca yang tak punya pengetahuan mendalam soal teknologi informatika. 

Disebutkannya, AI adalah kecerdasan buatan yang dijalankan mesin. Kecerdasan ini merupakan tiruan kecerdasan manusia saat melakukan aktivitas kehidupan. Aktivitas saat bertindak melakukan penilaian ala pakar, memproses dan merespon bahasa alami, mengenali suara, hinggga melakukan visi mesin.

Senada dengan hal tersebut, SAS Institute, 2022, dalam penjelasannya yang berjudul ‘How Artificial Intelligence Works’, menyebut bagian-bagian utama pembentuk kecerdasan buatan. Bagian itu meliputi, 5 eleman utama. 

Pertama, machine learning (ML). Bagian ini berfungsi melakukan automasi pembuatan model analitik. Material dasar dalam  menyusun model adalah jaringan saraf, statistik, riset operasi, maupun fisika. 

Fungsi utama ML adalah menemukan pola dasar yang tersemat dalam data, sehingga dapat dimodelkan. Tanpa  diprogram eksplisit pun, ML bakal tahu ke mana harus mencari, atau apa kesimpulan dari seperangkat data yang nampak acak. 

Kedua, neural network (NN). Ini adalah komponen dalam ML. Wujudnya berupa unit-unit yang saling terhubung, selayaknya jaringan syaraf. NN berfungsi menghasilkan informasi, dengan cara merespon data yang dimasukkan dari luar. 

Data yang telah diolah menjadi informasi, disebarkan di antara unit-unit yang saling terhubung. Proses yang dilakukan NN membutuhkan banyak lintasan pada data untuk menemukan keterkaitan data, dari yang sebelumnya tak bermakna dan tak terdefinisi.  Diubah menjadi bermakna dan terdefinisi.

Ketiga, deep learning (DL). DL menggunakan jaringan saraf, neural network yang utama, dengan banyak tahap pemrosesan. Ini bertujuan untuk mempelajari pola kompleks dalam data yang berjumlah besar. 

Kemampuan DL merupakan hasil dari pemanfaatan kemajuan daya komputasi, dan meningkatnya teknik pelatihan. Termasuk pelatihan dalam mengkategorikan gambar dan ucapan. 

Keempat, computer vision (CV). CV atau visi komputer, merupakan produk hasil pengenalan pola yang dilakukan DL. Fungsinya, mengkategorikan data dalam bentuk gambar atau video. 

Saat mesin dapat memproses, menganalisis, dan memahami gambar, DL mengkategorikan gambar maupun video secara real time, beserta interpretasi terhadap elemen sekelilingnya. Di bagian inilah terbentuk algoritma. Algoritma merupakan formulasi semesta kemungkinan relasi antar data, membentuk informasi yang bermakna dan terdefinisi.  

Kelima, natural language processing (NLP). NLP atau pemrosesan bahasa alami adalah kemampuan mesin berbasis AI untuk menganalisis, memahami, dan memberikan respon dalam bahasa manusia. 

Dengan kemampuan ini, mesin dapat melakukan interaksi dengan bahasa alami. Manusia dapat berkomunikasi dengan mesin, menggunakan bahasa manusia untuk menyelesaikan tugasnya.

Demikian uraian garis besar SAS Institute terkait kerja AI. Sebagai catatan, SAS Institute merupakan perusahaan  multinasional yang bergerak dalam pengembangan perangkat lunak analitik. Berkantor pusat di Amerika, tepatnya di Carolina Utara. 

Perusahaan ini merupakan pelaku bisnis perangkat lunak terbesar di dunia, yang produknya digunakan perusahaan-perusahaan yang tercatat pada Fortune 500. Ini akibat SAS mengembangkan dan memasarkan perangkat lunak analitik, yang mendukung akses, pengelolaan, dan pelaporan dalam kerja pengambilan keputusan.

Dalam realitasnya, AI disebut sebagai tiruan kecerdasan manusia. Sebaliknya, proses pembentukan kecerdasan manusia dapat dijelaskan secara sistematis, melalui proses pembentukan kecerdasan buatan. 

Sebagai hasil proses mengikuti cara kerja kecerdasan manusia, AI berkedudukan identik dengan manusia. Tentu saja, pada sebagian realitas kemampuan pemrosesan data AI jauh mengungguli manusia. Namun di bagian lainnya, justru  keunggulan manusia tak pernah tersaingi AI.   

Berpijak pada pernyataan, ‘AI berkedudukan identik dengan manusia’, demikian pula ketika manusia mewujud sebagai kumpulan. Kumpulan manusia yang hidup bersama, saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu berdasar kaidah yang disepakati, dalam formulasi masyarakat, tak ubahnya adalah AI berukuran besar.

Proses pembentukan pengetahuan masyarakat, identik dengan proses pembentukan kecerdasan AI. Karenanya, masyarakat tak lain adalah AI yang otentik. 

Proses pembentukan kecerdasan masyarakat, salah satu penjelasannya, dapat mengacu pada uraian Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, 1966. Uraian kedua akademisi ini, tertuang dalam bukunya yang berkedudukan sebagai dasar pemahaman terhadap pembentukan pengetahuan masyarakat. 

Judulnya, ‘The Social Constructionof Reality. A Treatise in The Sociologi of Knowledge’. Dalam uraian keduanya, dijelaskan tentang cara manusia menyingkap realitas di tengah hamparan alam semesta. 

Alam semesta beserta isinya, dikenali manusia lewat pemberian nama-nama pada obyek yang ditemuinya. Pengenalan lewat nama ini diikuti dengan pemahaman adanya keterkaitan antar obyek yang satu, dengan obyek yang lain. Keterkaitannya membentuk realitas tertentu, yang membedakannya dari realitas yang lain. 

Obyek batu karang, laut, ombak, pohon kelapa, Burung Camar dan Anak Penyu, membentuk realitas laut. Sedangkan obyek kumpulan Pohon Meranti, bukit, ngarai, gunung Kawanan Rusa dan Burung Rangkok, membentuk realitas hutan. Pemberian nama dan pemahaman keterkaitan antar obyek, menyingkap realitas alam semesta, yang semula nampak acak. 

Proses pengenalan dan pemahaman, adanya keterkaitan antar unsur alam semesta ini tak ubahnya masuknya data pada machine learning. Dari data ini tersusun model berdasar unsur-unsur, yang kaitanya khas. Di sini dihasilkan model, laut atau hutan yang identik dengan  realitas yang disingkap masyarakat.

Terhadap realitas yang telah disingkap itu, dilakukan penyebaran pengetahuannya. Ini dilakukan pada generasi yang sama, juga pada generasi yang berbeda. Lewat cara ini pengenalan, tak harus selalu diulang dari awal. Terjadi akumulasi pengetahuan di dalam generasi, maupun antar generasi. 

Menurut Berger dan Luckmann, penyebaran pengetahuan, bertumpu pada proses utama, yang disebut sebagai interaksi. Interaksi dapat dilakukan secara langsung antar manusia, maupun diperantarai medium. Mediumnya bisa buku, artefak maupun gambar-gambar yang ditorehkan di dalam gua-gua masa lampau. 

Proses penyebaran antar manusia ini, tak ubahnya kerja neural network yang menginteraksikan data. Lewat kerja ini, obyek pada alam semesta punya makna dan definisi yang konsisten. Bahkan mampu melampaui banyak generasi. 

Pembelajaran dan pemrosesan data dalam jumlah yang sangat besar pada AI, dilakukan oleh deep learning. Sedangkan pada masyarakat dilakukan lewat pelatihan, pembelajaran, sosialisasi, pendidikan yang berkesinambungan. Karenanya, makin banyak data yang dimasukkan dalam sistem masyarakat, yang artinya proses pembelajarannya makin panjang, makin berpengetahuan pula masyarakatnya. 

Ukuran kecerdasan itu pada AI adalah algoritma. Ini merupakan hasil interaksi semesta kemungkinan antar data.  Sedangkan pada masyarakat dihasilkan pengetahuan kelaziman, kebiasaan, tradisi, budaya hingga peradaban. 

Indikasi kecerdasan AI, terbaca lewat algoritma yang dihasilkan. Ini kemudian teruji sebagai kemampuan AI menyelesaikan berbagai permasalahan yang pelik. Sedangkan pada masyarakat ditandai oleh terbentuknya pengetahuan berdasarkan informasi yang diterimanya. Pengetahuan yang mencapai puncaknya, adalah ukuran peradaban. 

Artinya, makin beradab masyarakat, makin mampu menyelesaikan persoalannya secara manusiawi. Tingginya peradaban, terindikasi lewat kemanusiaan yang dicapainya. Peradaban inilah yang disebut sebagai visi masyarakat. Sedangkan pada AI disebut sebagai computer vision.

Dari seluruhnya, proses pembentukan pengetahuan pada masyarakat melibatkan interaksi antar manusia. Bahasa yang menjadi bahan utama interaksi, tersusun lewat pemberian nama maupun pengenalan adanya interaksi, antar obyek di alam semesta. 

Baca Juga: Cari Cuan Instan

Bahasa yang berkedudukan sebagai penyingkap realitas, ditiru AI sebagai natural language processing.  Baik masyarakat maupun AI, menghadirkan realitas melalui bahasa sehari-hari. Demikian kurang lebih uraian Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, yang diidentikkan sebagai proses pembentukan kecerdasan buatan.    

Maka ketika masyarakat tak ubahnya AI, tingginya kecerdasan sebagai indikasi tingginya peradaban, dibentuk hal-hal di atas. Peradaban terbentuk oleh data yang dimasukkan, proses pembelajaran yang berkesinambungan, visi masyarakat maupun bahasa yang digunanakan sebagai penyingkap realitas yang dialami. 

Pada masyarakat yang menggunakan sumber data yang berkualitas tinggi, proses pembelajaran yang tak kenal akhir, maka visi masyarakatnya bakal terepresentasi lewat bahasa yang baik, sebagai cermin realitas yang dialaminya. Bahasanya manusiawi, enak didengar. 

Namun jika yang terjadi sebaliknya, bahasa yang digunakan pun menggambarkan keadaan buruk itu. Rasa frustrasi yang parah, kekhawatiran terus menerus, hingga putus asa melihat masa depan. Amarah jadi bahasa penyingkap realitas buruknya.

Lalu, AI macam apakah masyarakat yang menyelesaikan persoalan dengan lontaran  caci maki di jalan tol, aparat yang menendang pemotor perempuan yang membonceng putranya, atau ilmuwan yang mengancam membunuh kelompok lain, yang tak sama dengan pendapatnya? Bagaimana pula memperbaiki AI yang keadaannya seperti itu? 

*) Penulis adalah Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital

**) Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis, bukan pandangan Urbanasia

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait