URnews

Kata Ahli: Penggunaan Menstrual Cup hingga Pentingnya Peran Orang Tua

Nivita Saldyni, Selasa, 5 Oktober 2021 13.11 | Waktu baca 8 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kata Ahli: Penggunaan Menstrual Cup hingga Pentingnya Peran Orang Tua
Image: Ilustrasi menstruasi pada wanita

Jakarta – Belum lama ini netizen Indonesia kembali berdebat soal penggunaan menstrual cup pada perempuan yang belum menikah. Bahkan tak hanya satu orang, masih banyak yang menyebut bahwa menggunakan menstrual cup bisa membuat seorang perempuan kehilangan keperawanannya.

“Tolonglah bicarakan baik2 kepada yg belum menikah supaya jangan pakai (menstrual cup), itu harusnya berhak bagi yg sudah nikah. Masa baru nikah udah ngerasain yg longgar,” komentar salah seorang netizen di salah satu postingan akun Edukasi Menstruasi tentang menstrual cup di TikTok.

Komentar netizen satu itu pun sontak menarik perhatian netizen lainnya. Banyak yang dibuat geram, namun tak sedikit juga yang dibuat penasaran dengan menstrual cup itu sendiri.

Stigma Keperawanan dan Penggunaan Menstrual Cup

1631932135-ilustrasi-menstruasi.jpgIlustrasi menstruasi. (Pexels-sora shimazaki)

Menanggapi hal tersebut, Psikolog Seksual Zoya Amirin mengatakan akar dari hal tersebut adalah budaya patriarki yang memusatkan kekuatan dan kebesaran dari gender laki-laki secara sepihak. Salah satu turunan dari budaya tersebut kemudian membuat perempuan sebagai warga negara ‘kelas dua’ selalu lekat dengan berbagai stigma. Seperti misalnya stigma perempuan baik-baik yang digambarkan dengan seorang perempuan itu dianggap layak, baik-baik dan punya masa depan yang cerah jika dia itu masih perawan.

“Jadi itu adalah label yang menggambarkan perempuan yang belum pernah melakukan hubungan seksual pranikah itu seperti segel gelas air mineral yang kalau segelnya rusak sebagai barang itu damaged goods, tidak layak jual,” kata Zoya kepada Urbanasia.

Padahal menurut Zoya, keperawanan itu sebenarnya tidak pernah ada. Itu hanyalah konstruksi sosial dan tidak ada hubungannya dengan selaput dara.

“Jadi keperawanan ini konstruk sosial, bukan konstruk medis,” ungkap Zoya.

“Jadi konstruksi yang paling penting pertama-tama adalah yang disebut perawan dan perjaka adalah individu yang belum pernah melakukan hubungan seksual maupun kontak seksual. Mengapa ada kontak seksual? Kalau hubungan seksual itu misalnya penetrasi penis ke dalam vagina saja. Tapi banyak orang karena KONSTRUKSI SOSIAL ini, ingin mempertahankan keperawanan dan tidak melakukan penetrasi penis ke dalam vagina sehingga mereka melakukan anal seks, mereka melakukan oral seks, hand job, atau bahkan mereka melakukan petting, itu kan semuanya adalah kontak seksual,” jelasnya lebih lanjut.

Baca Juga: Cewek Wajib Tahu, Ini 5 Tanda Gangguan Kesehatan saat Menstruasi

1621387692-masalah-menstruasi---freepik-skawee.jpgIlustrasi masalah kewanitaan. (Freepik/skawee)

Zoya menjelaskan bahwa faktanya, selaput dara itu sangat-sangat elastis. Sehingga menurutnya jika glorifikasi terhadap keperawanan yang dihubungkan dengan kondisi klinis robeknya selaput dara ini terus berlanjut, termasuk saat dikaitkan dengan penggunaan menstrual cup maka bisa jadi akan menghalangi setiap orang untuk mendapatkan intervensi medis sekalipun.

“Misalnya pap smear. Buat saya sebenarnya tidak boleh loh mau melakukan pap smear itu nanyanya udah ‘udah nikah atau belum?’. Kalau misal belum menikah terus dia gak boleh dikasih pap smear? Kalau misal dia gak di-pap smear, dari mana bisa tahu ada deteksi lebih dini terhadap kanker rahim dan sebagainya? Itu kan gak ada usianya. Buktinya kita suntik HPV untuk mencegah human papillomavirus kan dari muda. Memang milih-milih umur berapa dan udah nikah atau belum untuk kena kanker serviks? Gak ada yang tahu,” kata Zoya.

“Nah konsep keperawanan yang seperti itu bahaya. Jadi sebenarnya ketika dimasukkan (menstrual cup) juga gak akan bikin kaya robeklah selaput daranya. Kalau robeknya paksa memang bisa berdarah seperti pada kasus marital rape, artinya seorang perempuan yang sudah menikah dipaksa berhubungan seks sama suaminya kok bisa berdarah dan robek lagi selaput daranya padahal sudah gak perawan. Itu loh logikanya,” imbuhnya.

Menstrual Cup Aman Digunakan, Namun Harus Hati-hati

Menanggapi komentar-komentar netizen tersebut, dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG mengatakan bahwa komentar-komentar tersebut hanyalah kekhawatiran yang tak mendasar, guys. Sebab menstrual cup aman digunakan.

“Jadi sebenernya gak perlu dikhawatirkan, pada prinsipnya menstrual cup berbahan silikon yang sangat lentur, mengikuti bentuk vagina dan tidak perlu juga takut bahwa itu (vagina) akan menjadi longgar karena vagina itu sifatnya sangat elastis. Kalau kita sering melakukan olahraga yang bagus, terutama untuk otot-otot dasar panggul, tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan sudah melahirkan bayi pun itu tidak akan terjadi kelonggaran yang signifikan kalau memang bisa kita rawat dengan baik,” katanya saat dihubungi Urbanasia lewat telepon.

Namun memang, ia menegaskan kalau penggunaannya harus benar dan hati-hati. Sebab kalau tidak dilakukan dengan cara yang tepat, menstrual cup bisa melukai kamu.

“Kalau penggunaannya (menstrual cup) bagus, dia berhati-hati, baik, tidak ada berdarah atau apa, ya saya rasa tidak perlu takut juga untuk selaput dara menjadi robek. Cuma memang harus berhati-hati aja,” ungkapnya.

1621387625-masalah-menstruasi---freepik-dragana-gordic.jpgIlustrasi Menstruasi. (Freepik /dragana_gordic)

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa menstrual cup berfungsi menampung darah menstruasi, sehingga kamu tak boleh membiarkannya terlalu lama di dalam vagina. Selain bisa susah saat dilepaskan, hal ini dikhawatirkan bisa menyebabkan infeksi karena darah adalah tempat pertumbuhan kuman yang baik.

“Jadi memang gak boleh dibiarkan terlalu lama dalam vagina, harus segera dikeluarkan. Mungkin selama 4-6 jam harus sudah dikeluarkan, dibersihkan, kemudian dipasang lagi. Kalau timbunan cairannya terlalu banyak, kadang juga menyulitkan untuk ditarik keluar. Kalau sudah terlalu lebar itu kan takutnya merusak selaput dara,” kata dr Yeni.

Sehingga saat kamu memutuskan untuk menggunakan menstrual cup, pastikan kamu memilih sesuai kebutuhan kamu masing-masing. Pilih juga bahan yang lentur dan mudah digunakan sehingga tidak menimbulkan iritasi atau sakit saat digunakan. Selain itu harus mengikuti petunjuk penggunaan dengan benar dan berlatih sampai kamu merasa nyaman saat menggunakannya.

“Yang penting nyaman, tidak menyakiti. Kalau memang ada rasa tidak nyaman atau sakit, saya kira jangan memaksakan diri untuk menggunakan menstrual cup,” pungkasnya.

Kelebihan dan Kekurangan Menstrual Cup

Menurut Zoya, ada beberapa hal penting yang harus dipahami dalam penggunaan menstrual cup. Pertama, menggunakan menstrual cup artinya kita membantu mengurangi sampah. Kedua, harus dijaga kebersihannya agar bisa digunakan dengan aman dan nyaman.

“Tampon masih ada sampahnya, ada aplikatornya. Menstrual cup kan nggak. Tapi kalau menstrual cup lebih mudah untuk dipasang. Kalau kita pasangnya benar dan bersih itu gak akan merobek selaput dara. Yang kita takutkan ketika merobek selaput dara itu dia (pengguna) misalnya musti tahu cara pasangnya, beli menstrual cup yang memang bukan kw-kw, yang memang lembut dan ketika dimasukkan itu tidak merobek selaput dara,” kata Zoya.

“Jadi bukan masalah keperawanannya. Kalau dia (pengguna) gugup karena masangnya salah apalagi kotor kan bisa infeksi bakteri, itu yang perlu kita takutkan,” tegasnya.

1621387667-masalah-menstruasi3---freepik-.jpgIlustrasi Masalah Menstruasi. (Freepik)

Sementara itu di kesempatan berbeda, dr Yeni mengatakan bahwa hal yang sama. Menstrual cup terbuat dari bahan yang bisa dipakai berulang kali, ini membuatnya lebih ramah lingkungan ketimbang alat lainnya. Selain itu, menstrual cup juga bisa jadi alternatif bagi kamu yang punya alergi saat pemakaian pembalut biasa.

“Untuk lain-lain sebenarnya sesuai selera aja sih karena kan ada sebagian orang yang takut untuk memasukkan sesuatu ke vagina, akhirnya dia memilih untuk memakai bahan pembalut. Tapi kalau gak ada kesulitan untuk itu, saya rasa ya itu (menstrual cup) bagus juga buat lingkungan,” pungkasnya.

Dr Yeni pun menyarankan saat darah haid yang keluar sedang deras, maka sebaiknya jangan menggunakan tampon karena daya tampungnya yang sedikit. Atau saat menggunakan G-String, maka tentu tidak bisa menggunakan pembalut. Sehingga pilihlah berdasarkan kebutuhan masing-masing dan tak kalah penting adalah nyaman.

“Beberapa orang setiap kali habis menstruasi ledes, vaginanya perih, ruam dan kemerahan. Berarti dia kemungkinan besar alergi pada pembalut. Apalagi kalau dalam jangka waktu lama (lebih dari 4-6 jam) belum diganti kan jadi lembab. Di sana jadi mungkin tumbuh jamur, bakteri. Itu yang menyebabkan dia tidak nyaman. Nah ini kan gak terjadi pada penggunaan tampon dan penggunaan menstrual cup. Jadi biasanya sih lebih merasa nyaman karena vaginanya gak basah terus,” jelasnya panjang lebar.

Keduanya pun mengatakan bahwa pembalut biasa, pembalut kain, tampon, maupun menstrual cup itu ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Nah kamu bisa memilihnya sesuai kebutuhan kamu. Namun yang paling penting, kamu nyaman menggunakannya dan betul-betul tahu bagaimana penggunaan dan perawatan masing-masing alat tersebut dengan tepat.

Dokter Tak Sarankan Kamu yang Belum Pernah Berhubungan Seksual Gunakan Menstrual Cup

1595472558-menstruasi.jpgIlustrasi Masalah Kewanitaan. (Freepik/spukkato)

Seperti yang disampaikan sebelumnya, penggunaan menstrual cup harus hati-hati. Terlebih, kamu juga harus paham betul cara penggunaannya dengan tepat. Sebab jika tidak digunakan dengan tepat maka kemungkinan robeknya selaput dara bisa terjadi, khususnya saat mengeluarkannya.

“Kemungkinan selalu ada, justru mungkin bukan pada saat memasukkan karena saat memasukkannya itu kan dia bisa dilipat, bisa ditekuk kemudian dimasukkan sesuai dengan lubang vagina. Tapi pada saat dikeluarkan dengan darah yang agak banyak, nah itu yang kalau misal tekniknya belum jago-jago banget, kemungkinan terjadi robekan selaput dara sangat besar. Kecuali orang-orang tertentu dengan selaput dara yang cukup tebal,” katanya.

“Jadi pada prinsipnya sebenarnya kalau mau hati-hati banget ya yang masih perawan sih mungkin gak terlalu dianjurkan penggunaan menstrual cup. Tapi kalau sudah pernah berhubungan (seksual), misal nyaman dengan penggunaan menstrual cup ya silahkan tapi penggunaannya juga harus hati-hati,” imbuhnya.

Penggunaan Menstrual Cup dan Pentingnya Peran Orang Tua

Zoya mengatakan bahwa ini sebenarnya bagian dari edukasi seksual. Menurutnya, penting bagi perempuan untuk memutuskan pilihannya sendiri, termasuk dalam menstruasi. Untuk itu, penting bagi para orang tua memberikan informasi yang tepat kepada anak-anak perempuannya untuk membantu mereka memahami dan kemudian memilih mana yang ingin ia gunakan.

“Jadi kepada para ibu ketika memberikan ini kepada remaja putrinya, atau bahkan orang tua tunggal seperti ayah tunggal yang punya anak perempuan, yuk edukasi diri kamu, kasih pengetahuan, jangan ketakutan,” kata Zoya.

“Beri pengetahuan berdasarkan sumber yang terpercaya, bukan berdasarkan ketakutan-ketakutan atau hal-hal yang gak ada hubungannya sama kesehatan sama sekali. Bahwa apa yang sesuai dengan common sense kita itu bukan fakta. Common sense kita itu cara kita berpikir itu kan hasil dari budaya ini itu, bukan dari fakta ilmiah. Jadi cari dulu fakta ilmiahnya, kalau belum bisa diterima ya proses pelan-pelan, tapi ketika ada fakta ilmiah yang tidak sesuai dengan common sense Anda ya diproses dulu jangan diprotes. Jangan menurunkan ketakutan ini kepada anak-anak kita,” pesannya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait